Makassar (Antaranews Sulsel) - Komisi B DPRD Provinsi Sulawesi Selatan mulai merancang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) inisiatif berkenaan dengan pengelolaan laut di daerah itu.

"Ini ranperda inisiatif dewan. Kami rancang terkait potensi perikanan dan kelautan di Sulsel. Jadi, disini kita melindungi semua potensi-potensi laut seperti mangrove dan nelayan juga kita lindungi betul-betul agar bisa menjaga biota laut, itu paling penting," sebut Sekertaris Komisi B, Imbar Ismail di Makassar, Kamis.

Dirinya mengemukakan usai pertemuan bersama tim penyusun naskah akademik ranperda tersebut bersama angota dewan lainnya, Ranperda ini dibuat bertujuan menyelamatkan potensi kelautan dan perikanan termasuk hutan mangrove yang banyak dirusak.

"Kita lihat ada beberapa hutan mangrove sudah jadi tambak dan sebagainya, padahal itukan mangrove harus dilindungi. Daerah mana itu di Kabupaten Barru dan ada daerah lain seperti di Luwu. Sebenarnya ini baru pertama kali, naskahnya baru kita pelajari apa-apa sebenarnya diatus disini," beber dia.

Politisi asal Fraksi Hanura ini menjelaskan bahwa potensi kelautan dan perikanan harus dijaga di Sulsel. Selain itu, belum ada dan baru pertama di Indonesia kalau Ranperda ini menjadi perda di Sulsel.

"Makanya dewan berinisiatif melahirkan perda dan bukan dari dinas. Karena setiap perda ada pengusulnya, apakah itu dari DPR atau pemerintah provinsi.
Dasar inisiasinya karena banyak hutan mangrove yang rusak," papar dia.

Ranperda inisiasi ini diberikan judul `Perlindungan Potensi Kawasan Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan`. Kendati sebelumnya dimasukkan hutan mangrove namun dihilangkan karena sudah ada mencakup didalamnya.

Rencananya, Ranperda ini mulai dijalankan setelah APBD Perubahan selesai. Karena ini baru permulaan maka dilengkapi dulu bahan materinya, baik itu naskah akademik maupun rancangan perdanya setelah baru diusulkan di Badan Legislasi pembuat perda.

"Kerusakan itu akibatnya dari pada kelalaian kita, biasanya, biota laut terutama mangrove, ini biasa dihancurkan. Disini saja tidak perlu jauh disana dihancurkan pakai bom ikan, makanya ini harus dibuat aturannya. Mudah-mudah akhir bulan sepuluh kita jalan," tambah Imbar.

Sementara tim penyusun naskah akademik melalui Ikawati mengatakan, pihaknya diberikan amanah untuk menyusun naskah akademik yang pada akhirnya naskah itu akan melahirkan Ranperda khusus terkait pelindungan potensi kelautan dan perikanan di Sulsel.

"Ada tiga poin kita kaji yakni, kajian hukum biasa disebut yuridis, kemudian filosofis, dan sosiologis. Ketiganya yang mau bahas nanti, kemudian setelah dari sini akan dibawa ke dewan (legislasi) untuk dibuatkan peraturan daerahnya," ujar dia.

Bahkan untuk perlindungan nelayan di Sulsel, lanjutnya, juga banyak terjadi persoalan, terutama pada Sumber Daya Manusia.

"Jadi, nelayan itu terutama nelayan kecil mereka kadang tidak mengetahui sampai batas mana harus melaut," tuturnya.

"Seperti itu, nah inilah yang akan dihasilkan. Kalau Perda yang ada itu biasanya tingkatan di kabupaten. Untuk Sulsel belum ada, makanya kita susun bersama inisiator," kata Dosen Universitas Negeri Sulawesi Barat itu.

Tim penyusun lainnya, Arham, menjelaskan bahawa potensi perikanan cukup besar, hanya saja belum dikelola secara maksimal. Dirinya mencontohkan, seperti di Kabupaten Kepulauan Selayar, ada Takabonerate disana. Punya terumbu karang cukup luas dengan potensi wisata, potensi perikanan tangkap yang cukup banyak.

Kendati demikian, konflik sering terjadi, sehingga perlu diatur kegunaannya sebab selama ini tidak secara maksimal. Misalnya, nelayan dia tidak tahu bahwa disitu zona apa, (perlindungan) tetapi tetap menangkap ikan disitu. Intinya sosialisasi terhadap nelayan kurang.

"Tadi dibahas sosiologis dan filosofisnya untuk membantu anggota dewan kita membuat ranperda ini lebih dalam lagi bagaimana caranya mengatur penggunaan potensi wilayah kelautan Sulsel," paparnya.

Mengenai kerusakan hutan mangrove, ungkap Arham, berdasarkan data statistik perikanan tahun 2016, daerah Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur, Sulsel, paling besar sekitar 26 ribuan hektare yang telah hilang dan dirusak.

"Kerusakan itu diakibatkan pembukaan lahan tambak yang cukup luas di area pesisir olah petambak dengan menebang pohon mangrove untuk membuka lahan tambak baru. Sedangkan di Kabupateb Barru juga ada, namun tidak sebesar di daerah Luwu Utara dan Timur," beber dia.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024