Makassar (ANTARA) - Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sulawesi Selatan terus berupaya agar penyandang disabilitas memperoleh kebijakan inklusif dari pemerintah serta berbagai pihak khususnya dalam dunia kerja.

Ketua HWDI Sulsel, Maria Un yang ditemui di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Makassar, Selasa, menyampaikan banyak pengalaman teman-teman disabilitas yang mendapat perlakuan diskriminasi kerja, sehingga hal tersebut perlu disampaikan kepada pemerintah berwenang terkait pemenuhan hak-hak disabilitas dalam dunia kerja.

"Ini yang telah kami infokan, sangat berharga dan perlu disampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja untuk peningkatan kualitas pelayanan pemerintah," ungkapnya.

Menurut Maria, berdasarkan data Dinas Sosial hampir 2.000 orang penyandang disabilitas yang ada di Sulsel, namun diakui belum ada data untuk melengkapi ketersedian pemenuhan kebutuhan kerja.

Sementara pada UU No.8 tahun 2016 yang menyiapkan formasi pekerja dari penyandang disabilitas sebanyak 2 persen di lingkup pemerintah dan 1 persen pada perusahaan swasta.

Selain itu, Kota Makassar juga memiliki perda tahun 2013 yang belum diimplementasikan dengan baik. Meski diakui dan dipastikan tidak lantas memenuhi seluruh permasalahan tetapi butuh dorongan yang berkesinambungan agar pemerintah tetap melakukan implementasi tersebut.

"Tugas kami memahamkan mereka untuk menyiapkan lapangan kerja sesuai undang-undang yang berlaku. Kemudian dari pemerintah terkait dengan kebijakan akan kita dorong membuat kebijakan yang dirembukkan bersama agar betul-betul inklusif bagi disabilitas," ungkapnya.

Olehnya HWDI sebagai koalisi tiga organisasi yaitu Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulsel dan Permata Disabilitas Sulsel sedang menginisiasi sebuah program untuk mendorong kebijakan ekonomi lokal bagi penyandang disabilitas melalui advokasi kebijakan inklusif, didukung oleh Yayasan NLR Indonesia.

Program tersebut diwujudkan melalui dua kali pelatihan, dengan mengedukasi dan memberi pemahaman tentang kebijakan-kebijakan pembangunan sosial ekonomi bagi kaum disabilitas sebagai dasar saat mereka mengalami hambatan di dunia kerja.

"Ini rangkaian dari dua kali pelatihan yang kami laksanakan, bagian dari praktek lobby dan advokasi menyampaikan keluhan terkait isu ketenagakerjaan apalagi memang pesertanya dari Kota Makassar," ungkapnya.

Penyandang disabilitas sangat membutuhkan peningkatan skill untuk melakukan lobby dan advokasi bermanfaat untuk mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.

Karena itu menurut Maria, pemerintah Kota Makassar perlu mempertimbangkan kebutuhan kondisi semua warga, termasuk pada info lowongan kerja (loker) dan job fair yang diharapkan juga bisa diakses oleh semua bursa tenaga kerja, termasuk kaum disabilitas.

"Kita tidak meminta bahwa kegiatannya spesifik dibuat untuk penyandang disabilitas namun program yang ada sekiranya mengikutsertakan mereka," ungkapnya.

Sementara dari pihak swasta, aku Maria, belum pernah membangun komunikasi pada sektor swasta.

Sebagian besar perusahaan belum paham soal penyandang disabilitas maka ketika membuka lowongan hanya dibuka untuk ragam tertentu atau mempekerjakan penyandang disabilitas tanpa memenuhi hal-haknya.

"Ada juga misalnya menyangka bahwa mempekerjakan disabilitas itu cost ekonominya tinggi apalagi harus menyediakan pembaca layar bagi tuna netra dan jalan landai bagi pengguna tongkat dan kursi roda," paparnya.

Oleh karena itu, direncanakan adanya afirmasi untuk meningkatkan kapasitas disabilitas yang nanti mempersiapkan diri masuk ke dunia kerja formal.

"Kami akan memberikan peningkatan kapasitas, misalnya cara membuat surat lamaran, membuat CV, teknik saat wawancara, penampilan dan bagaimana sikap pada saat membawa surat lamaran," paparnya.

Sedangkan bagi mereka yang lebih tertarik berwirausaha akan diberi penguatan mengelola skill usahanya agar lebih profesional membuat laporan keuangan secara lebih sederhana, membuat pencatatan hal-hal yang belum dibekali untuk menjawab kompetensi bersaing dengan non disabilitas.


Pewarta : Nur Suhra Wardyah
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024