Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo pada Rabu pagi memperkenalkan Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama dalam kabinet periode 2019-2024 secara lesehan di beranda Istana Merdeka.

Tidak ada yang menyangka sebelumnya kementerian yang membidangi keagamaan di Indonesia dipimpin oleh kalangan militer di era Reformasi setelah sebelumnya banyak dipimpin dari kalangan sipil baik itu tokoh publik, partai politik dan profesional.

Sejak reformasi bergulir, sejumlah nama mengisi posisi Menteri Agama di antaranya M Quraish Shihab, Abdul Malik Fadjar, Muhammad Tolchah Hasan, Said Agil Husin Al Munawwar, Muhammad M Basyuni, Suryadharma Ali, Lukman Hakim Saifuddin dan HR Agung Laksono (plt Menag).

Sebagai seorang yang sempat aktif di dunia militer, pria kelahiran Banda Aceh 72 tahun yang lalu itu juga dikenal aktif di berbagai kegiatan. Usai pensiun dari tentara dia mengaku memiliki banyak kesibukan.

"Yang jelas saya pensiunan tentara. Kemudian banyak aktif di bidang bisnis kemudian sosial, agama," kata lulusan Akademi Militer 1970 tersebut baru-baru ini.

Dalam perkenalannya di Istana Merdeka, Jokowi meminta Fachrul untuk mengurusi berbagai urusan keagamaan. Di bawah Kemenag terdapat sejumlah layanan masyarakat seperti soal pendidikan Islam, haji dan umrah, bina masyarakat agama-agama resmi, kerukunan umat beragama, sertifikasi halal dan hal terkait lainnya.

Menag baru itu juga diminta Jokowi untuk mengatasi soal radikalisme. Persoalan tersebut memang menjadi perhatian pemerintah dan memerlukan pendekatan-pendekatan kreatif untuk menanggulanginya.

Sebagai pribadi yang aktif, Menag terpilih itu juga sempat menorehkan sepak terjangnya di dunia politik sebagai Ketua Tim Bravo 5. Tim tersebut adalah relawan Jokowi-Ma'ruf yang terdiri dari para purnawirawan TNI yang sebagian besar merupakan lulusan Akademi Militer angkatan 1970-an.

Tim tersebut dibentuk pada 2013 untuk memenangkan Jokowi-Jusuf Kalla di Pemilu 2014. Aksi relawan Tim Bravo 5 nampaknya berlanjut hingga kampanye untuk memenangkan Jokowi di kontestasi Pilpres 2019-2024 yang menggandeng KH Ma'ruf Amin sebagai wakilnya.

Pada penghujung tahun 2018, Fachrul Razi sempat mengatakan Bravo 5 dibentuk untuk menepis persepsi bahwa seluruh purnawirawan TNI mendukung calon presiden Prabowo Subianto.

Meski begitu, dia enggan disebut menjadi Menag karena berasal dari kalangan partai politik. Dia lebih memilih mewakili dari kalangan profesional di kabinet.

"Saya bukan mewakili partai, tapi ya mungkin saya profesional, ya, saya kira itu," kata dia di sela bertemu Jokowi .

Beberapa posisi strategis di militer sempat diduduki Fachrul. Dia pernah menjadi Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kujang 1 Kostrad, Wakil Asisten Operasi KSAD, Kepala Staf Daerah Militer VII/Wirabuana dan Gubernur Akademi Militer (1996-1997).

Tidak hanya itu, Fachrul juga sempat menjabat sebagai Asisten Operasi Kepala Staf Umum ABRI (1997-1998), Kepala Staf Umum ABRI (1998-1999), Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan (1999) serta Wakil Panglima TNI (1999-2000).

Sebelum ditunjuk sebagai Menag, Fachrul sempat dipanggil Jokowi ke Istana untuk berdiskusi mengenai berbagai hal seperti soal keamanan, pendidikan, pembangunan sumber daya manusia dan hal terkait lainnya. Sebelum pengumuman resmi jajaran kabinet pada Rabu (23/10), dia enggan membuka informasi soal jabatan apa yang akan diembannya.

Terkait hubungannya dengan Menteri Pertahanan terpilih, Prabowo Subianto, dia mengatakan masih normal meski sempat menjadi sosok yang turut andil dalam pemberhentian pimpinan Partai Gerindra itu dari jajaran TNI karena kasus 1998.

Fachrul ikut menetapkan Surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tertanggal 21 Agustus 1998 bersama Jenderal Subagyo HS dan Sekretaris Letjen Djamari Chaniago. Kemudian sebagai anggota Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar dan Letjen Ari J Kumaat.

"Saya dengan Pak Prabowo biasa-biasa saja, ketemu peluk-pelukan, makan sama-sama, tidak ada yang aneh dalam sistem yang terbangun karena baik masalah kedinasan, pribadi tidak terganggu, kalau saya tidak setuju dengan komandan, ya, saya katakan tidak pas, tapi tidak membuat hubungan saya jadi jelek," kata dia.




Era Reformasi

Posisi Menag di era reformasi menorehkan sejarah yang cukup panjang sebelum era Fachrul Razi ditunjuk sebagai pemimpin Kementerian Agama.

Adapun menteri sebelumnya sudah menorehkan catatan kinerja dan inovasi seperti Quraish, Abdul Malik dan Tolchah yang menjadi menteri transisi dari Orde Baru ke Reformasi.

Kemudian Said Agil turut berjasa dalam merintis Universitas Islam Negeri setelah sebelumnya berstatus sebagai Institut Agama Islam Negeri. Melalui Keppres Nomor 031 Tahun 2002, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa waktu kemudian sejumlah institut dan sekolah tinggi Islam bertahap naik kelas menjadi UIN.

Selanjutnya, Maftuh dikenal sebagai Menag yang melakukan reformasi manajemen kehidupan keagamaan seperti perombakan manajemen haji, inisiasi pendidikan Islam berbasis pesantren, integrasi Ma'had Aly dan Revisi Regulasi Rumah Ibadat.

Di era berikutnya, Suryadharma Ali menjadi menteri agama pertama di era reformasi yang berasal dari jajaran politisi. Meski sempat tersandung kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi, dia sempat memimpin kementerian untuk memperbaiki manajemen perhajian, mengupayakan kerukunan umat beragama, peningkatan pendidikan madrasah, menengah dan tinggi Islam.

Setelah Suryadharma tidak selesai menjabat karena skandalnya, kemudian diganti pelaksana tugas Agung Laksono selama kurang dari sebulan. Tidak lama muncul Lukman Hakim di penghujung kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan politisi Partai Persatuan Pembangunan itu meletakkan pondasi reformasi birokrasi di Kementerian Agama.

Sebagai penutup, Fachrul sangat ditunggu kinerja dan terobosannya oleh Presiden dan masyarakat Indonesia sebagai orang baru dari kalangan militer yang memimpin Kemenag di era reformasi.

Presiden Jokowi saat mengumumkan formasi kabinetnya, dia menginstuksikan 34 menteri dan empat kepala lembaga setingkat menteri agar bekerja dengan baik.

"Jangan korupsi, menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi," kata kepala negara.*
 

Pewarta : Anom Prihantoro
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024