Makassar (ANTARA) - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) menyelenggarakan seminar dengan tema 'Relevansi Hukum di Era Revolusi Industri 4.0' di Aula kantor Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Seminar tersebut menghadirkan tiga narasumber yang berkaitan dengan tema tersebut masing-masing akademisi dari UMI Makassar, yakni Lukman Syafei dosen jurusan ilmu komputer, Renaldy Bima dosen fakultas hukum dan Ramli AT dari dosen Sosiologi, Fakultas Sospol Universitas Hasanuddin Makassar.

Lukman Syafei pada kesempatan itu menyampaikan saat ini Indonesia sudah memasuki revolusi Industri, karena perubahan fundamental mulai berlangsung hingga merubah perilaku manusia mulai dari dunia bisnis, pekerjaan, pendidikan hingga beragam lainnya yang bersinggungan dengan teknologi.

"Kita sudah melewati revolusi 1.0 munculkannya mesin uap, kemudian 2.0 hadirnya listrik, hingga 3.0 awal mula teknologi sampai dikembangkan pada revolusi 4.0 saat ini mulai berjalan atau dengan kata lain dikendalikan oleh sistem maupun robotik," paparnya.

Selain itu, berbagai bidang nantinya semua akan terintegrasi dipicu dengan kemajuan teknologi dan terciptanya sistem kecerdasan buatan yang bisa menggerakkan apa pun keinginan sang pengendali.

Semua hal tersebut, kata dia, unsur penunjang utama adalah teknologi informasi  digerakkan perangkat internet melalui jaringan maupun data di jaringan seluler. Sehingga bisa saja pada 2020 nanti semua akan terintegrasi.

"Saat ini semua bisa dikendalikan oleh ponsel. Meski begitu, ini bisa menjadi ancaman kita bila disalahgunakan, tapi bisa menjadi peluang besar bila digunakan secara baik," paparnya.

Sementara akademisi dari Fakultas Hukum UMI, Renaldy Bima mengungkapkan bahwa perubahan tersebut harus didukung dengan perangkat penunjang salah satunya pada masalah penanganan hukum dengan menyiapkan aturan atau regulasi yang berkaitan dengan perkembangan kekinian.

Bila melihat aturan sekarang ini, sebut dia, negara telah memiliki aturan dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur soal itu. Hanya saja itu belum cukup, sebab masih ada pro dan kontra mengingat laju perkembangan teknologi begitu cepat.

"Indikator penegakan hukum masih ada dengan tujuan dasarnya mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Tapi itu belum cukup dalam era revolusi industri 4.0. Harus ada regulasi baru sebelum terlambat, karena teknologi perangkat penegak hukum kita masih perlu dibenahi," bebernya Dosen S2 Fakultas Hukum UMI ini.

Menurut dia, untuk urusan hukum masih sangat jauh dari revolusi industri. Sejatinya, itu merupakan tanggungjawab DPR, pemerintah maupun penegak hukum untuk segera konstruksi hukum lebih kuat dalam menangkal kejahatan di dunia maya terkait IT.

Hal senada disampaikan akademisi dari Unhas, Ramli AT bahwa dewasa ini merebaknya hoaks atau informasi sesat dan tidak benar harus segera ditanggal. Tentunya, hal ini dipandang perlu mendapat perhatian khusus, karena berimplikasi pada ancaman bangsa.

"Perubahan sangat pesat, tantangannya adalah perbaikan hukum. Perubahan berubah dari jangkauan kita. Dulu jaringan sosial hanya untuk tujuan pribadi, sekarang malah menjadi gerakan media sosial, hingga dijadikan menjadi media baru dalam kegiatan politik maupun kegiatan lainnya," ungkap dia.

Dosen Sosiologi Fakultas Sospol Unhas itu menambahkan, pengguna media digital (Sosmed) semakin meningkat, karena orang hampir semua memiliki ponsel ditunjang jaringan data. Hal ini pun membuat media digital semakin berkembang dengan arus informasi yang beragam.

"Dulu kami ini mendapat infomasi hanya satu arah, berbeda dengan anak sekarang sudah dua arah dan bisa mengomentari berita maupun infomasi yang disajikan. Untuk itu memang diperlukan regulasi kuat atau ada aturannya," tambah dia.

Ketua panitia pelaksana seminar hukum Kuliah Kerja Profesi Hukum UMI angkatan XXVII tahun 2019, Mohammad Ilcham Taufiq mengatakan, kegiatan ini merupakan rangkaian penutup KKP. Tema yang diambil pun sesuai dengan masa kekinian.

"Adanya penyebaran hoaks melalui teknologi itu adalah kejahatan. Sehingga perlu akses legalitas hukum yang mengatur pidana bagi pelanggarnya yang saat ini belum ada secara kuat. Mestinya pemerintah fleksibel untuk melihat perkembangan saat ini. Makanya seminar ini kami laksanakan berdasar dari fenomena yang terjadi," katanya.

Seminar tersebut diikuti seratusan mahasiswa KKP Hukum UMI yang sebelumnya di tempatkan pada sejumlah Polsek di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Seminar tersebut merupakan penutup rangkaian pelaksanaan KKP Hukum, Angkatan XXVII Fakultas Hukum UMI Makassar.
 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024