Dalam pedoman peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyebutkan bahwa tema peringatan tahun ini adalah "Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan".

Tema ini dapat diartikan bahwa pendidikan adalah proses panjang penguatan peserta didik sehingga menjadi sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang diharapkan dapat berkontribusi dalam memajukan kebudayaan.

Kebudayaan yang dimaksud tentunya bukan hanya seni tari dan pertunjukan, namun semua hasil budi (akal) dan daya (upaya) manusia, termasuk bahasa, agama, bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam Renstra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI 2014-2019 dinyatakan bahwa daya saing (GCI, Global Competitivness Index) Indonesia masih berada di posisi 38, sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih berada di posisi 124 dari 185 negara.

Keduanya menunjukkan perlunya penguatan berbagai aspek pendidikan secara berkelanjutan, karena pendidikanlah yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mengatasi masalah ini, terutama melalui penguatan siswa sebagai calon manusia masa depan.

Sesungguhnya banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa untuk berprestasi. Salah satu yang paling mendasar dan sering luput dari perhatian umum adalah aspek gizi dan kesehatannya.

Data Riskesdas 2013 menunjukkan sekitar sepertiga penduduk Indonesia usia sekolah dasar masih mengalami masalah gizi, seperti stunting (pendek), memiliki berat badan yang tidak sesuai terhadap usianya, mengalami kekurangan asupan energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium dan seng.

Angka ini diperkirakan mirip jika diterapkan pada siswa sekolah dasar, artinya mereka mengalami nasib yang sama dengan populasi anak sebaya mereka. Mudah dimengerti jika mereka sulit menjadi aktif secara fisik, apalagi berprestasi secara akademik. Tanpa penanganan serius, kesehatan dan prestasi mereka akan menjadi korban.

Dampaknya, tujuan pembangunan manusia yang sehat berprestasi sulit dicapai, bahkan di masa depan dapat menimbulkan beban perekonomian karena turunnya produktivitas bangsa. Alih alih berkontribusi, mereka justru potensial menjadi ancaman bagi bonus demografi di Indonesia.

Penanganan masalah ini menjadi tugas yang tidak ringan bagi dunia pendidikan dan sektor terkait karena untuk menjadikan mereka murid yang sehat dan kreatif perlu penanganan bersama yang memadai dan komprehensif.

Di sinilah perlunya ditegakkan standar kesehatan dan kecukupan gizi sebelum siswa mengikuti proses pembelajaran. Tanpa tindakan ini, akan selalu bermunculan kasus siswa yang lemah dan kurang berprestasi.

Akibatnya, keluaran dan dampak pendidikan, yakni SDM berkualitas tidak tercapai seperti yang direncanakan.

Penguatan pendidikan sebagai upaya mendongkrak daya saing dan kualitas SDM sebagaimana tertulis dalam Nawa Cita Kabinet Kerja Nomor 6 (meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional) akhirnya sulit diwujudkan.

Dalam jangka panjang kemajuan kebudayaanpun akan terus tertinggal oleh negara-negara tetangga.

Siapakah yang paling bertanggung jawab memberikan layanan kesehatan bagi siswa sekolah selain keluarga dan masyarakat? Program UKS/M (Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah) merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Pemerintah dalam upaya perbaikan taraf kesehatan siswa di sekolah. 

UKS/M memiliki dasar hukum yang kuat dengan adanya keputusan bersama empat kementerian, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2014.

UKS/M bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis peserta didik. Selain UKS, sejak Tahun 2016 diluncurkan Program Gizi Anak Sekolah (ProGAS). 

Program yang mengedepankan budaya sarapan bergizi, hidup bersih dan pemanfaatan sumber daya lokal ini diterapkan seiring dengan ditemuinya berbagai masalah gizi di sekolah, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).

Sejalan dengan rencana kerja pemerintah dan prioritas nasional dalam percepatan penurunan stunting serta peta kerawanan pangan, pada Tahun 2018 ProGAS dilaksanakan di 100 kabupaten/kota dengan proporsi stunting tertinggi yang diprioritaskan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diketuai oleh Wapres.

"Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition" (SEAMEO RECFON) sebagai pusat kajian pangan dan gizi di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang berlokasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta, memiliki peran sangat strategis dalam membantu mengatasi masalah kesehatan dan gizi di sekolah.

Melalui salah satu program utamanya yaitu "Nutrition Goes to School" (NGTS) atau Gizi untuk Prestasi telah dilaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan gizi serta pendampingan bagi guru-guru sekolah, pengelolaan kantin sehat sekolah, dan pengembangan kebun gizi sekolah.

Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran bagi tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah untuk mengatasi masalah gizi dan kesehatan siswa.

Selain memiliki wilayah binaan di beberapa kabupaten/kota, SEAMEO RECFON juga berperan dalam pengembangan sistem monitoring dan evaluasi ProGAS bersama Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Dengan memanfaatkan jaringan kemitraan yang luas bersama kementerian terkait dan organisasi regional-internasional serta lembaga donor, SEAMEO RECFON terus melaksanakan misi pendidikan, diseminasi informasi dan pengabdian masyarakat untuk meningkatkan kapasitas SDM di bidang pangan dan gizi.

Sebagai institusi yang berada di bawah Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bersama unit utama terkait di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, SEAMEO RECFON turut bertanggung jawab dalam mengatasi masalah gizi di sekolah.

Bekerja sama dengan pemerintah daerah, khususnya dinas kesehatan, dinas pendidikan, politeknik kesehatan dan universitas lokal, SEAMEO RECFON bahu-membahu memperkuat pendidikan melalui peningkatan gizi dan kesehatan sekolah sehingga diharapkan para siswa menjadi sehat dan berprestasi.

Siswa adalah subjek yang sangat penting bagi generasi masa depan bangsa. Inilah saatnya semua upaya pembangunan pendidikan harus dilihat dampaknya terhadap perbaikan siswa.

Apakah semua siswa sudah memiliki kecukupan gizi dan kebugaran yang memadai sebelum mereka mengikuti proses pembelajaran? Apakah masih ada hambatan gizi dan kesehatan yang dialami sehingga menghambat siswa untuk berprestasi?

Penguatan pendidikan harus betul-betul menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut jika Indonesia menghendaki semua siswa menjadi manusia andal yang sehat dan produktif.

 Pembangunan dan penguatan pendidikan hanya akan berhasil mendongkrak daya saing dan indeks pembangunan manusia jika di semua wilayah Indonesia semua siswa selalu memperoleh layanan gizi dan kesehatan yang memadai sebagai modal untuk berprestasi.

Ke sanalah penguatan pendidikan yang diharapkan dapat memajukan kebudayaan bangsa ini sebaiknya diarahkan. Kalau tidak, janji bonus demografi akan tetap tinggal janji, selamanya.

*) Penulis adalah Deputi Direktur Divisi Administrasi di "Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition" (SEAMEO RECFON), yang sebelumnya menjalankan masa baktinya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.


Pewarta : Agus Haryanto PhD *)
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024