New York (ANTARA News) - Orang yang berpartisipasi dalam kegiatan yang menyita energi kemungkinan mengalami stroke "diam" yang lebih sedikit.  Stroke diam adalah jenis stroke yang meskipun tanpa gejala, membuat korban menghadapi risiko lebih untuk mengalami gangguan lain di masa depan.

Secara khusus, orang dewasa yang paling aktif berolahraga --setara dengan berenang atau bersepeda lebih dari sekali dalam seminggu-- menghadapi 40 persen kemungkinan terserang stroke tanpa gejala itu, demikian penyusun laporan penelitian Joshua Willey dari Universitas Columbia.

Meskipun stroke ini tidak memiliki gejala, orang yang menderitanya menghadapi risiko gangguan kesehatan yang lebih besar di masa depan. Risiko itu dapat berupa gangguan saat berjalan atau gangguan fungsi mental, serta stroke khusus lainnya.

Tetapi penelitian yang dipublikasikan di jurnal Neurology itu tidak bisa membuktikan apakah aktivitas fisik benar-benar bisa mencegah stroke. Willey mengingatkan, dengan mencatat bahwa orang yang terlibat dalam kegiatan seperti itu bisa memiliki kebiasaan lain yang dapat menurunkan risiko tersebut.

"Kami tahu bila olah raga ringan sampai sedang akan membantu dengan banyak kondisi lain, dan kami tidak mau hasil penelitian kami mematahkan semangat pasien dalam berolah raga," kata Willey kepada Reuters Health.

"Sedikit lebih baik ketimbang sama sekali tidak ada. Dan, tampaknya, lebih banyak lebih baik."

Orang yang kurang berolah raga fisik, seperti kurang sering melakukan kegiatan yang penuh semangat, atau olah raga berdampak rendah seperti golf atau boling, tidak lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami stroke diam -- yang digambarkan Willey sebagai agak mengejutkan.

Penelitian yang dilakukan Willey dan timnya di Columbia dan Universitas Miami itu mewawancarai lebih dari 1.200 orang berusia 55 tahun ke atas dan mereka yang di atas mereka yang tidak memiliki gejala stroke dan sudah terlibat dalam penelitian risiko stroke pada kegiatan fisik.

Mereka kemudian menjalani pemindaian otak untuk memeriksa gegar otak atau kerusakan jaringan yang disebabkan penyumbatan arteri yang memasok jaringan itu.

Di antara para partisipan 16 persen mengalami gangguan otak diam. Hanya mereka yang aktif beraktivitaslah yang risiko terkena gejalanya lebih sedikit. Usia rata-rata partisipan saat menjalani pindai otak adalah 70 tahun.

Willey mengatakan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa hanya mereka yang berolah raga ringan atau berat yang tampak bisa menangkal stroke. Dia juga mencatat hanya 36 persen dari peserta  yang berolah raga ringan, yang justru kurang terlihat dampaknya.

Kegiatan fisik tidak memiliki hubungan dengan risiko terjadinya otak diam yang disebut white matter hyperintensities (WMHs), yang dikaitkan dengan gangguan-gangguan berikutnya seperti demensia dan gangguan berjalan, juga stroke tertentu. Penyebabnya belum jelas.

Willey mencatat bahwa dia dan koleganya hanya mengukur kegiatan fisik dengan menanyai orang mengenai apa yang mereka lakukan dalam dua minggu, sedangkan pemindaian otak dilakukan beberapa tahun setelah wawancara dilakuan yang akhirnya mempengaruhi hasil penelitian.

Mereka berencana melihat hubungan antara pemindaian otak dengan olah raga yang dilakukan orang yang melaporkan aktivitas mereka setiap tahun. (*)

Nenny

Penerjemah:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011