Makassar (Antaranews Sulsel) - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 Juni 2018 yang berlangsung di 12 kabupaten kota, Provinsi Sulawesi Selatan, salah satu diantaranya di Kabupaten Enrekang tanpa lawan atau kandidat melawan kotak kosong bila tetap dilaksanakan, dinilai sebagai kemunduran demokrasi.

"Ini menjadi pilihan yang sulit bagi masyarakat. Fenomena ini bisa jadi karena adanya pragmatisme Partai Politik. Ada kekuatan besar yang mendominasi yang pada akhirnya melawan kotak kosong," ungkap pengamat politik dari kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad, Minggu.

Menurut dia, pesta demokrasi yang selama ini di Sulsel, baru pertama kali dalam sejarah terjadi hanya satu pasang calon yang sudah dipastikan maju hanya saja tidak ada lawan atau hanya melawan kotak kosong.

Masyarakat kemudian dipertontonkan dengan intrik politik tidak mendidik. Kebebasan demokrasi akhirnya tergadai dengan adanya fenomena tersebut, masyarakat tentu tidak punya pilihan lain untuk memilih pimpinan daerah yang menjadi pilihannya.

Selain itu, peran serta Parpol dinilai menambah terjadinya kegagalan demokrasi itu, koalisi gemuk Parpol yang berhasil diperoleh sang kandidat, kemudian menutup ruang bagi bakal calon lain maju bertarung.

"Seharusnya ini tidak logis dan perlu dievaluasi, sebab Pilkada tentu menggunakan uang negara. Semestinya diikuti minimal dua pasang untuk bertarung, tapi hanya satu, mestinya Pilkada ini ditunda sampai ada lawan," ujarnya menyarankan.

Kendati demikian, proses Pilkada serentak harus berjalan bagaimana pun konsekwensinya, hanya saja diawal, ada kesalahan partai disini, sebab mengapa harus membentuk koalisi besar sementara masih ada kandidat lain yang membutuhkan kendaraan tidak diberikan ruang.

"Tidak adanya `Chance Balance` berjalan sehingga fenomena ini ada, partai pun pasti punya kepentingan dan mau menang, namun masyarakat kena imbas dari pertarungan politik parpol. Harus ada alternatif memilih sehingga demokrasi berjalan dan regenerasi terbentuk," ungkap dosen Sospol ini.

Diketahui, Pilkada yang akan berlangsung di Kabupaten Enrekang hanya diikuti satu bakal calon yakni H Muslimin Bando berpasangan dengan Asman dengan koalisi Parpol yakni Hanura, PDIP, Nasdem, Gerindra, Demokrat, PAN, dan Golkar.

Sebelumnya, H Muslim Bando yang ditemui usai mendapatkan rekomendasi Partai Nasdem di Makassar belum lama ini mengatakan, pihaknya sudah menduga akan berjalan sendiri tanpa ada lawan, bahkan dirinya mengakui menjelang pendaftaran tidak ada lawan.

"Mungkin saja akan lawan kotak kosong, padahal figur di Enrekang banyak yang sudah sosialisasi, saya tidak tahu persis apa penyebabnya, padahal KPU sudah memberikan ruang bahkan jalur perseorangan sudah dibuka," katanya.

Terkait dengan kondisi Pilkada di Kabupaten Enrekang, pihak KPU setempat meski telah menutup masa pendaftaran pertama 8-10 Januari, akhirnya kembali memberi kesempatan dengan membuka proses pendaftaran kedua pada 14-16 Januari 2018.

"Kita buka lagi pendaftaran berdasar pada aturan PKPU nomor 1 tahun 2017 yang memberikan kewenangan KPU membuka pendaftaran apabila hanya diikuti satu pasang bakal calon saja," kata Ketua KPU Enrekang Ridwan Ahmad saat dikonfirmasi.

Untuk masa penambahan waktu pendaftaran, tambah dia, sudah dirapatkan dan disosialisasikan mulai 11-13 Januari, selanjutnya pendaftaran dibuka selama tiga hari kedepan 14-16 Januari. Hingga kini pihaknya masih menunggu pasangan kandidat yang ingin mendaftarkan diri.

"Bila masa penambahan masa pendaftaran hingga penutupan tidak ada satupun pendaftar maka pasangan Muslimin Bando berpasangan Asman akan ditetapkan tunggal sebagai calon yang sah oleh KPU pada 12 Februari nanti," tambah dia.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024