Makassar (Antaranews Sulsel) - Peserta Siswa Mengenal Nusantara (SMN) asal Sumatera Barat (Sumbar) mengunjungi Benteng Somba Opu guna mempelajari sejarah peninggalan Raja Gowa ke-9 atau Kesultanan Gowa pada abad ke-16, Daeng Matanre Karaeng Manuntungi Tumapa`risi Kallonna di Jalan Daeng Tata Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

"Di masa pemerintahan Raja Gowa ke-9 Benteng Somba Opu masih dibangun dari tanah liat. Nanti di masa pemerintahan Raja Gowa ke-10, Tunipalangga Ulaweng, benteng ini diperkuat dengan mendirikan dewata atau bastion dari batu bata dan dipersenjatai meriam, " tutur pemadu, Desmin kepada peserta SMN di Museum Karaeng Pattingalloang Benteng Somba Opu, Kamis.

Untuk perbaikan pada konstruksi benteng, kata dia, tetap dilanjutkan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin hingga Sultan Hasanuddin memegang tampuk pemerintahan, Kerajaan Gowa terus berkembang pesat hingga menjadi kota niaga yang terbesar di Asia Tenggara.

Namun Benteng Somba Opu tidak bertahan lama dan pada tahun 1669 Compeni Belanda menghancurkan benteng itu setelah terjadi pertempuran sengit dengan Sultan Hasanuddin dalam perang Makassar. Kejatuhan Benteng Somba Opu sekaligus menjadi kehancuran imperium Kerajaan Gowa kala itu.

"Benteng ini kini menjadi kawasan wisata yang dikenal dengan taman miniatur Sulsel. Di kawasan ini dibangun rumah-rumah adat berbagai etnis yang ada di Sulsel," ucapnya.

Bangunan Benteng Somba Opu awalnya berbentuk empat persegi, satu sisi berukuran panjang 2 kilometer, dengan tinggi tembok 7-8 meter dan ketebalan dinding 12 kaki atau 360 meter, serta diperkuat empat bastion (selakah).

Sebelumnya, benteng tersebut pernah tertimbun selama tiga abad dan berhasil dilakukan eskavasi oleh Pemerintah Provinsi Sulsel bersama pihak kementerian terkait, selanjutnya diteliti untuk mengungkap sejarah Kerajaan Gowa dari masa lampau hingga saat ini.

Selain menjelaskan tentang sejarah Benteng Somba Opu, peserta SMN juga diberikan informasi tentang salah seorang tokoh yakni Karaeng Pattingalloang atau bernama asli Mangadacinna Daeng Sitaba.

Dia adalah putra Malingkang Daeng Manyonri bergelar Karaeng Katangka atau Sultan Abdullah atau Raja Tallo (Mangkubumi) Gowa-Tallo yang juga mempunyai peran besar terhadap perjuangan mengusir penjajah.

"Tetapi nama Karaeng Pattingalloang hanya tinggal nama, dan tidak diabadikan namanya menjadi nama perguruan tinggi atau nama jalan, padahal beliau adalah pahlawan sains dan teknologi, serta negarawan yang paling unggul di zamannya," ungkap dia.

Usai mengunjungi museum, peserta SMN juga mengelilingi lokasi Benteng Somba Opu sekaligus menyaksikan rumah-rumah adat 24 kabupaten kota di Sulsel.

Perwakilan peserta, Aidil mengatakan apa yang diperoleh hari ini adalah sebuah pelajaran yang berharga tentang sejarah kerajaan Gowa di Sulsel.

"Kami banyak mengetahui sejarah tentang kerajaan Gowa termasuk ragam budaya serta alat musik tradisional di museum tadi. Ada nilai sejarah yang harus dilestarikan, " ucapnya.

Sementara peserta lainnya, Raihan menuturkan keberagaman budaya dan adat istiadat di Sulsel sangat beragam. Selain itu, sejarah Benteng somba Opu oleh kerajaan Gowa disampaikan secara jelas.

"Kami senang bisa melihat langsung sejarah Sulsel di sini, dan kami mendapatkan banyak pelajaran dan nilai sejarah kerajaan Gowa serta melihat rumah adat masing-masing daerah di Sulsel," tambahnya.

Perwakilan PT Semen Indonesia, selaku pelaksana SMN di Sulsel, Sugeng mengatakan program ini adalah bagian dari kegiatan BUMN Hadir Untuk Negeri tahun 2018.

"Kami berharap kehadiran peserta SMN bisa membawa manfaat dan pengembangan wawasan siswa melalui program BUMN Hadir untuk Negeri ini," tambahnya.


Peserta SMN asal Sumatera Barat berfoto bersama usai mengunjungi Benteng Somba Opu Kabupaten Gowa, Kamis (16/8). (Foto ANTARA/Darwin Fatir/18)

 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024