Makassar (ANTARA News) - Pakar Bisnis Keluarga dari The Jakarta Consulting Group, Dr. A.B. Susanto, mengatakan, sebagian besar bisnis keluarga di Indonesia masih mengabaikan konsep aturan bisnis keluarga atau "family governance".

"Konsep ini menjadi sangat penting dalam menjalankan bisnis keluarga sebagai solusi atas tujuh penyakit yang melekat pada bisnis ini," jelasnya di Makassar, Senin.

Menurutnya, di dalam family governance ini terdapat aturan mengenai besarnya pembagian keuntungan, proses suksesi, komitmen keluarga dalam membangun bisnis, dan sebagainya.

Keterkaitan emosional, katanya, kadang lebih banyak mempengaruhi aturan bisnis dalam keluarga, sehingga hal ini yang menjadi faktor utama kegagalan bisnis keluarga.

Menurutnya, dalam hal pembagian keuntungan tidak ditentukan dengan jelas besar keuntungan yang akan diberikan kepada keluarga, karena masih menggunakan pendekatan emosional.

"Justru bisnis keluarga ini tidak hancur karena persaingan usaha dengan bisnis yang lain, akan tetapi disebabkan oleh faktor internal," ujarnya.

Ia menambahkan, jika terjadi konflik dalam bisnis keluarga ini, ada dua pendekatan yang perlu dilakukan oleh para pengusaha agar bisnis tetap bisa berjalan.

"Pertama adalah metode kolaboratif, dan yang kedua adalah kompromi, yang dalam hal ini pihak keluarga saling berunding tanpa ada beban," jelasnya.

Ia mengatakan, bisnis keluarga di Indonesia lebih banyak menggunakan metode saling menghindari atau "avoidance" jika terjadi konflik.

"Metode ini keliru, karena seolah-olah perusahaan masih berjalan dengan baik, namun ternyata terdapat konflik yang cukup besar," lanjutnya.

Berbeda halnya dengan akomodasi, di mana metode ini baik digunakan dalam hubungan keluarga, namun buruk jika digunakan dalam bisnis. (T.pso-103/M012)

   

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024