Makassar (Antaranews Sulsel) - Sejumlah aktivis mahasiswa, penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan jurnalis dan perwakilan TNI dan Polri mengelar Aksi Kamisan di depan Monumen Mandala, jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.

Meski hujan cukup lebat mengguyur Kota Makassar termasuk di lokasi aksi tidak menyurutkan niatan melaksanakan ritual Kamisan Makassar tetap terlaksana sesuai jadwal dengan mengangkat tema Setop Kekerasan Terhadap Jurnalis.

Aksi ini menyikapi masih terjadinya perlakukan kekerasan terhadap jurnalis dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dilakukan oknum aparat penegak hukum. Bahkan beberapa kasus kekerasan jurnalis pun sampai sekarang tidak dituntaskan.

"Kasus-kasus kekerasan masih saja terjadi terhadap jurnalis di Sulsel. Ini akibat rendahnya pemahaman aparat penegak hukum tentang adanya sinergitas yang telah terbangun antara Dewan Pers dengan institusi TNI dan Polri," tegas Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulsel Herwin Bahar.

Dirinya mengemukakan sinergitas antara Dewan Pers dengan TNI dan Polri telah menjadi kesepakatan melalui Kapolri dan Panglima TNI yang mendapat dukungan langsung dari Presiden RI, Jokowi tentang kerjap-kerja pers dalam memperoleh informasi termasuk telah diatur dalam Undang-undang Pers.

Tidak sampai disitu, masih saja ada beberapa oknum anggota TNI dan Polri yang tengah melakukan tugas dilapangan seringkali lupa dengan sinergitas itu, padahal pers merupakan salah satu mitra kerja mereka.

Untuk kasus sepanjang 2017, salah seorang wartawan kampus Unhas, Tabloid Identitas, Anwar, mendapat perlakukan kasar. Dirinya, ditendang bahkan dilarang mengabadikan gambar saat terjadi kericuhan dikampusnya hingga kameranya dirampas oknum berseragam TNI di halaman kampus Unhas Makassar, Jumat, 15 Desember.

Kemudian pada November 2017, seorang wartawan di Kabupaten Sinjai bernama Heri mengaku telah diancam ditikam dan mendapat ucapan kasar dari oknum anggota DPRD Sinjai. Heri memberitakan kelakuan oknum tersebut diduga membeli mobil menggunakan dana bantuan kelompok tani.

Pada 24 Juli 2017, dua jurnalis di Makassar yakni Andi Habib Rahdar, jurnalis Sulselsatu.com dan Teti Novianti jurnalis Celebes TV juga mendapat perlakuan kasar saat meliput di Kantor Kejari Makassar.

Pelakunya, Asisten I Pemkot Makassar Muhammad Sabri yang kala itu diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan lahan negara proyek Makassar New Port kejadian di Kantor Kejari Makassar. Belakangan pelakunya divonis bebas atas kasus penyewaan lahan tersebut.

14 Februari 2017, Muhammad Nur Leo, wartawan INews TV, mendapatkan perlakuan kasar saat meliput kasus korupsi di Kantor Kejati Sulsel. Pelakunya oknum penasihat hukum yang marah karena kliennya diliput media.

Meski demikian, kasus kekerasan jurnalis lainnya pada 2014 di kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) terkait isu kenaikan BBM sampai kini terlupakan, padahal jelas-jelas ada pelaku namun pelan-pelan dikaburkan aparat hukum.

"Kelima jurnalis ini merupakan korban kekerasan oknum yang tidak paham. Ini hanyalah segelintir dari sejumlah kasus kekerasan yang menimpa pekerja media di daerah ini. Bahkan kekerasan pers tiga tahun lalu sudah terlupakan," ungkap Herwin.

Menurut dia, rentetan kejadian itu membuktikan bahwa profesi sebagai juru warta di daerah Sulsel masih sangat rentan menjadi korban intimidasi atau kekerasan, fisik maupun verbal. Padahal, sesuai fungsinya, jurnalis bekerja untuk memenuhi kebutuhan informasi dan itu menjadi hak publik.

Sementara Koordinator Aksi Kamisan Makassar, Hajriana Ashadi menuturkan keterlibatan aparat kepolisian dan TNI dalam aksi kamisan ini merupakan salah satu bentuk dukungan mereka terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Dalam aksi kamisan makassar ini, Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Jumadi Mappanganro juga merilis kasus kekerasan fisik maupun verbal terhadap jurnalis masih saja terjadi di Sulsel pada 2017.

Dalam aksi itu ada beberapa tuntutan diantaranya hentikan segala bentuk intimidasi dan kekerasan fisik maupun verbal terhadap jurnalis. Proses hukum hingga tuntas pelaku kekerasan terhadap jurnalis tanpa pandang bulu, termasuk oknum TNI, aparat penegak hukum, pejabat pemerintah, maupun anggota dewan dan lainnya.

Selain itu aksi sebagai bentuk edukasi dengan mengajak siapa saja yang keberatan atas isi pemberitaan harus mengedepankan Hak Jawab atau mengadukan keberatannya kepada Dewan Pers bukan diarahkan kepada pidana. Aksi ini juga mendorong pekerja media bekerja profesional dengan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024