Siapa nyana hanya karena menceritakan sekilas buku "Ghost Fleet A Novel of The Next World War" (Armada Hantu Sebuah Novel Perang Dunia Berikutnya) karya PW Singer dan August Cole, pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi polemik di kalangan elit negeri ini.

 Inti novel itu adalah menceritakan perang masa depan antara AS dengan China dan Rusia yang disebut-sebut sebagai Perang Dunia III. Perang dingin yang terjadi sejak usai Perang Dunia II lalu pada masa mendatang menjadi perang panas (hot war) tidak hanya di belahan bumi tetapi juga perang di luar angkasa (outer space) dan perang di ruang siber yang terus berlanjut.

 China dan Rusia disebutkan menyerbu masuk ke Hawaii untuk melumpuhkan AS dan AS mengerahkan armada kapal-kapal siluman atau hantu yang menyerang balik.

 Novel yang diterbitkan oleh Eamon Dolan Books, Houghton Mifflin Harcourt, New York, AS, tahun 2015 ini menjadi bahan kajian berbagai kalangan.  "Studies in Intelligence" edisi 60 misalnya pernah mengulas novel ini pada Maret 2016. Banyak penulis yang membedah novel yang ditulis oleh dua ahli di bidangnya masing-masing ini.

 Peter Warren Singer merupakan Doktor alumnus Universitas Harvard yang dikenal sebagai ilmuwan politik dan intelijen internasional dan bekerja di berbagai institusi termasuk Departemen Pertahanan AS. Sementara August Cole yang seorang penulis analis masa depan (author futurist analyst), yang merupakan alumnus pascasarjana Ilmu Administrasi Publik dari John F. Kennedy School of Government di Universitas Harvard.  Ia bekerja pada lembaga kajian Atlantic Council untuk "Scowcroft Center for Strategy and Security". Pada 2007 hingga 2010, August bekerja sebagai wartawan industri pertahanan pada harian terkemuka "The Wall Street Journal".

 Apa yang dikutip Prabowo dari novel perdana karya duet penulis itu, memang mengerikan layaknya hantu siluman yang menakutkan, lantaran Republik Indonesia pada novel itu disebutkan tidak akan ada lagi pada tahun 2030. Tahun 2030 itu, kan, sudah di depan mata, tinggal selusin tahun lagi dari 2018 ini, dan menjalani masa menuju 2030 adalah bak selemparan batu. Amat singkat.

 Sementara para pendiri bangsa di negeri ini dalam perjalanan Republik Indonesia sejak 1945 hingga mencapai usia 73 tahun pada tahun ini, masih amat lekat dengan semangat "Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Harga Mati". Seluruh anak bangsa pasti menjaga dan merawatnya selama-lamanya sampai kiamat. Betapa tidak, Republik ini berdiri dari perang panjang melawan penjajah Belanda dan Jepang yang begitu banyak mengorbankan nyawa putra-putri bangsa serta harta benda dan kucuran darah di tanah Ibu Pertiwi. Republik Indonesia meraih kemerdekaan melalui perjuangan tanpa henti.

 Semenjak bangsa ini berdiri pun telah mengalami serangkaian konflik dan pemberontakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa tetapi NKRI tetap utuh tegak berdiri.  Memang pada 19 Oktober 1999, provinsi Timor Timur terlepas dari NKRI setelah berintegrasi sejak 17 Juli 1976 lantaran konflik berkepanjangan hingga memunculkan campur tangan internasional melalui organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyelenggarakan referendum yang memberikan pilihan kepada rakyat Timor Timur untuk tetap berintegrasi dalam wadah NKRI atau membentuk negara sendiri.  Mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk menentukan nasib mereka sendiri dan tidak lagi menjadi bagian dari NKRI.

 Konflik-konflik yang mengancam disintegrasi bangsa seperti di Aceh sejak pemberlakuan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) oleh rezim Orde Baru tahun 1989, dapat diselesaikan secara damai pada 2005 setelah bertahun-tahun terlibat perang saudara antara TNI/Polri dengan sebagian rakyat Aceh yang mendirikan Gerakan Aceh Merdeka.   Pemerintahan di Aceh dengan otonomi khusus dapat berjalan dengan baik bahkan dengan pemberlakukan Syariat Islam yang rakyat Aceh kehendaki sebagai wilayah berjulukan Serambi Mekkah. Isu-isu Papua Merdeka, Republik Maluku Selatan (RMS), bahkan Negara Islam, juga dapat diselesaikan dengan baik.

