Makassar (ANTARA) - Virus corona jenis baru atau COVID-19 telah memicu produksi sirup PT Duta Harapan Tunggal (DHT) sebagai salah satu jenis kuliner khas Sulawesi Selatan turun sekitar 50 persen menjelang bulan suci Ramadhan 1441 Hijriah.
Hal itu dikemukakan Manager PT DHT, Wempy Tundatuon di Kabupaten Gowa, Sulsel, Selasa.
Dia mengatakan, akibat pengaruh pandemi COVID-19 ini sirup DHT yang diproduksi oleh PT DHT itu berada di Macanda Kabupaten Gowa, harus menurunkan produksinya hingga 50 persen karena khawatir dampak pandemi COVID-19.
"Justru produksi menurun karena dampak COVID-19. Penurunannya 50-60 persen dibandingkan permintaan pembelian tahun lalu," kata Wempy.
Dia mengatakan, dalam kondisi normal biasanya tidak ada spasi untuk parkir, sekarang sudah berkurang yang parkir, artinya daya beli pelanggan menurun. Sebagai gambaran yang biasanya mengambil 100 botol atau jerigen sekarang cuma 50 botol saja.
Penurunan produksi ini juga mempengaruhi jumlah penerimaan pekerja yang dilakukan secara musiman, sebulan sebelum Ramadhan. PT DHT yang biasanya merekrut 100 pekerja lepas atau harian untuk melakukan proses produksi di pabrik, kini juga berkurang menjadi 50 orang.
Sementara mengenai upah pekerja yang diberikan tidak ada kenaikan dari tahun lalu. Pertimbangannya karena tahun ini pekerjaan lembur ditiadakan.
"Kami merekrut harian, biasanya 100 orang kita rekrut untuk membantu, sekarang 50 saja tidak sampai. Tenaga kerja yang ada saja, itu dipakai," ujarnya.
Meski demikian, menurut Wempy, antusias masyarakat hingga saat ini memang masih terjaga untuk membeli sirup DHT, utamanya bagi costumer di daerah. Namun pihaknya tetap membatasi ruang gerak pengantaran untuk memberi perlindungan lebih kepada pekerja PT DHT di tengah wabah COVID-19.
Hal itu terbukti, kata Wempy, dari banyaknya permintaan melalui whatsapp dan telepon dari para pelanggan hingga luar Provinsi Sulawesi Selatan.
"Sebenarnya mereka antusias karena adanya yang datang, tetapi ada beberapa yang mau datang tapi takut, ada beberapa yang mau diantarkan tapi kami juga terbatas mengantarkan," katanya.
Hanya saja, sebagai produsen, PT DHT juga lebih hati-hati untuk produksi dalam jumlah besar dengan mempertimbangkan kondisi saat ini terhadap wabah corona di Makassar.
Selain itu, tidak sedikit costumer yang juga lebih berhati-hati ke luar rumah untuk datang langsung ke pabrik melakukan orderan karena pandemi ini.
"Jangan sampai kita produksi besar, padahal daya beli menurun dan permintaan tidak sesuai. Misalnya kita produksi 1.000 jerigen dan yang terjual hanya 300 jerigen. Lebihnya mau dikemanakan, padahal sirup ini bisa disebut musiman, hanya di bulan Ramadhan, selesai lebaran pasti turun pembelian," urainya.
Sirup DHT sepertinya memang menjadi kuliner yang harus menemani warga Sulawesi Selatan selama Ramadhan, disajikan dengan berbagai hidangan berbuka puasa, seperti pisang ijo, pallu butung, es buah dan beberapa kuliner lainnya.
Wempy menyebutkan tahun ini terdapat kenaikan harga sebesar Rp10 ribu untuk sirup DHT pada semua jenis ukuran, mulai dari botol berisi 620 ml, jerigen 2 liter dan 5 liter. Kenaikan ini sekali setahun dan telah dilakukan pada 25 Februari 2020.
Wempy mengemukakan kenaikannya ini dipengaruhi oleh harga bahan baku seperti gula. Meski demikian, kelangkaan gula yang baru-baru ini terjadi tidak mempengaruhi produksi, sebab PT DHT telah menyiapkan stok gula bekerja sama dengan Makassar Te'ne sejak Januari 2020.
Sejak Januari hingga awal April ini, PT DHT telah melakukan produksi sebanyak enam kali dengan dua kali produksi dalam jumlah besar untuk persiapan Ramadhan.
Sebagai langkah mengantisipasi produksi berlebihan, PT DHT telah mencatat permintaan dari berbagai konsumen sebagai dasar untuk produksi, agar hasil produksi bisa disesuaikan dengan permintaan konsumen.
Sementara menanggapi COVID-19, PT DHT mengeluarkan kebijakan bahwa pabrik hanya melayani pembelian lebih dari 50 dos atau cergen. Hal ini dilakukan sebagai upaya menghindari adanya kerumunan masyarakat di dalam area pabrik.
Bukan itu saja, langkah-langkah pencegahan bagi pekerja seperti pengecekan suhu badan dan cuci tangan setiba di pabrik juga dilakukan.
"Kita juga memeriksa karyawan yang masuk ke lokasi, kesehatan dan suhu badannya yang tidak normal kita tidak izinkan masuk. Bahkan ada juga sesuai permintaan keluarganya untuk tidak bekerja, kami tidak permasalahkan karena kita gaji harian," ujarnya.