Mamuju (Antaranews Sulsel) - Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Sulawesi Barat menemukan ikan yang dijual di pasar tradisional di Kabupaten Mamuju mengandung bahan berbahaya formalin.

Kepala Badan POM Sulbar Netty Nurmuliawaty dihubungi Antara, Rabu, menyatakan selain ikan kembung dan cumi-cumi mengandung formalin, Tim Terpadu Pengawas Bahan Berbahaya yang melaksanakan inpeksi mendadak (sidak) di Pasar Baru dan Pasar Lama di Kabupaten Mamuju itu juga menemukan kerupuk singkong mengandung "Rhodamin B" atau zat pewarna tekstil.

"Bersama Wakil Gubernur Sulbar Enny Angraeny Anwar hari ini kami melakukan sidak di Pasar Lama dan Pasar Baru. Dari sidak itu kami mengambil 24 sampel bahan makanan, di antaranya ikan, kue dan kerupuk dan dari hasil pemeriksaan, tiga diantaranya mengandung bahan berbahaya," ujar Netty.

Ikan dan cumi-cumi positif mengandung formalin itu, lanjut Netty, ditemukan dari pedagang di Pasar Baru sementara kerupuk singkong mengandung pewarna tesktil itu ditemukan dari seorang pedagang di Pasar Lama.

Tim Terpadu Pengawas Bahan Berbahaya, kata Netty, telah meminta dan mengingatkan para pedagang yang ditemukan menjual ikan dan cumi mengandung formalin serta kerupuk singkong mengandung Rhodamin B agar tidak lagi memajang makanan mengandung bahan berbahaya itu.

"Kami sudah meminta mereka untuk tidak memajang apalagi menjual bahan mengandung bahan berbahaya itu. Dari pengakuan pedagang, kerupuk singkong mengandung pewarna tekstil itu dipasok oleh perantara dan diproduksi dari Tinambung Kabupaten Polewali Mandar," tuturnya.

"Sementara, cumi-cumi maupun ikan kembung mengandung formalin itu masih akan kami bahas melalui rapat hasil kegiatan yang kami laksanakan hari ini. Kemungkinan, pekan depan baru kami rapat sebab kegiatan ini masih akan kami lanjutkan besok (Kamis) di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Mamuju," terang Netty.

Terkait tindak lanjut temuan kerupuk singkong mengandung pewarna tekstil, Balai POM Sulbar juga akan bersurat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar untuk menelusuri pabrik kerupuk singkong tersebut.

"Tentu kami akan tindaklanjuti dan bersurat ke Dinas Kesehatan Polewali Mandar sebab itu diproduksi di Kecamatan Tinambung. Kami juga akan bersurat ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Majene untuk meminta agar melakukan pengawasan terhadap suplai cumi-cumi yang dipasok ke Kabupaten Mamuju," ucapnya.

"Kami belum bisa memastikan apakah cumi-cumi mengandung formalin itu dicampur di Majene atau di Mamuju sebab hal itu masih akan kami bahas dalam rapat nanti," kara Netty.

Tim Terpadu Pengawas Bahan Berbahaya, kata dia, baru dibentuk setelah Balai POM melakukan audiensi dengan Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar.

Saat itu ia menyampaikan ke Gubernur Sulbar bahwa dalam rangka efektivitas penguatan obat dan makanan dengan mengacu ke implementasi Inpres Nomor 3 tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat Dan Makanan.

"Pak Gubernur langsung merespons dan sebagai langkah konkret hari ini kami melaksanakan kegiatan di pasar-pasar tradisional dan ini akan terus berlanjut pada setiap triwulan. Pada triwulan kedua nanti, kami akan mendatangi sekolah-sekolah kemudian kami akan menyosialisasikan kepada measyarakat agar cerdas mimilih bahan makanan yang aman," tuturnya.

"Kalau pengusahanya saja yang ditekan, tentu tidak akan efektif jika masyarakatnya tidak diedukasi. Sehingga melalui sosialisasi itu kami harapkan masyarakat bisa mengetahui bahan makanan yang aman sehingga walaupun banyak makanan yang mengandung bahan berbahaya tetapi jika masyarakatnya sudah cerdas, tentu pengusahanya akan jera," jelas Netty.
 

Pewarta : Amirullah
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024