Wilayah yang berkontribusi terbesar itu ada di Kalimantan Utara,
Jakarta (ANTARA) - Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) telah melakukan registrasi 1.119 peta wilayah adat mencakup lahan seluas 20,7 juta hektare dan baru sekitar 3,1 juta hektare di antaranya telah mendapatkan pengakuan penetapan sebagai wilayah adat oleh pemerintah daerah.

Menurut Kepala BRWA Kasmita Widodo dalam konferensi pers virtual diikuti dari Jakarta, Selasa, jumlah 20,7 juta hektare itu memperlihatkan kenaikan sekitar 3,1 juta hektare dibandingkan pada data dari Maret 2022 yaitu 17,6 juta hektare.

"Kalau kita lihat dari data yang terbaru ada kenaikan seluas 3,1 juta hektare proses registrasi. Dari catatan kami wilayah yang berkontribusi terbesar itu ada di Kalimantan Utara," jelasnya.

Wilayah adat di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara menyumbang penambahan 2,1 juta hektare yang teregistrasi di lembaga swadaya masyarakat itu, disusul Kabupaten Jayapura di Papua dengan luas 0,9 juta hektare dan sisanya berasal dari wilayah lain.

Dia menjelaskan bahwa dari total 20,7 juta hektare itu, sebesar 3,1 juta hektare telah memperoleh pengakuan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan Surat Keputusan kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota.

Baca juga: BRWA: Dukungan para pihak perlu demi percepatan pengakuan wilayah adat

Baca juga: Menjaga hutan dan laut di wilayah petuanan raja Fakfak-Kaimana


Sedangkan yang belum memperoleh penetapan pengakuan wilayah adat berada di kisaran 17,7 juta hektare, menurut data BRWA.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) capaian penetapan hutan adat sebagai salah satu skema perhutanan sosial sampai dengan 1 Agustus 2022 telah dilakukan untuk lahan seluas 74.703 hektare. Terdapat pula lahan seluas 1.092.341 hektare yang masuk dalam indikatif hutan adat.

Terkait proses percepatan penetapan wilayah adat, Kasmita mengatakan perlunya dukungan dan komitmen dari para pemangku kepentingan untuk mewujudkannya. Secara khusus dia menyoroti pentingnya kelembagaan di daerah yang secara khusus dibekali dengan anggaran memadai untuk melakukan identifikasi dan verifikasi keberadaan masyarakat adat di wilayahnya.

"Kelembagaan ini yang sebenarnya bertanggung jawab untuk melakukan proses identifikasi, verifikasi maupun suatu rekomendasi untuk kepala daerah melakukan penetapan pengakuan," katanya.

Untuk itu, dia mendorong peran pemangku kepentingan terutama pemerintah daerah untuk melakukan percepatan pengakuan wilayah adat.

Baca juga: KSP pastikan kawal rancangan Perpres Percepatan Perhutanan Sosial

Baca juga: Masyarakat adat perjuangkan penyelamatan hutan di Tamblingan-Bali

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022