Agar jangan sampai yang sebenarnya masih mampu membayar juga mendapat keringanan kredit yang sama dengan yang terdampak parah dari wabah COVID-19 ini
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta agar masyarakat yang menjadi sasaran program keringanan kredit dari pemerintah pusat akibat terdampak wabah Virus Corona baru atau COVID-19, didata secara akurat.

Hal tersebut dikemukakan Kepala Biro Ekonomi dan Kerja sama Setda Provinsi NTT, Yusuf Lery Rupidara, di Kupang, Sabtu, berkaitan dengan adanya program keringanan kredit bagi masyarakat yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

“Pemerintah Provinsi NTT sangat menyambut baik kebijakan Bapak Presiden ini, namun kami meminta agar penerima manfaat didata secara akurat oleh lembaga jasa keuangan masing-masing,” katanya.

Baca juga: Presiden pastikan ada relaksasi kredit bagi UMKM terdampak COVID-19

Pihaknya telah mengetahui adanya kebijakan keringanan kredit dari pemerintah pusat yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Dampak COVID-19.

Yusuf mengatakan penerima manfaat program keringanan kredit akibat wabah COVID-19 perlu diidentifikasikan oleh lembaga jasa keuangan apakah nasabah atau debitur mereka masuk dalam kriteria yang terkendala dampak COVID-19 baik skala kecil, sedang, dan besar.

Kriteria ini, lanjut dia, yang perlu diidentifikasi secara akurat oleh setiap lembaga jasa keuangan baik perbankan maupun non-perbankan di daerah, agar kebijakan ini tepat sasaran membantu masyarakat yang kesulitan membayar kreditnya.

“Agar jangan sampai yang sebenarnya masih mampu membayar juga mendapat keringanan kredit yang sama dengan yang terdampak parah dari wabah COVID-19 ini,” katanya.

Baca juga: Pemerintah perlu segera terbitkan juknis relaksasi penundaan cicilan

Yusif mengatakan pemerintah provinsi juga berharap agar program keringanan kredit ini disosialisasikan secara detail kepada masyarakat selaku nasabah atau debitur.

Hal ini penting untuk mencegah ada kesalahpahaman masyarakat terhadap kebijakan, mengingat adanya anggapan yang beredar di masyarakat bahwa kewajiban membayar kredit dihapus selama satu tahun.

“Untuk itu lembaga jasa keuangan perlu memberikan edukasi yang memadai kepada masyarakat soal kebijakan, untuk menyamakan persepsi karena sama-sama saling membutuhkan,” katanya.

Baca juga: Bank Mandiri terapkan kebijakan penundaan cicilan kredit UMKM dan ojol

Baca juga: BNI siapkan kebijakan restrukturisasi kredit usaha terdampak COVID-19


Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020