Makassar (Antaranews Sulsel) - PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) mendukung konektivitas di Indonesia Timur untuk melancarkan pasokan komoditas nasional dan kebutuhan pasar mancanegara.

"Dengan upaya itu diharapkan terjadi penurunan harga barang kebutuhan akibat kelancaran suplai sejumlah komoditas di wilayah ini," kata Director Facilities and Corporation PT Pelindo IV (Persero) Farid Padang di Makassar, Kamis.

Ia mengatakan kesuksesan ekspor langsung komoditas unggulan dari beberapa daerah di Indonesia Timur juga menjadi tolok ukur bahwa BUMN Kepelabuhanan ini memang fokus dan serius dalam upaya membangun konektivitas di wilayah timur Indonesia.

Begitu pula mega proyek yang juga menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang pembangunannya sudah dikerjakan sejak 2015 yakni Makassar New Port (MNP) yang akan menjadi pelabuhan utama menopang konektivitas dari wilayah-wilayah di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Khusus proyek MNP ini, lanjut Farid, ditargetkan rampung pada Oktober 2018 untuk proyek A1 dan rencana akan diresmikan oleh RI 1.

"Progres MNP proyek A1 dengan luas 320 meter x 27 meter kini sudah mencapai 67,61 persen, sehingga kami yakin Insya Allah dapat rampung pada Oktober tahun ini.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pelindo IV, Doso Agung mengatakan sejak akhir 2015, pihaknya sudah berupaya membangun konektivitas di Indonesia Timur dengan melakukan direct call dan direct export ke luar negeri bekerjasama dengan perusahaan pelayaran internasional asal Hongkong, SITC.

Kedua kegiatan tersebut (direct call dan direct export) hingga kini intens dilakukan Perseroan dari beberapa pelabuhan besar di KTI, di antaranya Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Ambon, Pelabuhan Balikpapan dan Pelabuhan Jayapura.

"Semua itu merupakan upaya Pelindo IV yang dilakukan untuk meningkatkan konektivitas domestik dan menekan disparitas harga, yang sebelumnya begitu tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia,? kata Doso Agung.

Dia mengatakan, selama ini cukup banyak bukti konektivitas di Indonesia Timur berhasil, terutama dalam menekan disparitas harga barang kebutuhan dan membuat Sulawesi Selatan pernah mengalami deflasi, tepatnya pada Ramadan dan jelang Lebaran Idul Fitri 2017 lalu.

Menurut dia, konektivitas sangat erat hubungannya dengan pengendalian harga komoditas di Indonesia Timur. Musababnya, terbangunnya konektivitas via laut, otomatis membuat suplai sejumlah komoditas ke wilayah ini lebih terbuka. Alhasil, disparitas harga antara timur dan barat perlahan menyusut, disusul dengan harga barang di tingkat konsumen yang juga menurun.

?Muaranya yakni menggairahkan kembali daya beli masyarakat,? sebut Doso sembari memberikan contoh harga semen di Wamena, Papua yang semula Rp500.000 per sak, kini bisa dinikmati konsumen dengan harga Rp300.000 per sak atau mengalami penurunan harga sebesar 40 persen.

Begitu juga dengan harga beras di Sorong yang semula Rp13.000 per kg, kini tinggal Rp10.500 per kg atau turun harga sebesar 20 persen.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024