Jarak Indonesia dengan Taiwan tidak menjadi penghalang bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk tetap bisa menimba ilmu agama. Dengan kemajuan teknologi, para TKI yang ada di Taiwan bisa memperoleh tausyiah dari sini,
Sleman (ANTARA News) - Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qodir di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, KH Masrur Ahmad setiap Jumat rutin memberikan ceramah kepada tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Taiwan melalui "teleconference".

"Jarak Indonesia dengan Taiwan tidak menjadi penghalang bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk tetap bisa menimba ilmu agama. Dengan kemajuan teknologi, para TKI yang ada di Taiwan bisa memperoleh tausyiah dari sini," kata Masrur Ahmad di Sleman, Sabtu.

Menurut dia, para TKI di Taiwan yang tergabung dalam Majelis Talim Darul Hikmah sejak satu bulan ini rutin melakukan "teleconference" dengan Pondok Pesantren Al Qodir.

"Sudah satu bulan ini kegiatan pengajian jarak jauh itu berlangsung. Model pengajiannya menggunakan semacam `teleconference`. Saya berbicara lewat telepon sambungan internasional. Oleh para TKI dan TKW di Taiwan, bisa didengarkan seluruh anggota Majelis Talim yang memiliki telepon selular yang sudah diset dengan sistem tertentu," paparnya.

Ia mengatakan, pengajian rutin jarak jauh dengan audien Majelis Talim Darul Hikmah TKI di Taiwan itu pertama kali digelar pada Jumat 28 Desember 2012. Kegiatan ceramah jarak jauh itu dilakukan setiap hari Jumat mulai pukul 08.00 hingga pukul 10.00 WIB.

"Meski ceramah jarak jauh, bukan berarti model pengajiannya satu arah, sebab jamaah Majelis Talim Darul Hikmah juga bisa mengajukan pertanyaan. Sehingga ada model tanya jawab dalam setiap pengajian yang dilakukan," tuturnya.

Masrur mengatakan, tema pengajian selalu berbeda pada setiap kalinya, tetapi dalam sesi tanya jawab, pertanyaan yang diajukan seringkali keluar dari tema yang sedang disampaikan.

"Namun umumnya, mereka bertanya tentang persoalan yang mereka hadapi setiap harinya di sana. Umumnya para TKI dan TKW kita yang bekerja di sana, majikannya non-Muslim. Pertanyaan yang diajukan biasanya tentang bagaimana caranya agar mereka tetap shalat, puasa atau melakukan ibadah lain dengan tetap mereka bisa bekerja. Sebab masing-masing majikan mempunyai pandangan yang berbeda-beda," ujarnya.

Ia mengatakan, selain itu, pertanyaan yang tidak kalah seringnya adalah mengenai persoalan keluarga mereka yang ditinggal di Tanah Air.

"Mereka bertanya bagaimana menjaga agar keluarga tetap harmonis, menjaga keutuhan keluarga dan saling percaya meski mereka dipisahkan dengan jarak yang sangat jauh," tukasnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Talim Darul Hikmah yang juga salah satu pengurus organisasi TKI di Taiwan, Ita Suprihatin berkunjung ke Ponpes Al Qodir di Sleman, Yogyakarta.

Ita Suprihatin didampingi pengasuh majelis talim tersebut, KH Nuruddin. Ita menyatakan keinginan para TKI dan TKW di Taiwan untuk tetap bisa memperdalam ilmu agama dengan ulama yang ada di Tanah Air.

Menurut Ita, jumlah TKI dan TKW di Taiwan sebenarnya mencapai ribuan, tetapi yang menjadi anggota majelis talim saat ini masih tercatat sebanyak 670 orang. Kepada seluruh anggota majelis talim yang sudah mempunyai telepon genggam, pesawatnya sudah diformat untuk bisa mendengarkan pengajian secara langsung dan bersamaan.

"Sehingga, ketika Kiai Masrur menyampaikan materi ceramah, bisa langsung didengarkan oleh seluruh anggota. Dan mereka bisa mengajukan pertanyaan kepada Pak Kiai," paparnya.

(V001/C004)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013