Jakarta (Antaranews Sulsel) - Perkembangan peluru kendali Korea yang makin meningkat mungkin merupakan ancaman militer yang paling jelas dan segera dihadapi Jepang.

Namun, perencana pertahanan di Tokyo lebih fokus pada musuh yang jauh lebih besar dan lebih menantang, yang telah mempersiapkan diri untuk proyeksi bertahun-tahun mendatang.

Tiongkok telah meningkatkan pembelanjaan militer dan berupaya mendominasi Laut Cina Selatan, arus perdagangan Jepang dengan pasar-pasar utamanya, termasuk di Eropa dan Timur Tengah, mengalir melalui wilayah tersebut.

Sekarang para ahli militer Jepang khawatir Beijing mungkin berada di ambang pintu untuk membuka akses ke Pasifik melalui rangkaian kepulauan Jepang, yang telah menjadi pemicu pengaruh militer Tiongkok selama beberapa dasawarsa.

Tokyo melihat bahwa pergerakan kapal perang dan pesawat tempur Tiongkok yang melalui Kepulauan Okinawa sebagai sebuah ancaman terhadap jalur laut yang penting. Bagi Tiongkok, akses itu adalah bagian dari usahanya agar menjadi negara adikuasa global.

Untuk saat ini, mungkin kapabilitas kedua negara sepadan. Namun, Jepang pun akan kewalahan jika Tiongkok terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan, kata Nozomu Yoshitomi, profesor dan pengamat Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF) di Nihon Daigaku, Tokyo.

 
Ambisi Tiongkok

Selain memiliki militer terbesar kedua di Asia, Jepang juga masih dibela oleh pasukan Amerika Serikat yang telah menggunakan negara itu sebagai pangkalan utamanya di Asia sejak akhir Perang Dunia II. Di bawah perjanjian keamanan, Washington wajib membantu Tokyo jika wilayahnya diserang.

Tiongkok pada dasarnya menetapkan kendali "de facto" atas Laut Cina Selatan, dan Laut Cina Timur menjadi yang berikutnya. Dalam situasi seperti ini, kehadiran militer AS justru mengalami kemunduran di Pasifik Barat selama 1 dasawarsa.

Beijing meningkatkan belanja militer untuk membangun pasukan tempur kelas dunia pada tahun 2050 dengan peralatan canggih, termasuk jet tempur siluman. Berdasarkan laporan media pemerintah lokal disebutkan bahwa Ibu Kota Republik Rakyat Tiongkok itu berencana membangun kapal induk bertenaga nuklir.

Pada tahun 2018, Beijing, berencana membelanjakan lebih dari Rp2.400 triliun untuk angkatan bersenjatanya, atau lebih dari tiga kali lipat pembelanjaan Jepang.

Angka tersebut juga sekitar sepertiga dari pengeluaran AS sebagai negara dengan militer terkuat di dunia, termasuk 30.000 marinir di Okinawa dan gugus tempur kapal induk yang berbasis di dekat Tokyo.

Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera dalam pernyataannya yang dikutip dari Reuters mengatakan bahwa aktivitas Tiongkok di perairan dekat Jepang telah meluas dan berkembang cepat.

Bahkan, Tiongkok juga diduga sedang membangun kapasitas untuk bisa beroperasi di lautan yang jauh dan hal tersebut dapat dilihat dengan akuisisi kapal induk pertama Tiongkok dan pembangunan yang kedua.

Tiongkok mengatakan bahwa militernya bertujuan sebagai alat pertahanan dan memiliki niat damai di kawasan.

Sementara itu, pengeluaran pertahanan Jepang selama 5 tahun terakhir telah meningkat hanya 1 persen per tahun. Kemungkinan akan tetap sama selama rencana 5 tahun berikutnya karena pengeluaran negara untuk bidang kesehatan dan kesejahteraan pada populasi mereka yang menua menjadi prioritas, kata seorang pejabat pertahanan pemerintah.

