Semarang (ANTARA News) - Pemerintah menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pemberlakuan aturan mengenai kewenangan Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah, namun akan tetap berupaya menyederhanakan pengurusan perizinan investasi dan usaha.

"Kita juga sangat menghargai apa yang diputuskan MK tapi apa pun kita memerlukan sebuah penyederhanaan perizinan, percepatan perizinan dalam rangka investasi sehingga akan memperbaiki pertumbuhan ekonomi di negara kita," kata Presiden Joko Widodo usai meninjau ruas tol Bawen-Salatiga di jembatan Tuntang, Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu.

Pada Rabu (4/4) MK mengabulkan permohonan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan kawan-kawan mengenai pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

MK mengabulkan permohonan pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4). Pasal 251 ayat 1 UU Pemda menyatakan: Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri.

"Kita ini ingin menyederhanakan, ingin menghapus, ingin menghilangkan hambatan-hambatan dalam perizinan dan investasi baik pusat maupun daerah karena kita harus sadar bahwa kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawab saya dari pusat sampai daerah itu semua harus diselesaikan," kata Presiden.

Presiden tidak menjabarkan secara rinci usaha pemerintah dalam menangani peraturan-peraturan daerah yang bermasalah namun meyakinkan bahwa penyederhanaan itu akan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Ya akan terus kita lakukan, terus, yang paling penting kita tetap melihat payung hukum yang ada, tidak boleh berhenti tapi kita harus menghormati hasil MK tadi," katanya.

Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa peraturan daerah merupakan produk hukum yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif, yakni pemerintah daerah dan DPRD.

Pembatalan produk hukum berupa peraturan di bawah undang-undang itu bisa dibatalkan melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Agung.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017