Makassar (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi terhadap empat orang pejabat Kabupaten Takalar terkait dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan rumah sakit bertaraf internasional di daerah setempat.

"Laporan sudah diterima dan sudah dilakukan pengumpulan data dan bahan keterangan. Sekarang sudah masuk dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel Muhammad Idil di Makassar, Kamis.

Empat orang saksi yang dimintai keterangannya Kepala Bidang Aset Takalar Gazali Machmud, Kabid Keuangan Edy Badang dan dua orang lainnya, Camat Galesong Utara dan Kades Seng Batu-batu.

Ia mengatakan pemeriksaan saksi-saksi dilakukan setelah adanya laporan dari Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) yang menyebut pembebasan lahan sarat dengan tindak pidana dugaan korupsi.

Idil menyatakan proses penanganan perkara ini masih akan memakan waktu yang cukup lama karena beberapa tahapan masih akan dilakukan yakni penyelidikan dan penyidikan.

"Kita tunggu saja hasilnya karena sekarang masih puldata (pengumpulan data) dan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Nanti kalau kuat dugaan ada unsur korupsi, maka proses akan berlanjut untuk pembuktian," katanya.

Sebelumnya, Direktur Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) Muh Ansar mendukung langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk memeriksa sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Takalar.

Pemeriksaan tersebut guna mendalami laporan dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan rumah sakit standar internasional di Desa Aeng Batu batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

“Kami baru saja menerima informasi dari Kejati. Pihak Kejati mulai akan memeriksa pejabat terkait," katanya.

Menurut Ansar, kuat dugaan ada penggelembungan dan manipulasi harga lahan (mark up) oleh pihak Pemkab Takalar pada pembebasan lahan RS standar internasional. Pemerintah daerah menganggarkan sekitar Rp12 miliar untuk pembebasan lahan tersebut.

Ansar menyatakan kesalahan mendasar proyek tersebut lantaran tidak adanya studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal).

Dia juga menduga harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar sangat mahal dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

"Seharusnya meski memakai harga pasar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran, " ucapnya.
 

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024