Gorontalo (ANTARA) - Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim, Selasa, mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memfasilitasi pembahasan sengketa tapal batas antara Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah dengan Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Pertemuan internal sebelumnya telah digelar di Hotel Djayakarta, Labuan Bajo, NTT beberapa waktu lalu.
Namun tidak dihadiri oleh perwakilan Pemprov Sulteng dan Pemkab Buol.
Sementara Pemprov Gorontalo dihadiri oleh wagub, Kepala Badan Kesbangpol Imran Bali dan Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas dan Protokol Masran Rauf.
Dari Pemkab Gorontalo Utara ada Wakil Bupati Thariq Modanggu, Wakil Ketua dan anggota DPRD, Kabag Pemerintahan dan Camat Tolinggula.
Pertemuan itu dinilainya penting, karena hingga batas waktu 6 September 2019 Pemkab Buol dan Gorontalo Utara tidak mencapai kata sepakat.
Pemkab Gorontalo Utara tegas menolak adanya tawaran pemerintah Buol untuk tukar guling sub segmen Wumu dengan Sub Segmen Tolinggula yang mereka klaim.
Di sisi lain, Pemkab Gorontalo Utara menyebut wilayah tersebut sejak dulu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kabupaten Gorontalo Utara.
Dasarnya adalah Peta Keresidenan Manado Nomor 700 tahun 1898 yang menyatakan tapal atas merujuk pada Bukti Wumu, Bukit Dengilo dan Pengunungan Pangga atau yang dikenal dengan Papualangi sebagai bagian dari wilayah Kwandang (Gorontalo Utara sebelum dimekarkan).
Bertentangan juga dengan Kepmendagri Nomor 185.5-197 tahun 1982 tentang Penegasan Perbatasan antara Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara (sebelum dimekarkan jadi Gorontalo) dengan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah.
Regulasi itu diperkuat dengan Permendagri Nomor 19 tahun 2014 tentang batas Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Gorontalo Utara (Provinsi Gorontalo).
“Ada juga Permendagri No.137 tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintah yang menyebut Desa Papualangi dan Desa Cempaka Putih (Kecamatan Tolinggula) adalah bagian dari Kabupaten Gorut,” ujar Wabub Gorut Thariq Modanggu.
Thariq juga menguraikan aspek historis, yuridis, geografis dan sosiologis kenapa Desa Papulangi dan Desa Cempaka Putih adalah bagian dari Gorontalo Utara.
Hal itu sejalan dengan pedoman penyelesaian tapal batas sesuai Permendagri 141 Tahun 2017.
“Secara historis misalnya, Papualangi itu kan bahasa Gorontalo artinya Papo-papo (batas atas) dan langi-langi (terendam), maka Papualangi adalah kesatuan atas/ pembatas dengan kerataan. Inilah yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Vlakte Van Papualangi sesuai surat tapal batas Residen Manado tahun 1898,” jelasnya.
Ada empat poin yang menjadi tawaran atau rekomendasi Pemkab Gorontalo Utara.
Pertama, berdasarkan Permendagri 141 tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah, maka penetapan tapal batas Gorut dan Buol didasarkan pada peta dasar Rupa Bumi Indonesia (RBI) sehingga tidak perlu mengubah batas.
Kedua penetapan tapal batas tidak mempengaruhi perkembangan sosial dan intervensi pembangunan saat ini.
Ketiga, pembangunan jalan akses ke Desa Umu bisa dilaksanakan dalam bentuk perjanjian kerjasama dua daerah.
Keempat, komitmen Pemkab Gorut untuk memperhatikan warga Buol di Desa Umu dan sekitarnya.
Pertemuan internal sebelumnya telah digelar di Hotel Djayakarta, Labuan Bajo, NTT beberapa waktu lalu.
Namun tidak dihadiri oleh perwakilan Pemprov Sulteng dan Pemkab Buol.
Sementara Pemprov Gorontalo dihadiri oleh wagub, Kepala Badan Kesbangpol Imran Bali dan Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas dan Protokol Masran Rauf.
Dari Pemkab Gorontalo Utara ada Wakil Bupati Thariq Modanggu, Wakil Ketua dan anggota DPRD, Kabag Pemerintahan dan Camat Tolinggula.
Pertemuan itu dinilainya penting, karena hingga batas waktu 6 September 2019 Pemkab Buol dan Gorontalo Utara tidak mencapai kata sepakat.
Pemkab Gorontalo Utara tegas menolak adanya tawaran pemerintah Buol untuk tukar guling sub segmen Wumu dengan Sub Segmen Tolinggula yang mereka klaim.
Di sisi lain, Pemkab Gorontalo Utara menyebut wilayah tersebut sejak dulu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kabupaten Gorontalo Utara.
Dasarnya adalah Peta Keresidenan Manado Nomor 700 tahun 1898 yang menyatakan tapal atas merujuk pada Bukti Wumu, Bukit Dengilo dan Pengunungan Pangga atau yang dikenal dengan Papualangi sebagai bagian dari wilayah Kwandang (Gorontalo Utara sebelum dimekarkan).
Bertentangan juga dengan Kepmendagri Nomor 185.5-197 tahun 1982 tentang Penegasan Perbatasan antara Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara (sebelum dimekarkan jadi Gorontalo) dengan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah.
Regulasi itu diperkuat dengan Permendagri Nomor 19 tahun 2014 tentang batas Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Gorontalo Utara (Provinsi Gorontalo).
“Ada juga Permendagri No.137 tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintah yang menyebut Desa Papualangi dan Desa Cempaka Putih (Kecamatan Tolinggula) adalah bagian dari Kabupaten Gorut,” ujar Wabub Gorut Thariq Modanggu.
Thariq juga menguraikan aspek historis, yuridis, geografis dan sosiologis kenapa Desa Papulangi dan Desa Cempaka Putih adalah bagian dari Gorontalo Utara.
Hal itu sejalan dengan pedoman penyelesaian tapal batas sesuai Permendagri 141 Tahun 2017.
“Secara historis misalnya, Papualangi itu kan bahasa Gorontalo artinya Papo-papo (batas atas) dan langi-langi (terendam), maka Papualangi adalah kesatuan atas/ pembatas dengan kerataan. Inilah yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Vlakte Van Papualangi sesuai surat tapal batas Residen Manado tahun 1898,” jelasnya.
Ada empat poin yang menjadi tawaran atau rekomendasi Pemkab Gorontalo Utara.
Pertama, berdasarkan Permendagri 141 tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah, maka penetapan tapal batas Gorut dan Buol didasarkan pada peta dasar Rupa Bumi Indonesia (RBI) sehingga tidak perlu mengubah batas.
Kedua penetapan tapal batas tidak mempengaruhi perkembangan sosial dan intervensi pembangunan saat ini.
Ketiga, pembangunan jalan akses ke Desa Umu bisa dilaksanakan dalam bentuk perjanjian kerjasama dua daerah.
Keempat, komitmen Pemkab Gorut untuk memperhatikan warga Buol di Desa Umu dan sekitarnya.