Makassar (Antaranews Sulsel) - Seorang jurnalis media siber IniKata.com bernama Andis diduga mengalami perlakuan kekerasan dan pemukulan oleh oknum aparat Brimob Polda Sulsel saat pembubaran aksi mengatasnamakan Aliansi Rakyat Makassar Cinta Demokrasi di kantor DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.

Aksi awalnya berlangsung kondusif dan dijaga ketat aparat keamanan di kantor dewan setempat. Namun usai penyampaian aspirasi, sejumlah demonstran bersiap meninggalkan kantor dewan menuju kantor KPU Makassar untuk menyuarakan protes.

Namun diduga salah satu oknum pengawal anggota dewan Rudianto Lallo yang dilantik menjadi Wakil Ketua DPRD Makassar, terlibat saling ejek hingga peserta aksi terprovokasi dan kembali masuk ke dalam kantor sambil memanjat pagar kantor dewan setempat.

Hal ini kemudian memancing reaksi aparat Brimob Polda Sulsel yang berjaga-jaga di lantai dua kantor DPRD Makassar, untuk mengamankan karena peserta mencari oknum tersebut bahkan akan merusak inventaris kantor.

Disaat kericuhan terjadi, oknum aparat yang tersulut emosi secara membabi buta memukuli demonstran bahkan wartawan dan Satpol PP juga terkena imbas dari pembubaran aksi itu.

"Saya sudah bilang wartawan, wartawan tapi tetap saja ditarik, dicekik bahkan dipukul pakai kayu dan dibanting dari tangga sampai saya jatuh dan celana saya robek, siku juga luka," ucap Andis saat memberikan keterangan resmi usai mendapat perlakuan kekerasan tersebut.

Menurut dia, saat kericuhan berlangsung dirinya berada dilantai dua meliput aksi tersebut yang berujung kericuhan. Kejadiannya begitu cepat bahkan banyak wartawan mengabadikan insiden pemukulan itu.

"Saya dari awal meliput disini karena posting di DPRD Makassar, polisi mungkin tidak tahu kami wartawan lalu membabi buta memukul untuk membubarkan demonstran," bebernya.

Terkait perlakuan kekerasan itu, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan tempat bekerja untuk melakukan upaya hukum atas kejadian yang dialaminya.

Sejumlah jurnalis saat kejadian itu sempat mengabadikan gambar perlakuan kekerasan terhadap wartawan, yang memang pada saat itu keadaan sudah tidak terkendali.

"Polisi saat itu tidak peduli mau dia wartawan, demonstran tetap dibubarkan, korban jelas-jelas ditarik dari tangga sampai jatuh ke lantai, banyak anak-anak jurnalis foto dan rekam gambarnya," ujar Yudi salah seorang rekan korban.

Sebelumnya, perwakilan demonstran yang menuntut proses hukum 13 legislator yang diduga menggunakan fasilitas negara berkampanye telah diterima Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Makassar.

Para pendukung pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) menuntut para legislator itu yang mendukung pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) di berikan sanksi serta diproses hukum.

Para legislator ini mengatasnamakan Gerakan Aksi Fraksi (GAS) pada 19 Maret lalu melakukan konfrensi pers di kantor DPRD Makassar secara terbuka sehingga dilaporkan ke Panwaslu dan Gamkundu.

Belakangan BK dan Gakumdu tidak melanjutkan kasus ini karena dianggap tidak memenuhi unsur pelanggaran disebabkan tidak menggunakan angararan negara yang tertuang dalam Peraturan KPU nomor 4 tahun 2017 tentang aturan kampanye.

Perwakilan BK melalui Iqbal Djalil saat menerima aspirasu sepakat dengan tawaran perwakilan demonstran Yusuf Gonco beserta Nasran Mone dan perwakilan lainnya diberikan waktu 3x24 jam untuk melakukan pertemuan khusus sekaitan dengan persoalan tersebut.

Bahkan pria disapa Ije ini sempat menemui demonstran dan berjanji akan menggelar pertemuan dengan perwakilan demonstran dalam waktu dekat untuk mencari jalan keluar dari persoalan.

"Insya allah persoalan ini kita akan selesaikan, mari kita hadapi masalah ini dengan kepala dingin, mari menjaga kota dengan aman dan kondusif, boleh beda pilihan tapi otak tetap tenang," harapnya.

Dalam aksi itu demonstran juga membakar replika jeruji penjara sebagai bentuk lemahnya penegakan hukum serta terjadinya kemerosotan demokrasi di Makassar, Sulsel. Budi Suyanto

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024