Jakarta (ANTARA) - Hari masih gelap, saat Chairulloh (45) mengeluarkan sepeda motor dari rumahnya yang berada di kawasan Ulujami, Pesanggarahan, Jakarta Selatan. Jam dinding masih menunjukkan pukul 03.00 pagi saat Chairulloh seorang diri memacu kendaraan roda duanya menuju Pasar Kebayoran Lama.

Tepat di jok belakang, terdapat keranjang yang digunakan untuk membawa barang yang dibelinya di pasar itu. Dinginnya udara dini hari itu, merasuk ke kulitnya meskipun telah dibungkus dengan jaket yang melindungi tubuhnya. Tak lupa, ia mengenakan masker kain yang menutupi hidung dan mulutnya.

Sesampai di pasar, dengan sigap ia langsung membeli sayur-mayur, telor, ikan basah, telor, tahu, tempe, dan kebutuhan pokok lainnya. Menjelang azan Subuh, kegiatan belanja itu selesai dilakukan. Setelah menunaikan Shalat Subuh, ia pun menggantung satu per satu barang belanjaannya tersebut di tembok yang berada di lapangan yang berada tak jauh dari rumahnya.

Menjelang pagi, satu per satu masyarakat datang untuk mengambil sayur-mayur yang diberikan secara gratis itu. Masing-masing hanya diperbolehkan mengambil maksimal dua bungkus bahan makanan tersebut. Tak hanya warga sekitar Gang Kramat yang datang, tetapi juga warga dari daerah lainnya, bahkan tukang ojek maupun tukang jamu yang lewat ikut mengambil.

Di tembok itu pula tertulis "Taro Sodaqohmu, Ambil Sodaqoh Ini, Ingat Saudaramu yang Lain dan Ambil Secukupnya". Tulisan itu mengingatkan masyarakat untuk tidak serakah dalam mengambil bahan makanan.

Saban Jumat, rutinitas itu dilakukannya. Chairullah yang sehari-hari bekerja sebagai tukang gali kubur di Pemakaman Wakaf Ulujami itu rela merogoh kocek sebesar Rp500.000 untuk membeli sayur mayur dan bahan pokok lainnya.

Kegiatan berbagi tersebut sudah dilakukan sejak Juli 2020. Program itu bermula dari keprihatinannya dengan warga sekitar tempat tinggalnya yang kesusahan akibat pandemi COVID-19. Ia pun berinisiatif untuk menggagas program Jumat berbagi tersebut.

Pada mulanya, ia menyisihkan uang sebesar Rp300.000 per minggunya untuk belanja sayuran. Namun melihat tingginya antusias masyarakat dengan program tersebut, ia berusaha meningkatkan jumlah sayuran yang dibelinya.

"Awalnya istri sempat tidak setuju dengan rencana saya ini. Tapi lambat laun, akhirnya mengerti, memperbolehkan saya melakukan kegiatan berbagi ini," kata Chairulloh yang berperawakan sedang itu.

Ketidaksetujuan istrinya itu beralasan karena sebagai penggali kubur dan perawat makam, Chairullah tidak memiliki gaji tetap. Pendapatannya hanya berasal dari apa yang diberikan oleh ahli waris atas jasanya merawat makam. Tidak semua ahli waris memberikannya. Terkadang ia mendapat Rp50.000 per bulan untuk setiap makam yang dirawatnya, terkadang juga ada ahli waris yang menunggak.

Namun, ia percaya selalu ada jalan pada setiap niat baik. Buktinya, program tersebut terus berjalan meskipun pendapatannya tidak tetap. Kegiatan yang dilakukannya tersebut diapresiasi warga sekitar. Kini, setelah lima bulan berjalan, warga yang mampu turut ikut menyumbang sayur-mayur.

"Meski punya rezeki pas-pasan, apa salahnya berbagi. Saya mulai pada Juli lalu, berawal keprihatinan dengan kondisi teman-teman yang terpuruk akibat pandemi. Apalagi teman-teman yang ngontrak itu, yang mana harus bayar kontrakan, banyak kena PHK, dari situ saya berpikir apa salahnya berbagi," ujar dia.

