Makassar (ANTARA) - Burung Indonesia mencatat penambahan 21 spesies baru hingga awal 2020 sehingga Indonesia saat ini memiliki 1.794 spesies burung.
"Berdasarkan catatan kami ini mencakup keluarnya empat spesies dari daftar 1.777 spesies menjadi 1.773 spesies, namun ada penambahan 21 spesies baru sehingga totalnya kini 1.794 species burung," kata Achmad Ridha Junaid selaku Research & Communication Officer Burung Indonesia dalam keterangan persnya di Makassar, Jumat.
Jumlah tersebut mencakup tujuh spesies burung yang baru dideskripsikan (newly described species), termasuk myzomela alor (myzomela prawiradilagae) dan cabai kacamata (dicaeum dayakorum).
Berkat perkembangan ilmu ornitologi dan taksonomi, terdapat penambahan 14 spesies burung dari hasil pemisahan spesies terdahulu (split species).
Sementara myzomela alor diumumkan sebagai spesies baru pada Oktober 2019. Burung endemis Pulau Alor ini menghuni habitat pegunungan pada rentang ketinggian 900-1.270 mdpl.
Menurut Achmad, empat spesies yang sebelumnya dianggap sebagai spesies tersendiri, melalui studi terbaru, diketahui masih merupakan subspesies dari spesies yang telah dikenal sebelumnya.
“Sebagai contoh sikatan tanajampea (cyornis djampeanus), yang sebelumnya dikenal sebagai spesies endemis di Pulau Tanajampea, ternyata masih memiliki kemiripan dengan sikatan sulawesi (cyornis omissus). Sehingga sikatan tanajampea dikelompokkan sebagai subspesies sikatan sulawesi,” ujarnya.
Sedang spesies baru lainnya yaitu cabai kacamata atau spectacled flowerpecker.
Diakui itu semua perlu kajian mendalam dalam waktu lama hingga akhirnya para ilmuwan memperkenalkannya sebagai spesies baru yang kemudian diberi nama ilmiah dicaeum dayakorum.
Nama tersebut terinspirasi sekaligus untuk menghormati Suku Dayak yang memiliki pengetahuan lokal luar biasa tentang flora dan fauna di tanah kelahiran mereka.
Selain itu, lanjut Ahmad, lima spesies burung lainnya yang baru bagi sains yaitu kipasan peleng, ceret taliabu, myzomela taliabu, cikrak peleng, dan cikrak taliabu. Tiga spesies berasal dari Pulau Peleng, Provinsi Sulawesi Tengah dan dua spesies lainnya berasal dari Pulau Taliabu (Provinsi Maluku Utara).
Penambahan jumlah spesies secara signifikan ini terjadi akibat perkembangan ilmu pengetahuan ornitologi dan taksonomi. Atas dasar perbedaan tersebut, beberapa subspesies kemudian diakui sebagai spesies yang berbeda dan menjadi spesies tersendiri.
Secara terperinci split species tersebut terdiri dari tiga spesies burung uncal/merpati, tiga spesies nuri, satu spesies merbah/cucak, tiga spesies sikatan, dan empat spesies burung kacamata.
Pada penghujung 2019, Badan Konservasi Dunia (IUCN) juga telah memperbarui Daftar Merah Spesies Terancam Punah (IUCN Red List of Threatened Species) di dunia dan diikuti oleh BirdLife International yang mengumumkan 11.147 spesies burung di dunia.
"Berdasarkan catatan kami ini mencakup keluarnya empat spesies dari daftar 1.777 spesies menjadi 1.773 spesies, namun ada penambahan 21 spesies baru sehingga totalnya kini 1.794 species burung," kata Achmad Ridha Junaid selaku Research & Communication Officer Burung Indonesia dalam keterangan persnya di Makassar, Jumat.
Jumlah tersebut mencakup tujuh spesies burung yang baru dideskripsikan (newly described species), termasuk myzomela alor (myzomela prawiradilagae) dan cabai kacamata (dicaeum dayakorum).
Berkat perkembangan ilmu ornitologi dan taksonomi, terdapat penambahan 14 spesies burung dari hasil pemisahan spesies terdahulu (split species).
Sementara myzomela alor diumumkan sebagai spesies baru pada Oktober 2019. Burung endemis Pulau Alor ini menghuni habitat pegunungan pada rentang ketinggian 900-1.270 mdpl.
Menurut Achmad, empat spesies yang sebelumnya dianggap sebagai spesies tersendiri, melalui studi terbaru, diketahui masih merupakan subspesies dari spesies yang telah dikenal sebelumnya.
“Sebagai contoh sikatan tanajampea (cyornis djampeanus), yang sebelumnya dikenal sebagai spesies endemis di Pulau Tanajampea, ternyata masih memiliki kemiripan dengan sikatan sulawesi (cyornis omissus). Sehingga sikatan tanajampea dikelompokkan sebagai subspesies sikatan sulawesi,” ujarnya.
Sedang spesies baru lainnya yaitu cabai kacamata atau spectacled flowerpecker.
Diakui itu semua perlu kajian mendalam dalam waktu lama hingga akhirnya para ilmuwan memperkenalkannya sebagai spesies baru yang kemudian diberi nama ilmiah dicaeum dayakorum.
Nama tersebut terinspirasi sekaligus untuk menghormati Suku Dayak yang memiliki pengetahuan lokal luar biasa tentang flora dan fauna di tanah kelahiran mereka.
Selain itu, lanjut Ahmad, lima spesies burung lainnya yang baru bagi sains yaitu kipasan peleng, ceret taliabu, myzomela taliabu, cikrak peleng, dan cikrak taliabu. Tiga spesies berasal dari Pulau Peleng, Provinsi Sulawesi Tengah dan dua spesies lainnya berasal dari Pulau Taliabu (Provinsi Maluku Utara).
Penambahan jumlah spesies secara signifikan ini terjadi akibat perkembangan ilmu pengetahuan ornitologi dan taksonomi. Atas dasar perbedaan tersebut, beberapa subspesies kemudian diakui sebagai spesies yang berbeda dan menjadi spesies tersendiri.
Secara terperinci split species tersebut terdiri dari tiga spesies burung uncal/merpati, tiga spesies nuri, satu spesies merbah/cucak, tiga spesies sikatan, dan empat spesies burung kacamata.
Pada penghujung 2019, Badan Konservasi Dunia (IUCN) juga telah memperbarui Daftar Merah Spesies Terancam Punah (IUCN Red List of Threatened Species) di dunia dan diikuti oleh BirdLife International yang mengumumkan 11.147 spesies burung di dunia.