Makassar (Antaranews Sulsel) - Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Juni 2018 tercatat 4,414 persen (yoy) atau tetap terkendali dan dibawah inflasi bulan Mei 2018 yakni 4,17 persen.
"Tekanan inflasi tahunan Sulsel menurun dibandingkan Bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan tekanan inflasi tahunan kelompok harga bahan makanan dan administrasi," kata Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPw BI) Sulsel Amanlison Sembiring di Makassar, Selasa.
Sementara itu kelompok core meningkat dari 2,87 persen (yoy) pada Mei 2018) menjadi 3,17 persen (yoy) pada Juni 2018 yang didorong oleh kenaikan komoditas mie dan baju kaos berkerah.
Sementara tekanan inflasi Sulsel pada Juni 2018 (Idul fitri 2018) tercatat terendah dibandingkan periode Idul Fitri dalam tiga tahun terakhir. Inflasi Sulsel pada Juni 2018 tercatat sebesar 0,94 persen (mtm) atau lebih tinggi daripada Nasional yang hanya 0,59 persen (mtm).
Namun apabila dibandingkan dengan inflasi pada Idul Fitri tiga bulan terakhir masih lebih yakni 1,07 persen (mtm). Pencapain inflasi tersebut tidak terlepas dari inflasi bahan makanan dan volatile foods yang lebih terkendali serta relatif terkendalinya komoditas seperti bandeng, telur ayam ras, cabai merah, beras dan bawang merah yang pada periode Iidul Fitri tahun sebelumnya menjadi penyumbang inflasi.
Menurut Amanlison, hal tersebut sejalan dengan semakin kuatnya koordinasi, komitmen dan sinergi antara pemangku kepentingan dalam wadah TPID serta keterlibatan tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa dan instansi terkait lainnya dalam pengendalian inflasi.
Di samping itu, antisipasi lebih dini yang telah dilakukan dan pasokan yang terjaga menyebabkan inflasi periode idul fitri 2018 lebih rendah daripada periode sebelumnya.
Secara spasial, inflasi tertinggi di Sulsel terjadi di Palopo (1,44 persen (mtm) diikuti Watampone 1,31 persen (mtm), Makassar 0,91 persen (mtm), Parepare 0,66 persen (mtm) dan Bulukumba 0,59 persen (mtm).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sulsel secara tahun kalender dan tahunan masing-masing sebesar 2,48 persen (ytd) dan 4,14 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,90 persen (ytd) dan 3,12 persen (yoy).
Sementara berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi Sulsel pada Juni 2018 terutama didorong oleh kenaikan Kelompok sandang tercatat 1,95 persen (mtm) dan kelompok bahan makanan 1,70 persen (mtm).
Adapun komoditas yang memberikan andil terbesar pada Juni 2018 yaitu komoditas daging ayam ras 0,088 persen (mtm), mie 0,061 persen (mtm), cabai rawit 0,050 persen (mtm), angkutan udara 0,04 persen (mtm) dan baju kaos berkerah (0,042 persen (mtm) disebabkan oleh peningkatan permintaan yang terjadi selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta kebiasaan masyarakat yang menggunakan pakaian baru pada saat idul fitri.
"Tekanan inflasi tahunan Sulsel menurun dibandingkan Bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan tekanan inflasi tahunan kelompok harga bahan makanan dan administrasi," kata Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPw BI) Sulsel Amanlison Sembiring di Makassar, Selasa.
Sementara itu kelompok core meningkat dari 2,87 persen (yoy) pada Mei 2018) menjadi 3,17 persen (yoy) pada Juni 2018 yang didorong oleh kenaikan komoditas mie dan baju kaos berkerah.
Sementara tekanan inflasi Sulsel pada Juni 2018 (Idul fitri 2018) tercatat terendah dibandingkan periode Idul Fitri dalam tiga tahun terakhir. Inflasi Sulsel pada Juni 2018 tercatat sebesar 0,94 persen (mtm) atau lebih tinggi daripada Nasional yang hanya 0,59 persen (mtm).
Namun apabila dibandingkan dengan inflasi pada Idul Fitri tiga bulan terakhir masih lebih yakni 1,07 persen (mtm). Pencapain inflasi tersebut tidak terlepas dari inflasi bahan makanan dan volatile foods yang lebih terkendali serta relatif terkendalinya komoditas seperti bandeng, telur ayam ras, cabai merah, beras dan bawang merah yang pada periode Iidul Fitri tahun sebelumnya menjadi penyumbang inflasi.
Menurut Amanlison, hal tersebut sejalan dengan semakin kuatnya koordinasi, komitmen dan sinergi antara pemangku kepentingan dalam wadah TPID serta keterlibatan tokoh masyarakat, pemuka agama, media massa dan instansi terkait lainnya dalam pengendalian inflasi.
Di samping itu, antisipasi lebih dini yang telah dilakukan dan pasokan yang terjaga menyebabkan inflasi periode idul fitri 2018 lebih rendah daripada periode sebelumnya.
Secara spasial, inflasi tertinggi di Sulsel terjadi di Palopo (1,44 persen (mtm) diikuti Watampone 1,31 persen (mtm), Makassar 0,91 persen (mtm), Parepare 0,66 persen (mtm) dan Bulukumba 0,59 persen (mtm).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sulsel secara tahun kalender dan tahunan masing-masing sebesar 2,48 persen (ytd) dan 4,14 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,90 persen (ytd) dan 3,12 persen (yoy).
Sementara berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi Sulsel pada Juni 2018 terutama didorong oleh kenaikan Kelompok sandang tercatat 1,95 persen (mtm) dan kelompok bahan makanan 1,70 persen (mtm).
Adapun komoditas yang memberikan andil terbesar pada Juni 2018 yaitu komoditas daging ayam ras 0,088 persen (mtm), mie 0,061 persen (mtm), cabai rawit 0,050 persen (mtm), angkutan udara 0,04 persen (mtm) dan baju kaos berkerah (0,042 persen (mtm) disebabkan oleh peningkatan permintaan yang terjadi selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta kebiasaan masyarakat yang menggunakan pakaian baru pada saat idul fitri.