Semarang (ANTARA News) - Pakar kelautan Institut Pertanian Bogor, Profesor Tridoyo Kusumastanto menilai kebijakan yang mengatur tata ruang dan wilayah darat dan laut selama ini cenderung tidak sinkron.

"Seharusnya, pengaturan tata ruang antara darat dan laut harus saling terintegrasi, terkoordinasi, dan tidak terpisah," katanya usai penyelenggaraan "Indonesian Delta Forum" di Semarang, Kamis.

Menurut dia, kebijakan yang mengatur tata ruang darat dan laut saling memengaruhi, jika tidak terkoordinasi akan menyebabkan dampak-dampak merugikan, seperti abrasi, penurunan muka tanah, dan sebagainya.

Ia mengatakan, selama ini pemerintah daerah cenderung menerapkan kebijakan yang berbeda terkait tata ruang darat dan laut, misalnya terkait manajemen air dari hulu ke hilir atau daerah aliran sungai (DAS).

Kebijakan manajemen air di hulu, kata dia, tentunya berkaitan dengan dampak-dampak yang diakibatkan di wilayah hilir, karena itu segala pertimbangan harus dilakukan sebelum dilakukan pembangunan.

"Contoh kecil, kebijakan di DAS mengatur pengembangan budi daya mutiara (kerang, red.), namun pemerintah daerah justru menyetujui pembangunan pabrik logam di daerah hulu. Ini kan tidak sinkron," katanya.

Selain itu, ia menilai kebijakan tata ruang wilayah delta kawasan pesisir sering tak mempertimbangkan beberapa faktor penting, antara daya dukung lingkungan, jumlah penduduk, dan aktivitas ekonomi.

"Akibatnya, terjadi kerusakan akibat tidak sebandingnya antara daya dukung lingkungan dan pengembangan di kawasan itu," kata Tridoyo yang juga Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB tersebut.

Pakar kelautan Universitas Diponegoro, Prof. Ambariyanto mengungkapkan hal senada, bahwa pengembangan wilayah delta selama ini masih berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak mengatasi permasalahan secara optimal.

"Ada yang hanya fokus mengembangkan ekosistem mangrove, ada yang fokus pada upaya lain. Semuanya berjalan sendiri-sendiri sehingga belum ada pemikiran terkait kawasan delta secara menyeluruh," katanya.

Padahal, katanya, hal tersebut tidak menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kawasan delta, seperti abrasi, penurunan muka tanah, dan sebagainya, termasuk dampak dari terjadinya perubahan iklim.

"Indonesia memiliki banyak kawasan delta yang terus berkembang, seperti Kota Semarang dan Jakarta. Kalau tidak ada kesepahaman maka berbagai permasalahan akan muncul dan meluas," katanya.

Karena itu, katanya, diselenggarakan kegiatan "Indonesian Delta Forum" yang diprakarsai berbagai pihak, seperti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Undip, dan sejumlah lembaga terkait.

"Kegiatan ini merupakan upaya mempertemukan kalangan ilmuwan, birokrasi, dan swasta terkait berbagai permasalahan yang terjadi di kawasan delta dan sebagai persiapan penyelenggaraan `Indonesian Delta Summit 2011`," kata Ambariyanto. (ZLS/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010