Ambon (ANTARA) - Pengungsi di Desa Waiheru, Kecamatan Teluk Ambon yang terdampak bencana gempa tektonik magnitudo 6,8 pada 26 September 2019, berharap Pemerintah Kota Ambon, Maluku bisa memperhatikan kondisi mereka yang masih bertahan di lokasi pengungsian.

Para korban gempa bumi di Desa Waiheru yang hingga saat ini masih berada di beberapa titik lokasi pengungsian, Jumat (27/9) berharap pemerintah bisa menyalurkan beberapa bantuan kebutuhan darurat seperti tenda atau terpal, selimut, makanan dan peralatan bayi, serta dapur umum.

Ny. Wa Adeni (41) dan keluarga yang mengungsi ke RT 24/RW 09 misalnya. Mereka sangat berharap bisa segera mendapatkan bantuan tenda atau terpal agar bisa digunakan sebagai tempat berteduh di lokasi pengungsian.

Karena terpal yang digunakan saat ini merupakan pinjaman dari tetangga dan kondisinya juga sudah bocor, sehingga tidak mampu lagi menahan terpaan guyuran air hujan.

"Pinjam dari tetangga tapi terpalnya bocor-bocor jadi kami sekeluarga sangat kesulitan saat tiba-tiba hujan deras seperti semalam. Kami berharap pemerintah bisa memperhatikan kondisi kami yang tidak bisa pulang dan harus bertahan di tempat mengungsi," katanya.

Wa Adeni adalah satu dari 48 kepala keluarga (KK) di Desa Waiheru yang rumahnya rusak oleh gempa. Ia dan keluarga terpaksa memilih untuk mengungsi karena takut gempa bisa merobohkan rumah yang retak akibat goncangan gempa magnitudo 6,8.

"Masih takut, dinding rumah retak semua, bisa saja tiba-tiba roboh saat kami ada di dalam rumah. Sementara ini untuk makan kami numpang di orang, ada tetangga yang berbaik hati mengajak kami makan di rumah mereka," ucap Wa Adeni.

Berharap bisa mendapatkan bantuan juga disampaikan oleh pengungsi lainnya. Mengalami kondisi yang sulit di lokasi pengungsian membuat mereka ingin agar segera diperhatikan oleh pemerintah setempat.

La Tenga (47), Ketua RT 24/RW 09 Waiheru yang wilayahnya didatangi banyak warga dari berbagai RT untuk mengungsi, mengatakan selain terpal dan tenda, saat ini kebutuhan mendesak yang diperlukan oleh pengungsi saat ini adalah selimut dan pasokan makanan.

Kebutuhan selimut menjadi sangat penting karena cuaca yang sehari sebelumnya masih normal berawan, kini mulai dilanda hujan dengan intensitas tinggi dan sedang yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi kondisi kesehatan para pengungsi, terutama anak-anak.

Diketahui hujan deras mulai mengguyur kawasan Desa Waiheru dan sekitarnya pada pukul satu dini hari tadi hingga pukul 07.00 WIT, dan kembali mengguyur pada pukul 14.00 WIT dan hingga saat masih belum reda.

"Kalau bisa pengungsi kami disediakan dapur umum walau seadanya saja tidak mengapa, yang penting ada pasokan bahan pangan bagi mereka untuk bisa memasak, sedangkan untuk peralatan dapurnya masih bisa kami upayakan melalui swadaya masyarakat di sini," ujar La Tenga.

Data sementara pengungsi Waiheru yang diakses dari pemerintah desa setempat, berjumlah sekitar 297 KK dengan jumlah jiwa mencapai 1.157 orang yang tersebar di tiga titik lokasi pengungsian, yakni kawasan seputaran Asrama Haji di RT 24/RW 09, sekitar SMA Siwalima dan area perbukitan di belakang gedung Balai Diklat Pertanian Waiheru.

Rahmat, Sekretaris Desa (Sekdes) setempat saat ditemui menyampaikan pihaknya masih terus mendata jumlah pengungsi dan kerugian yang dialami warga, akibat goncangan gempa tektonik yang terjadi sehari kemarin.

Dari pendataan tersebut, diketahui bahwa selain warga Waiheru, di lokasi pengungsian yang ada terdapat juga warga dari desa-desa tetangga, seperti Passo dan Halong.

"Kami masih terus mendata, kemungkinan jumlahnya masih akan bertambah, yang terdata baru baru 1.157 jiwa. Dengan jumlah pengungsi sebanyak itu dan alokasi anggaran penanggulangan bencana yang ada, agak sulit bagi kami untuk meng-cover kebutuhan seluruh pengungsi," ucapnya.

Pewarta : Shariva Alaidrus
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024