 Perang Asimetris

Indonesia kini sedang menghadapi ancaman perang asimetris yang dilancarkan oleh pihak-pihak asing untuk menghancurkan nasionalisme dan ideologi bangsa.   Perang asimetris dengan senjata teknologi informasi dan telekomunikasi berdampak lebih luas dan bisa menyerang masuk dalam relung-relung kehidupan bermasyarakat serta bernegara baik itu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial maupun budaya serta pertahanan.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudi saat membuka "Cyber Defence Competition" atau Kompetisi Pertahanan Siber  (CDC) di Yogyakarta pada 11 Mei 2015 telah mengingatkan bahwa kunci keberhasilan dalam perang asimetris adalah keunggulan teknologi informasi dan komunikasi.   Dengan perangkat yang unggul dan ketersediaan SDM yang andal dan berkualitas, Indonesia diharapkan mampu menangani berbagai ancaman yang berdimensi siber.

Dalam pandangan Menhan, sejak lama negara tidak lagi menjadi aktor peperangan atau pertempuran. Yang kemudian berkembang adalah peperangan (walau tidak dideklarasikan resmi) antara negara melawan aktor nonnegara alias gerakan dan jaringan.  Inilah yang lalu melahirkan konsep baru perang, perang asimetris, di mana pihak-pihak yang berhadapan tidak dalam posisi sebanding dalam berbagai aspeknya.

Begitu pula ketika Menhan membuka Pekan Bela Negara Pertahanan Siber Nusantara Tahun 2016 di Pusdatin Kemhan, Jakarta, pada 30 November 2016 bahwa Indonesia harus memiliki kesiapan dalam mengantisipasi dan menghadapi terjadinya perang asimetris.  Perang asimetris dapat terjadi setiap saat, baik itu pada masa damai maupun pada masa perang.   Terjadi serangannya pun tidak perlu adanya pernyataan perang terlebih dahulu, kata Ryamizard.

Di masa mendatang perang asimetris lebih mungkin berpeluang terjadi dibanding perang konvensional yang mengandalkan kekuatan pasukan dan persenjataan militer. Dampak kehancuran perang asimetris juga tidak kalah dengan kehancuran perang konvensional.  Perang asimetris dengan senjata teknologi informasi dan telekomunikasi berdampak lebih luas dan bisa menyerang masuk dalam relung-relung kehidupan bermasyarakat serta bernegara baik itu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial maupun budaya serta pertahanan.

Konflik energi

Perang di banyak negara Timur Tengah (Arab Spring) bila dicermati lebih banyak dipicu oleh perebutan energi dan minyak dari berbagai negara.   Bahkan ketika Panglima TNI masih dijabat oleh Gatot Nurmantyo dalam banyak kesempatan berbicara di berbagai forum, dia memetakan 70 persen konflik di dunia disebabkan perebutan sumber energi dan minyak, bahkan akan terus terjadi hingga hasil minyak dan energi sudah habis.

Perebutan energi dan minyak, tidak harus negara yang berkepentingan terjun langsung ke lapangan. Biasanya negara yang berkepentingan justru memakai warga setempat dengan mengadu-domba dan agitasi. Setelah energi minyak diperkirakan habis pada tahun 2056, maka akan terjadi krisis pangan dan krisis air. Negara-negara lain akan mengincar energi pangan, air yang dimiliki negara yang berada di dalam ekuator. Negara-negara di luar ekuator yang berjumlah sekitar 9,8 miliar orang akan mengincar negara-negara di dalam ekuator, seperti negara ASEAN, Kolombia, Meksiko dan lainnya untuk mengincar energi pangan dan air yang dimilikinya.

Indonesia merupakan negeri yang amat kaya dengan sumber daya alamnya. Bukan mustahil bakal menjadi incaran bagi negara-negara lain. Terbukti Belanda menjajah Indonesia lantaran kekayaan sumber daya alam yang dimiliki negeri ini.  Presiden Jokowi saat membuka Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) pada 6 Februari 2018 juga telah menyebutkan sejumlah negara yang alamnya kaya raya, termasuk kaya tambang, minyak dan gas justru didera kemiskinan bahkan konflik dan perang saudara.

Kepala Negara mengingatkan untuk berhati-hati, bahkan sumber daya alam seringkali justru memanjakan dan membuat kita malas, mengalahkan daya juang kita, membuat kita lengah dan tidak mendorong kita semuanya untuk berinovasi dan berkreasi, ini juga hati-hati, karena sekali di negara kita Indonesia dianugerahi oleh sumber daya alam yang melimpah. Oleh karena itu Indonesia juga membutuhkan SDM yang unggul dan kuat.

Waspada terhadap berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI juga merupakan keniscayaan. Mari menjaga NKRI dengan berbagai kegiatan bela negara. Dengan pertahanan rakyat semesta membuat negeri ini berjaya dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.  Jangan sampai ada yang mengganggu kedaulatan NKRI.


Pewarta : Budi Setiawanto
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025