Pembiayaan di bidang militer ini diakui oleh salah seorang pejabat pemerintahan Jepang. Mereka lebih baik bertahan cukup lama karena yakin ancaman dari Tiongkok akan surut akibat perselisihan internal mereka, masalah ekonomi, atau faktor lain yang mengharuskan mereka mundur.

Untuk menahan Beijing sementara waktu, Tokyo membutuhkan persenjataan canggih dan amunisi baru yang mampu menyerang sasaran lebih jauh, kata sumber-sumber dengan pengetahuan tentang rencana tersebut.

Tinjauan pertahanan Jepang, yang kemungkinan akan dirilis pada bulan Desember, mengusulkan pembentukan markas komando gabungan pertama untuk mengoordinasikan kekuatan udara, darat, dan laut, serta memperkuat kerja sama dengan Washington.

Alutsista baru, termasuk kapal amfibi bersama dengan pesawat tanpa awak untuk memantau aktivitas Tiongkok maupun menargetkan rudal fase jelajah.

Militer Jepang akan mendapatkan rudal udara dan darat baru yang dapat mencapai sasaran kapal permukaan dan darat pada jarak yang lebih luas. Tinjauan ini juga menyebutkan pesanan baru untuk jet tempur siluman terbaru F-35 buatan Lockheed Martin Corp., termasuk versi dengan kemampuan lepas landas dan pendaratan vertikal (VTOL).

Kemampuan tersebut hanya dimiliki F-35B, berbeda dengan F-35A pesanan Jepang sebelumnya yang memiliki kemampuan lepas landas dan pendaratan konvensional.

Tinjauan itu akan memaparkan rencana untuk melatih lebih banyak Pasukan Bela Diri Darat (GSDF) dalam taktik pertempuran laut dan penyebaran mereka yang lebih luas ke Okinawa. Unit GSDF di sana akan berkembang dari satu batalion menjadi kekuatan divisi.

   
Tekanan Tiongkok

Namun, sebelum Tokyo merumuskan rencana tersebut, Beijing sudah menguji pertahanan Jepang.

Dalam sebuah manuver armadanya, kapal selam Tiongkok diketahui memasuki perairan yang bersebelahan dengan pulau-pulau sengketa di Laut Cina Timur yang diklaim sebagai Senkaku di Jepang dan Diaoyu menurut pengakuan Tiongkok.

Aksi yang terjadi pada bulan Januari itu dibalas dengan protes dari Jepang dan menyebutnya sebagai eskalasi yang serius.

Tindakan itu diikuti dengan serangkaian penerbangan jarak jauh dengan jangkauan jarak yang lebih luas oleh pesawat pengebom dan jet tempur Angkatan Udara Tiongkok.

Tiongkok dapat menguji kesiapan dan tanggapan pasukan Jepang untuk lebih memahami pertahanannya, dan seiring waktu juga untuk terlibat pada masa damai, kata Toshi Yoshihara, pakar di Pusat Kajian Strategis dan Anggaran di Washington.

Jika operasi militer Tiongkok makin rutin, hal itu berarti mereka "memaksa" Jepang untuk menerima kehadiran dan perkembangan militer Tiongkok sebagai fakta kehidupan.

Tokyo paling tercengang ketika enam pesawat pengebom Xian H-6 terbang melalui celah selebar 290 km di rantai pulau Jepang antara Okinawa dan Miyakojima pada bulan November 2017. Pesawat ini dikawal oleh pesawat peperangan elektronik TU-154 dan pesawat pengawas Y-8.

Seorang pejabat pertahanan senior mengatakan bahwa latihan itu mirip seperti latihan paket serangan di Guam, pangkalan militer utama AS lainnya.

Lazimnya Tiongkok yang enggan memberikan perincian pada setiap aktivitas patroli armadanya, Kementerian Pertahanan Tiongkok pun tidak menanggapi permintaan untuk komentar atas latihan tersebut.

Kecepatan perkembangan Tiongkok juga diakui pejabat dan pengamat militer Jepang lebih cepat dari perkiraan. Dia menilai lingkungan keamanan Jepang belum pernah sekeras ini sejak Perang Dunia II.        

Pewarta : Roy Rosa Bachtiar
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024