Makassar (ANTARA) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Provinsi Sulawesi Selatan kembali mendorong atas inisiasi Rancangan Peraturan (Ranperda) tentang Bantuan Hukum untuk dijadikan Peraturan Daerah (Perda) bagi perlindungan warga negara yang dapat diakses masyarakat miskin dan marjinal. 

"Harapan ini sudah lama dinantikan masyarakat miskin yang selama ini akses terhadap keadilan itu lemah termasuk keinginan LBH dalam mendampingi mereka," tutur tim ahli sekaligus inisiator Ranperda, Abdul Azis saat pertemuan konsolidasi LBH se-Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin. 

Menurut dia, selama ini di tingkat daerah kabupaten kota mengeluh karena belum ada payung hukum yang jelas terutama di tingkatan provinsi. Untuk itu diperlukan upaya mendorong lahirnya Perda Bantuan Hukum bagi masyarakat kurang mampu dalam mencari keadilan. 

Selain itu, mantan Direktur LBH Makassar ini mengemukakan tidak ada alasan pemerintah provinsi membuat Perda tersebut juga pada tingkat kabupaten kota yang belum ada Perda bantuan hukum. 

"Bila Perda ini lahir maka semakin banyak orang terbantu tentunya akan semakin mengurangi angka kemiskinan, karena teorinya orang miskin itu sangat membutuhkan akses termasuk rasa keadilan sesuai amanah Undang-undang Dasar kita," ungkapnya.  

Azis menambahkan Perda bantuan hukum ini diyakini akan mengurangi permasalahan-permasalahan di masyarakat terutama daerah di Sulsel, yang kemudian lebih bisa terselesaikan karena sudah ada paralegal hukum yang menangani itu. 

"Harapannya, persoalan hukum masyarakat yang selama ini sering muncul akan berkurang, dengan adanya kebijakan tersebut masyarakat itu kemudian akan menggunakan sarana yang ada dan sangat terbantu, karena ada peran serta pemerintah di dalamnya," tambah dia. 

Kendati DPRD Provinsi Sulsel telah menginisiasi lahirnya Perda bantuan hukum di Sulsel dengan mendorong lahirnya Perda bantuan hukum, namun dalam perjalanannya Perda tersebut mengalami hambatan. 

Salah satunya hambatan dimaksud saat DPRD Provinsi Sulsel melakukan konsultasi di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Ranperda ini ditolak dengan alasan bukan kewenangan pemerintah daerah. Padahal, masing-masing provinsi tentu berbeda  kondisi daerahnya.  

Padahal, kebijakan bantuan hukum telah diberikan negara melalui Undang-undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Ini menjadi harapan baru dan peluang bagi perlindungan warga negara dalam bentuk sistem bantuan hukum yang dapat diakses masyarakat miskin dan marjinal, tapi dalam perjalanannya tidak seperti diinginkan.

Direktur LBH Makassar Haswandy Andy Mas dalam pertemuan itu mengatakan, kebijakan tersebut disambut baik di beberapa daerah, khususnya di Sulsel. 

Setidaknya, ada lima kabupaten kota di Sulsel telah mengesahkan Perda Bantuan Hukum yaitu Kabupaten Sinjai, Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Wajo. 

Namun kata dia, terdapat beberapa kendala dalam implementasinya seperti tidak adanya Organisasi Bantuan Hukum yang terakreditasi sebagai organisasi yang diberikan mandat baik Undang-Undang maupun Perda tersebut untuk melaksanakan bantuan hukum. 

Meski beberapa kabupaten kota mengesahkan perda bantuan hukum, tapi faktanya tidak menjadi dorongan bagi pemerintah provinsi untuk mensahkan Perda bantuan hukum, padahal aturan tersebut menjadi sangat penting. 

Selain dapat menjadi panduan untuk Perda bantuan hukum di tingkat kabupaten kota, lanjutnya, dapat menjadi pemicu lahirnya Perda-perda bantuan hukum di seluruh kabupaten kota dalam rangka pemerataan akses bantuan hukum kepada masyarakat miskin dan rentan. 

"Lahirnya Perda bantuan hukum provinsi diyakini dapat mendorong hadirnya organisasi-organisasi bantuan hukum. Melalui pertemuan ini kami menerima usulan dan masukan dalam pembuatan naskah akademik untuk membantu DPRD provinsi dalam penyusunan Ranperda," katanya. 

Kegiatan ini diselenggarakan YLBHI didukung Yayasan Tifa guna mendorong lahirnya sebuah buku panduan penyelenggaraan bantuan hukum yang dibuat Kemendagri dengan Kemenhuham. Dorongan ini diharapkan dapat mengubah perspektif Kemendagri terkait bantuan hukum. 

Sebelumnya, LBH Makassar didukung Yayasan Tifa telah melaksanakan Workshop dalam rangka melakukan revisi terhadap naskah akademik dan Ranperda Bantuan Hukum yang telah dibuat DPRD Provinsi Sulsel. 

Dari tiga kali workshop dihadiri Akademisi, Praktisi, LBH, LSM Advokasi dan Organisasi Penyandang Disabilitas yang berdomisili di Makassar, usulan-usulan peserta kemudian telah disusun oleh tim ahli. 

Mereka terdiri dari Akademisi dari Fakultas Hukum UIN, Dr Fadli Andi Natsif, dan praktisi bantuan hukum, Abdul Azis. Ini dilakukan dalam menjamin akses keadilan bagi masyarakat miskin dan rentan di Sulsel. 

"Untuk itu kami Forum Bantuan Hukum menyatakan dukungan terhadap naskah akademik dan Perda bantuan hukum yang telah di revisi serta telah disesuaikan dengan buku panduan penyelenggaraan bantuan hukum di daerah," tambah Haswandy. 
 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024