Makassar (Antaranews Sulsel) - Sebanyak 10 mantan camat yang diberhentikan diduga secara sepihak oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto berencana mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.

"Kami menilai pemberhentian ini tidak sesuai prosedur dan cacat administrasi. Kami anggap ini sarat akan kepentingan politik. Dengan ini kami siap menempuh jalur hukum di PTUN," ujar Juru Bicara perwakilan camat, Hasan Sulaiman kepada wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Menurutnya, dalam Surat Keputusan pemberhentian itu disebutkan terindikasi dan patut diduga camat ikut berpolitik praktis pada Pilkada Wali Kota Makassar adalah sebuah kesalahan sebab tidak ada pembuktian mengenai praktik ikut berpolitik.

Selain itu, pihaknya mengaku ditelanjangi saat rapat bersama Lurah dan SKPD diminta pengakuan pemberian komitmen fee 30 persen kepada Wali Kota, namun saat itu, kata dia, semua camat membantah secara terbuka tidak pernah memberikan itu.

Bahkan saat rapat koordinasi perdana setelah Wali Kota mencabut cutinya, kejadian itu diduga direkam tim suksesnya lalu disebar untuk ditonton semua orang melalui media sosial, sehingga terkesan para camat dihakimi.

"Kami merasa dideskriditkan saat itu, opini yang dibangun tentu sangat merugikan kami seperti dianggap tidak mampu mengurus pengelolaan keuangan, pengurangan honor petugas kebersihan dan Satpol PP, bisa dibuktikan kami tidak pernah melakukan itu," beber mantan Camat Tamalate ini.

Sementara perwakilan mantan camat lainnya, Hamri Haiya mengemukakan, kala itu Wali Kota meminta semua camat membuat surat pernyataan bahwa tidak pernah memberikan komitmen fee, bahkan diperintahkan membuat surat pengunduran diri, namun hanya lima camat menandatangani surat tersebut.

"Kami sepuluh orang tidak menandatangani dan membuat surat pernyataan itu, karena kami sudah di BAP penyidik Polda. Tentu bertentangan apa yang kami sampaikan dan dilakukan. Akhirnya kami semua diberhentikan dengan alasan tidak netral dan mendukung kandidat lain," beber mantan Camat Rappocini itu.

Kalaupun dituding tidak netral sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), lanjutnya, tentu akan diperiksa inspektorat serta Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) bila memang terindikasi ikut berpolitik, tetapi faktanya pemeriksaan itu tidak pernah ada.

Meski tim lima yang dibentuk Pejabat Gubernur Sulsel Soni Sumarsono ditugaskan melakukan investigasi terkait dengan persoalan itu dan diduga melabrak aturan, seluruh mantan camat ini tetap berharap ada keadilan yang mereka dapatkan.

Penasehat hukum para mantan camat ini, Syahrir cakkari menegaskan akan melakukan upaya-upaya hukum sesuai permintaan kliennya termasuk akan menyusun dokumen gugatan bila diperlukan untuk diajukan ke PTUN Makassar.

"Sebagai penasehat hukum, saya tentu menyusun langkah-langkah gugatan sembari menunggu rekomendasi tim lima yanh ditugaskan pejabat gubernur, sejauh ini sejumlah mantan camat sudah diminta keterangannya," tambahnya.

Sebelumnya, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto telah mencopot 10 camat dan karena terindikasi diduga kuat ikut berpolitik mendukung pasangan Munafri Arifuddin-Rachmatika Desi (Appi-Cicu) berdasarkan informasi yang dihimpun tim. Sedangkan lima camat lainnya telah mengundurkan diri.

Usai dikukuhkan menjabat kembali oleh Pejabat Gubernur Sulsel pada (4/6) lalu, setelah mengakhiri masa cutinya yang dipercepat, karena gagal menjadi kontestan petahana, Ramdhan Pomanto langsung menggelar rapat koordinasi terbuka bersama camat, lurah dan pejabat SKPD di balai kota.

Saat itulah, pria disapa akrab Danny Pomanto ini berupaya meluruskan dengan meminta klarifikasi terkait kominten fee 30 persen itu kepada seluruh camat, tetapi semua camat membantah itu.

Dirinya merasa difitnah akibat isu tersebut sampai harus berurusan dengan Polda Sulsel, karena dituding melakukan korupsi hingga menjadi perkara hukum menjerat dirinya.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024