Makassar (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar, menggelar simulasi pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) berlokasi di hotel Maxone Makassar, Sulawesi Selatan. 

"Pesertanya semua dari anggota PPS dan PPK se-Makassar. Mereka dilatih untuk bisa mengetahui potensi-potensi kejadian saat di TPS, sehingga bisa lebih dini diantisipasi," papar Ketua KPU Makassar, Farid Wajdi, Rabu. 

Simulasi ini dijadikan contoh saat hari pencoblosan di TPS pada Rabu, 17 April 2019. Selain itu, ini merupakan pelajaran yang dapat diajarkan kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di setiap TPS. 

Sementara Komisioner Bidang Teknis KPU Makassar, Muhammad Gunawan Mashar mengatakan kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan semangat penyelenggara. Peserta juga dapat mengetahui kondisi di TPS serta bisa mendeteksi kemungkinan terjadi di TPS.  

Selain itu, dalam simulasi pemilih yang bisa masuk TPS ada tiga kategori, pertama terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan memiliki formulir C6 serta membawa KTP elektronik, Kartu Keluarga, suket, SIM dan Paspor. 

Kedua, pemilih terdaftar di DPTb dan memiliki formulir A5. Pemilih ini merupakan pindahan atau orang yang memilih bukan di lokasi tempat tinggalnya. Tidak semua surat suara diberikan kepadanya serta harus menunjukkan KTP elektronik. 

Ketiga, pemilih DPK atau Daftar Pemilih Khusus, yang tidak mendapat panggilan tapi terdaftar di DPT dan bisa menyalurkan hak pilihnya asalkan membawa KTP elektronik.   
  
"Simulasi ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada PPS dan PPK untuk selanjutnya mereka memberikan Bimbingan Teknis kepada petugas KPPS sesuai tiga persyaratan tadi. Ada banyak kejadian juga dicontohkan saat simulasi," tambah mantan Ketua AJI Makassar ini. 

Salah satu peserta difabel sekaligus koordinator Relawan Demokrasi (Relasi) KPU Makassar, Muhammad Lutfi mengatakan simulasi berjalan lancar. Hanya saja masih ada yang kurang karena hanya satu jenis penyandang difabel diundang. 

"Hanya saya diundang penyandang Tuna Netra, padahal masih ada teman-teman lain seperti penyandang tuli, dan kursi roda (disabilitas) tidak diikutkan. Selain itu, template huruf braille untuk surat suara sepertinya perlu di TPS nanti diperbanyak,"tambahnya   

Anggota PPK Kecamatan Wajo, Arief Rewa sekaligus bertindak sebagai Ketua KPPS di TPS tersebut mengatakan, simulasi ini memberikan pengetahuan baru untuk nantinya diterapkan di TPS saat hari pencoblosan. 

Bahkan dalam simulasi juga dicontohkan beberapa percobaan terkait kejadian di TPS termasuk adanya orang menyembunyikan kertas suara, tidak membawa KTP atau identitas lain serta kertas suara rusak. 

"Kami mengikuti petunjuk panduan, nantinya akan disampaikan kepada KPPS-nya. Sengaja kejadian-kejadian dibuat agar bisa diketahui dan mencari solusinya dan tidak repot bila terjadi hal demikian. 

Untuk jumlah kertas suara masing-masing ada 120 lembar baik itu Pilpres, DPD, Pileg DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten kota dan, DPD. Hanya saja seluruh kertas suara tidak sepenuhnya terpakai.  

Anggota PPS Keluhan Pai, Kecamatan Biringkanaya Herni AG, menambahkan, melalui kegiatan ini penyelenggara paham akan kondosi nantinya terjadi di lapangan serta mudah mendeteksi kejadian-kejadian karena sudah ada contoh kasus.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024