Jakarta (Antaranews Sulsel) - Sebuah survei terhadap generasi milenial menunjukkan hampir separuh berdomisili di Jakarta lebih memilih menghuni tempat kos daripada harus tinggal di apartemen.
"Jumlahnya hasil survei kami sekitar 47,4 persen, kemudian sebanyak 47,1 persen berkeinginan untuk tinggal di apartemen, sedangkan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda di Jakarta, Rabu.
Ali mengatakan, berdasarkan survei beberapa lembaga diperkirakan penghasilan rata-rata kaum milenial berkisar Rp6-7 juta/ bulan. Artinya mereka masih dapat membeli properti dengan cicilan Rp2-2,5 juta per bulan atau seharga Rp200-300 jutaan.
Permasalahannya properti dengan harga tersebut sangat terbatas, apalagi di Jakarta. Alih-alih membeli properti jenis apartemen, sebagian dari mereka masih bertahan untuk tinggal di Jakarta di rumah kos-kosan.
Saat ini sebanyak 39,9 persen kaum milenial tinggal di kos/ apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp2juta/ bulan, sebesar 38,5 persen menyewa dengan harga Rp 2-3 juta/bulan, 21,6 persen menyewa dengan harga di atas Rp3 juta/bulan.
Minat kaum milenial untuk tinggal di apartemen, meskipun tidak jauh berbeda dengan minat mereka tinggal di kos-kosan, dalam perjalanannya diperkirakan sebagian besar kaum milenial akan tinggal di apartemen.
Meskipun ingin tinggal di apartemen bukan berarti mereka ingin membeli apartemen. Sebagian besar dari mereka atau sebesar 73 persen tidak berani untuk membeli properti jenis apartemen dan hanya berkeinginan untuk menyewa.
Hanya 7,5 persen yang ingin dan mampu membeli apartemen. Sedangkan selebihnya masih belum menentukan pilihannya.
Sebagian besar milenial menyebutkan luas unit apartemen tipe studio dengan luasan 9-18 meter persegi menjadi favorit bagi mereka untuk tinggal di apartemen. Sebesar 43,5 persen memilih unit-unit apartemen seluas 12-18 meter persegi dan sebesar 33,9 persen memilih unit-unit 9-12 meter.
Dengan luasan yang relatif kecil dibandingkan dengan pasokan apartemen saat ini, maka para pengembang properti sepertinya mulai harus mempertimbangkan faktor luas ini dengan strategi masing-masing, jelas Ali.
Ia mengatakan, survei menunjukkan kalangan milenial lebih nyaman bila dalam satu lantai tidak terlalu banyak unit, lebih kurang 4-10 unit per lantai. Bahkan fasilitas seperti ruang bersama menjadi pertimbangan bagi kaum milenial untuk berkumpul dan bersosialisasi.
Di tengah masyarakat yang individualistis, minat kaum milenial untuk bersosialisasi relatif masih cukup tinggi. Sebesar 42,6 persen menganggap ruang bersama harusnya ada di setiap apartemen.
Selain itu juga fasilitas seperti free wi-fi menjadi faktor terpenting yang diinginkan kaum milenial. Fasilitas ruang kerja bersama meskipun belum terlalu menjadi prioritas namun menjadi salah satu faktor penting dengan faktor pertimbangan yang dipilih kaum milenial sebesar 33,4 persen dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat.
Dengan melihat survei pasar milenial di atas, para pengembang dihadapkan pada sebuah langkah inovasi untuk dapat menyerap pasar ini dan tidak hanya sekedar membidik kaum milenial, namun tentunya harus disertai dengan preferensi yang benar dan pemahaman yang mendalam terhadap kaum milenial ini, ungkap Ali.(Editor: Risbiani Fardaniah)
"Jumlahnya hasil survei kami sekitar 47,4 persen, kemudian sebanyak 47,1 persen berkeinginan untuk tinggal di apartemen, sedangkan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda di Jakarta, Rabu.
Ali mengatakan, berdasarkan survei beberapa lembaga diperkirakan penghasilan rata-rata kaum milenial berkisar Rp6-7 juta/ bulan. Artinya mereka masih dapat membeli properti dengan cicilan Rp2-2,5 juta per bulan atau seharga Rp200-300 jutaan.
Permasalahannya properti dengan harga tersebut sangat terbatas, apalagi di Jakarta. Alih-alih membeli properti jenis apartemen, sebagian dari mereka masih bertahan untuk tinggal di Jakarta di rumah kos-kosan.
Saat ini sebanyak 39,9 persen kaum milenial tinggal di kos/ apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp2juta/ bulan, sebesar 38,5 persen menyewa dengan harga Rp 2-3 juta/bulan, 21,6 persen menyewa dengan harga di atas Rp3 juta/bulan.
Minat kaum milenial untuk tinggal di apartemen, meskipun tidak jauh berbeda dengan minat mereka tinggal di kos-kosan, dalam perjalanannya diperkirakan sebagian besar kaum milenial akan tinggal di apartemen.
Meskipun ingin tinggal di apartemen bukan berarti mereka ingin membeli apartemen. Sebagian besar dari mereka atau sebesar 73 persen tidak berani untuk membeli properti jenis apartemen dan hanya berkeinginan untuk menyewa.
Hanya 7,5 persen yang ingin dan mampu membeli apartemen. Sedangkan selebihnya masih belum menentukan pilihannya.
Sebagian besar milenial menyebutkan luas unit apartemen tipe studio dengan luasan 9-18 meter persegi menjadi favorit bagi mereka untuk tinggal di apartemen. Sebesar 43,5 persen memilih unit-unit apartemen seluas 12-18 meter persegi dan sebesar 33,9 persen memilih unit-unit 9-12 meter.
Dengan luasan yang relatif kecil dibandingkan dengan pasokan apartemen saat ini, maka para pengembang properti sepertinya mulai harus mempertimbangkan faktor luas ini dengan strategi masing-masing, jelas Ali.
Ia mengatakan, survei menunjukkan kalangan milenial lebih nyaman bila dalam satu lantai tidak terlalu banyak unit, lebih kurang 4-10 unit per lantai. Bahkan fasilitas seperti ruang bersama menjadi pertimbangan bagi kaum milenial untuk berkumpul dan bersosialisasi.
Di tengah masyarakat yang individualistis, minat kaum milenial untuk bersosialisasi relatif masih cukup tinggi. Sebesar 42,6 persen menganggap ruang bersama harusnya ada di setiap apartemen.
Selain itu juga fasilitas seperti free wi-fi menjadi faktor terpenting yang diinginkan kaum milenial. Fasilitas ruang kerja bersama meskipun belum terlalu menjadi prioritas namun menjadi salah satu faktor penting dengan faktor pertimbangan yang dipilih kaum milenial sebesar 33,4 persen dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat.
Dengan melihat survei pasar milenial di atas, para pengembang dihadapkan pada sebuah langkah inovasi untuk dapat menyerap pasar ini dan tidak hanya sekedar membidik kaum milenial, namun tentunya harus disertai dengan preferensi yang benar dan pemahaman yang mendalam terhadap kaum milenial ini, ungkap Ali.(Editor: Risbiani Fardaniah)