Chairulloh berupaya agar kegiatan tersebut tidak memiliki maksud lain. Sebisa mungkin, ia tidak menerima dana tunai dan meminta donatur untuk membeli sendiri sayur-saturan dan kebutuhan pokok, dan meletakkannya di tempat yang disediakan.

"Saya pun sengaja tidak mengajukan proposal ke instansi. Saya lebih pada gerakan hati pada sesama," kata laki-laki yang memiliki tiga anak itu.

Ia sendiri mengaku kaget karena program itu dapat terus berlanjut. Padahal secara teoritis dengan pendapatan yang tak menentu, hal itu sulit untuk terwujud. Chairullah mengatakan bahwa itu semua berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dibuktikan dengan dirinya yang tak pernah mengalami kekurangan.

Dia berharap melalui kegiatannya tersebut dapat berbagi kebahagiaan dengan sesama serta menginspirasi masyarakat untuk turut peduli dan berbagi pada sesama. Menurutnya tak perlu banyak, sedikit tapi berlangsung secara terus-menerus. Saat ini, ia juga menggagas kuliner sedekah yang menggratiskan makanan untuk kaum fakir miskin.


Keterlibatan semua pihak

Tak hanya Chairulloh yang ikut terlibat dalam membantu masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19, perusahaan jasa pengiriman PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) atau #jne pun ikut terlibat dalam membantu sesama.

Presiden Direktur JNE M Feriadi Soeprapto mengatakan pihaknya terlibat dalam penanganan COVID-19 dengan menggratiskan pengiriman penanganan COVID-19.

Hingga saat ini, kurang lebih 100 ton kiriman yang sudah dikirimkan ke 865 rumah sakit, 450 puskesmas, 1.135 lembaga dan perorangan di seluruh Indonesia. Jumlah itu masih terus berjalan hingga saat ini.

Feriadi menjelaskan dalam menjalankan bisnis, pihaknya memiliki tagline "Connecting Happiness" atau #connectinghappiness yang berarti mengantarkan kebahagiaan. Maknanya tidak hanya tentang pengiriman paket, namun dalam berbagai aspek di setiap kehidupan masyarakat. Hal itu sesuai dengan fokus utama perusahaan, yakni SDM, infrastruktur, teknologi informasi dan lingkungan sekitar.

Selama 30 tahun melayani masyarakat Indonesia di bidang jasa pengiriman ekspres dan logistik dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan lingkungan sekitar.

"Kami bersyukur dapat turut berkolaborasi dengan berbagai lembaga, instansi dan start up, di antaranya adalah Ruang Guru memberikan internet dan komputer gratis untuk anak yatim piatu yang sedang belajar di masa pandemi serta menggandeng BAZNAS untuk mendonasikan 1.000 Alquran ke berbagai daerah di Indonesia dan langkah manfaat lainnya," ujar dia.

Tak hanya itu, banyak kegiatan lainnya yang bertujuan untuk membantu sesama, mulai dengan menggratiskan ongkos kirim untuk membantu UMKM, wakaf Alquran, donasi yatim piatu, dan lainnya. Sebagai perusahaan jasa pengiriman terdepan, pihaknya menjalankan perusahaan dengan nilai-nilai spiritual, seperti kebiasaan memberi, menyantuni dan menyayangi kepada anak yatim, fakir miskin, tuna netra, janda tidak mampu dan kaum dhuafa lainnya.

"Maka diharapkan dari doa dan dukungan mereka menjadikan keberkahan perusahaan yang berumur 30 tahun itu atau #jne30tahun. Sehingga tagline 'Bahagia Bersama' atau #30tahunbahagiabersama dapat bermakna mengantarkan kebahagiaan ke seluruh Indonesia dan memberikan manfaat terhadap bangsa maupun negara," kata Feriadi, berharap.

Tak ayal, perusahaan anak bangsa tersebut mendapatkan penghargaan sebagai perusahaan dengan CSR Terbaik oleh BAZNAS dari Badan Amil Zakat Nasional  dalam acara BAZNAS Award 2020. Tahun ini merupakan kedua kalinya JNE meraih penghargaan tersebut.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020