Makassar (ANTARA News) - Dua pertiga kekuatan atau sekitar 12.000 personel polisi tanpa senjata di jajaran Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat diterjunkan untuk mengamankan peringatan hari buruh sedunia (May Day).

"Dalam pelayanan aksi unjuk rasa ini, sebanyak 12.000 pasukan akan mengamankan dan mengawal aksi unjuk rasa di wilayah Sulselbar," kata Kapolda Sulselbar Irjen Pol Adang Rochjana di Makassar, Sabtu.

Kapolda yang mebuka apel gelar pasukan pelayanan itu mengaku jika pengamanan aksi unjuk rasa akan dilakukan dengan damai. Salah satu cara bentuk pelayanan yang dilakukan polisi yakni dengan membagikan air mineral kemasan gelas plastik dan menarik semua senjata polisi.

Dalam pengamanan itu, dirinya akan mengonsentrasikan personelnya di beberapa titik aksi yang ada di Makassar. Sejumlah titik aksi yang menjadi titik fokus seperti, jembatan layang (fly over), gedung DPRD Sulsel, DPRD Makassar dan Kantor Gubernur.

Monumen Mandala, Balai Kemanunggalan ABRI, Kawasan Industri Makassar (KIMA) dan beberapa kampus perguruan tinggi swasta (PTS) dan perguruan tinggi negeri (PTN).

Kapolda juga meminta kepada pasukannya untuk melakukan aksi persuasif dalam mengamankan aksi unjuk rasa.

Itikad baik itu telah dilakukan dengan menginstruksikan kepada pasukannya yang melakukan penjagaan untuk tidak membawa senjata api. Mereka hanya dibekali dengan tameng dan pentungan.

"Saya tetap akan melakukan upaya persuasif kepada teman-teman pengunjuk rasa dan semoga saja aksi unjuk rasa ini bisa berjalan damai dan lancar tanpa mengganggu kepentingan orang lain," terangnya. (T.KR-MH/F003)
hari buruh, polda sulselbar, adang rochjana

   
Kesejahteraan Buruh Perlu Dukungan Kebijakan yang Tegas

Makassar (ANTARA News) -  Pencapaian kesejahteraan buruh perlu dukungan suatu kebijakan yang tegas memberikan sanksi bagi pihak yang melanggar, kata pengurus Serikat Buruh Indonesia (SBI) Sulsel, Suryana.

"Selama ini memang sudah ada Undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur, termasuk sanksinya, namun pada saat terjadi sengketa yang mempekerjakan buruh selalu saja lepas dari jeratan hukum," kata Suryana di Makassar, Sabtu.

Menurut dia, Dinas Tenaga Kerja yang menjadi penengah pun, pada saat terjadi disharmoninasi hubungan industrial antara majikan dan buruh, tidak bisa berbuat banyak.

"Solusi berupa rekomendasi yang diberikan pihak Dinas Tenaga Kerja hanya dihitung jari yang menguntungkan pihak pekerja atau buruh," katanya.

Sementara itu, salah seorang pekerja yang melakukan aksi demonstrasi di kantor Gubernur Sulsel terkait dengan Hari Buruh Internasional, Anwar mengatakan, barisan PHK yang terjadi setiap tahun itu adalah buah dari kebijakan perusahaan yang tidak mengindahkan hak-hak tenaga kerja.

Dia mengatakan, serikat pekerja yang biasanya dibentuk karyawan atau buruh selalu dianggap sebagai ancaman oleh majikan. Padahal itu merupakan bagian dari hak-hak karyawan yang harus dipenuhi.   

"Apalagi serikat pekerja dapat menjadi mediator pada saat terjadi selisih paham antara pekerja dan majikan," ujarnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, ia mengatakan, pemerintah selaku pembuat kebijakan, harus bisa melahirkan kebijakan yang memberikan sanksi tegas bagi pelaku pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan dan yang mengabaikan hak-hak karyawan untuk mendapatkan kesejahteraan.

"Karyawan, pekerja, buruh atau apapun istilahnya juga harus bersatu dan menunjukkan kekuatan bahwa tanpa peranan mereka, perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa," katanya.
(T.S036/F003)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024