penanganan di lapangan seperti pembersihan pohon-pohon tumbang
Kupang (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara, masih terus mendata dampak kerusakan akibat bencana badai siklon tropis Seroja yang melanda wilayah itu.

"Berapa rumah yang terdampak, korban jiwa, dan berbagai kerusakan lain masih belum kami pastikan karena masih terus kami data," kata Kepala Pelaksana BPBD Sabu Raijua Javid Ndu Ufi ketika dihubungi dari Kupang, Kamis.

Ia mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan seputar dampak kerusakan akibat badai siklon tropis Seroja yang melanda Kabupaten Sabu Raijua.

Javid mengatakan dari pantauan langsung dampak badai Seroja memang mengakibatkan banyak kerusakan seperti atap rumah warga yang rusak diterjang angin, bakhan ada pula rumah yang roboh.

Di sisi lain banyak pohon-pohon besar yang tumbang dan menimpa baik rumah warga maupun fasilitas umum serta infrastruktur penting lain.

Dampak kerusakan ini terjadi secara merata semua wilayah yaitu lima kecamatan di Pulau Sabu dan satu kecamatan di Pulau Raijua.

Baca juga: Kapolri kirim sembako dan dapur lapangan ke NTT

Baca juga: Helikopter dioptimalkan salurkan bantuan ke tempat terisolir di NTT


"Semua ini masih kami data melalui koordinasi berjenjang di kecamatan hingga desa/kelurahan. Kami sudah kirim format data ke grup desa tangguh dan masing-masing sementara mendata sehingga nanti dikirim untuk direkap di kecamatan dan dilanjutkan ke posko bencana BPBD," katanya.

Proses pendataan, lanjut dia juga dibantu petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang sudah tiba di Sabu Raijua menggunakan helikopter.

Ia mengatakan sementara untuk jumlah korban meninggal dari laporan sementara sebanyak dua orang akibat terseret arus kali maupun tenggelam di laut. Namun belum ada laporan korban meninggal khusus akibat badai siklon tropis Seroja.

Javid menambahkan kendala di lapangan yang dihadapi yakni kondisi listrik yang belum beroperasi hingga saat ini sejak padam total pada 4 April sehingga jaringan telekomunikasi pun masih sulit diakses.

"Karena itu memang butuh waktu untuk kita data secara lengkap, sambil kita juga melakukan penanganan di lapangan seperti pembersihan pohon-pohon yang tumbang maupun puing-puing bangunan," katanya.

Baca juga: Toa dan lonceng andalan warga Adonara untuk peringatan dini bencana

Baca juga: Pemerintah tidak bangun huntara di NTT untuk cegah penularan COVID-19

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021