Makassar (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Sulawesi Selatan mengusulkan agar produk yang dihasilkan dari Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) baik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan (Rutan) bisa mendapat hak paten, legalitas atau keabsahan produk dari pemerintah.
"Saya sudah mensurvei UPT (Unit Pelaksana Teknis) Lapas dan Rutan di Sulsel ternyata banyak hasil karya mereka bagus-bagus. Kami usulkan untuk mendapat hak paten dari pusat bahwa ternyata ada produk dihasilkan di Lapas maupun Rutan berkualitas," ungkap Kepala Bidang Pembinaan Kanwil Kemenhumham Sulsel, Rahnianto, seusai Media Gathering, kolaborasi dukungan resolusi pemasyarakatan dirangkaikan teleconference dengan Dirjen Pemasyarakatan di Rutan Kelas I Makassar, Kamis.
Salah satu yang menarik, sebut dia, adalah produk dari Rutan Kelas II Kabupaten Enrekang. Ada produksi produk kripik jamur yang dihasilkan, dan ternyata belum ada di Sulsel, sehingga ini salah satu bentuk bahwa para warga binaan terus berkreasi selama menjalani masa tahanan mereka.
"Karena kripik jamur ini belum populer di Sulsel, maka bisa saja menjadi produk unggulan. Apa yang mereka buat tentu sangat berguna. Bukan hanya di Rutan Enrekang, produk tudung saji juga dihasilkan dari Rutan perempuan di Sungguminasa, Kabupaten Gowa, begitupun pengolahan Roti the Laps, Lapas Gunungsari Makassar," ucapnya kepada wartawan.
Menurut dia, dari keterampilan dan karya yang dihasilkan warga binaan tentu pantas diberikan apresiasi, selain kualitasnya sangat baik, produk yang dihasilkan juga tidak kalah bersaing dengan lainnya. Inilah kemudian dicoba untuk pengusulan hak paten, maupun merek dagang bagi produk mereka.
Mengenai dengan target produk yang dihasilkan UPT di Sulsel untuk dipasarkan ke luar, sebut Rahniato, tahun ini ditargetkan mencapai Rp279 juta. Produk itu dipasarkan melalui jaringan Dekranasda provinsi maupun kabupaten kota.
"Produk-produk ini diserahkan ke Dekranasda untuk dibantu penjualan, ada beberapa produk yang dipasarkan termasuk mebel dan hasil sentra produksi karya warga binaan pemasyarakatan," beber dia.
Ditanyakan soal profit atau bagi hasil keuntungan dengan produk yang dihasilkan WBP di Lapas maupun Rutan, ia mengungkapkan, bagi hasil tersebut adalah bagi dua, 50 persen untuk warga binaan dan 50 persen masuk ke kas negara.
"Istilahnya premi. Premi untuk warga binaan dari hasil keuntungan 50 persen larinya ke mereka dan selebihnya ke kas negara. Pembagian keuntungan ini misalnya, hasil penjualan seharga Rp20 ribu, keuntungannya Rp10 ribu. Ke warga binaan yang Rp5000, terbagi lagi untuk ke kas negara Rp5000. Sebagian dana yang masuk ini nantinya dipakai untuk bimbingan kerja dan perputaran modal usaha," tambahnya menjelaskan.
Hadir dalam media gathering sekaligus dirangkaikan teleconference bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dari Jakarta masing-masing, Bapas Kelas I Makassar Abdul Azis, Kepala Bidang Pembinaan Lapas Kelas I Makassar Haryoto, Kepala Bidang Pembinaan Kanwil Kumham Sulsel, Harnianto, JFT Kanwil Kemenkumham Sulsel Budi Hartoyo, dan Kepala Urusan Umum Rutan Kelas I Makassar Muh Syafruddin Achmad.
"Saya sudah mensurvei UPT (Unit Pelaksana Teknis) Lapas dan Rutan di Sulsel ternyata banyak hasil karya mereka bagus-bagus. Kami usulkan untuk mendapat hak paten dari pusat bahwa ternyata ada produk dihasilkan di Lapas maupun Rutan berkualitas," ungkap Kepala Bidang Pembinaan Kanwil Kemenhumham Sulsel, Rahnianto, seusai Media Gathering, kolaborasi dukungan resolusi pemasyarakatan dirangkaikan teleconference dengan Dirjen Pemasyarakatan di Rutan Kelas I Makassar, Kamis.
Salah satu yang menarik, sebut dia, adalah produk dari Rutan Kelas II Kabupaten Enrekang. Ada produksi produk kripik jamur yang dihasilkan, dan ternyata belum ada di Sulsel, sehingga ini salah satu bentuk bahwa para warga binaan terus berkreasi selama menjalani masa tahanan mereka.
"Karena kripik jamur ini belum populer di Sulsel, maka bisa saja menjadi produk unggulan. Apa yang mereka buat tentu sangat berguna. Bukan hanya di Rutan Enrekang, produk tudung saji juga dihasilkan dari Rutan perempuan di Sungguminasa, Kabupaten Gowa, begitupun pengolahan Roti the Laps, Lapas Gunungsari Makassar," ucapnya kepada wartawan.
Menurut dia, dari keterampilan dan karya yang dihasilkan warga binaan tentu pantas diberikan apresiasi, selain kualitasnya sangat baik, produk yang dihasilkan juga tidak kalah bersaing dengan lainnya. Inilah kemudian dicoba untuk pengusulan hak paten, maupun merek dagang bagi produk mereka.
Mengenai dengan target produk yang dihasilkan UPT di Sulsel untuk dipasarkan ke luar, sebut Rahniato, tahun ini ditargetkan mencapai Rp279 juta. Produk itu dipasarkan melalui jaringan Dekranasda provinsi maupun kabupaten kota.
"Produk-produk ini diserahkan ke Dekranasda untuk dibantu penjualan, ada beberapa produk yang dipasarkan termasuk mebel dan hasil sentra produksi karya warga binaan pemasyarakatan," beber dia.
Ditanyakan soal profit atau bagi hasil keuntungan dengan produk yang dihasilkan WBP di Lapas maupun Rutan, ia mengungkapkan, bagi hasil tersebut adalah bagi dua, 50 persen untuk warga binaan dan 50 persen masuk ke kas negara.
"Istilahnya premi. Premi untuk warga binaan dari hasil keuntungan 50 persen larinya ke mereka dan selebihnya ke kas negara. Pembagian keuntungan ini misalnya, hasil penjualan seharga Rp20 ribu, keuntungannya Rp10 ribu. Ke warga binaan yang Rp5000, terbagi lagi untuk ke kas negara Rp5000. Sebagian dana yang masuk ini nantinya dipakai untuk bimbingan kerja dan perputaran modal usaha," tambahnya menjelaskan.
Hadir dalam media gathering sekaligus dirangkaikan teleconference bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dari Jakarta masing-masing, Bapas Kelas I Makassar Abdul Azis, Kepala Bidang Pembinaan Lapas Kelas I Makassar Haryoto, Kepala Bidang Pembinaan Kanwil Kumham Sulsel, Harnianto, JFT Kanwil Kemenkumham Sulsel Budi Hartoyo, dan Kepala Urusan Umum Rutan Kelas I Makassar Muh Syafruddin Achmad.