Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengingatkan petani Bali dalam memproduksi berbagai komoditas pertanian haruslah mengacu hasil survei pasar agar produk yang dihasilkan terserap dengan baik.

"Namun, petani kita sering memulainya dari memproduksi, tanpa melihat pasarnya, apakah diperlukan atau tidak? Jangan sampai kita bekerja keras, tetapi tidak menghasilkan," katanya di Denpasar, Selasa (20/7).

Saat penyerapan aspirasi virtual bertajuk "Pemasaran Produk Pertanian" dengan narasumber komunitas Bangga Jadi Petani (Bajatani) Bali, dia melihat seringkali generasi muda engganmenjadi petani karena masih dipandang sebagai profesi yang kotor dan susah untuk membuat sejahtera.

Padahal, di tengah pandemi COVID-19 saat ini, sektor pertanian yang masih tetap tumbuh dan turut menyelamatkan ekonomi Bali dari kontraksi yang lebih dalam lagi.

Oleh karena itu, mantan Gubernur Bali dua periode tersebut, mengingatkan warga bahwa terjun ke usaha pertanian bukan hanya sebatas menanam atau produksi, namun juga menyangkut pascapanen, distribusi, pengemasan, hingga bagaimana barang sampai konsumen.

"Jadi, ada faktor harga, siapa yang disasar, bagaimana barang sampai ke konsumen serta apa apresiasi konsumen menjadi kunci di bisnis ini. Ini yang disebut 'marketing mix'," ucap anggota Komite 2 DPD itu.

Di sisi lain, menurut Pastika, basis data penting dalam pertanian.

"Jangan sampai kita surplus malah impor akibat tak didukung data yang valid. Seperti halnya Indonesia yang belakangan ini surplus beras hingga tujuh juta ton, justru harus mengimpor beras lagi sehingga berdampak merugikan petani dan menguras devisa," katanya.

Baca juga: Anggota DPD dorong komunitas eco enzyme libatkan lebih banyak ilmuwan

Ia mengatakan pertanian harus dijalankan secara profesional dan menjadi primadona, sehingga tidak terus dipandang sebagai sektor terbelakang.

"Sebaliknya harus menjadi yang terdepan, sebab orang perlu makan (hasil pertanian, red.)," ujarnya.

Mantan Kapolda Bali itu menambahkan karena begitu strategis dan pentingnya sektor pertanian sehingga pemerintah melalui Kementerian Pertanian juga mengadakan pelatihan sejuta petani milenial.

Di samping itu, Kementerian Pertanian tahun ini mengembangkan 1.655 UPPO (Unit Pengolahan Pupuk Organik), namun sampai sekarang baru terealisasi 350 unit.

"Jadi kalau Bali mau organik, kita harus banyak punya unit itu dan apalagi ini dibiayai Kementerian," katanya.

Ketua Baja Tani Bali I Nyoman Herianta berharap Mangku Pastika bisa menjembatani kepentingan petani, baik permodalan termasuk informasi di pusat yang bisa meningkatkan SDM dan sektor pertanian di Bali.

"Petani kita misalnya sudah bisa memproduksi pupuk organik. Namun terkendala perizinan sehingga pemasarannya terbatas. Selain itu, potensi pertanian di Bali masih besar, bahkan banyak lahan belum tergarap," ucapnya.

Baca juga: Anggota DPD dorong Bali jemput bola soal penyesuaian UU Cipta Kerja

Sekretaris Baja Tani Bali Ngurah Adnyana mengatakan pengembangan pertanian masih terkendala basis data untuk memetakan potensi di setiap wilayah sehingga bisa diketahui keunggulannya.

Perwakilan kelompok usaha tani dari Kabupaten Jembrana juga mengaku terkendala modal untuk bisa menampung produk petani dalam jumlah besar untuk ekspor.

Atas sejumlah masukan tersebut, Pastika menyatakan akan berupaya maksimal membantu akses modal petani melalui Jamkrida Bali Mandara.

"Coba ajukan pinjaman ke bank, nanti ada Jamkrida yang bisa memfasilitasi dengan bank jika memang ada kendala terkait agunan," katanya.
Baca juga: Anggota DPD apresiasi konservasi satwa langka oleh Bali Zoo
Baca juga: Anggota DPD: Rumah Kompos Desa Adat Padangtegal-Ubud patut jadi contoh
Baca juga: Anggota DPD: Pertanian organik di Bali hadapi berbagai tantangan
Perwakilan komunitas Bajatani dalam saat menyampaikan aspirasi secara virtual di Denpasar, Senin (19/7/2021). ANTARA/Rhisma.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021