Makassar (ANTARA) - Pedagang sayur di Pasar Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, terus mengeluhkan kurangnya pembeli yang telah terjadi sejak virus corona baru atau COVID-19 mewabah pada Maret 2020.
Mira, salah satu pedagang sayuran di Pasar Antang yang ditemui pada Selasa (7/7), mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19 Pasar Antang tetap beroperasi seperti biasa, namun penghasilan yang didapatkan berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
Bahkan, terkadang barang dagangan yang dijual membusuk atau kedaluwarsa yang berujung kerugian bagi para pedagang.
Walaupun sekarang masyarakat cukup leluasa bepergian ke pasar, namun minat beli masih relatif rendah, dan adanya pasar tradisional lainnya yang juga sudah beroperasi kembali. Seperti Pasar Tello.
“Selama sesudah lebaran ini masih agak sepi, adaji iya cuman tidak seberapa (masih minim), apa lagi kalau tinggalmi begini, pasti untungnya sediki mami di dapat, apalagi bukan cuman di sini pasar, ada juga di Tello,” ujarnya.
Mira mengakui keuntungan yang tidak seberapa dari hasil penjualan sayur, memaksanya untuk mengatur pola pembayaran sejumlah cicilan atas hutang-hutangnya.
Berbagai hutangnya harus dicicil secara bergantian, mengingat ia juga harus memenuhi kebutuhan sehari-hari sanak keluarganya.
“Untuk kebutuhan sehari-hari adaji, cuman ini kalau ada di dapat dibayar sedikit-sedikit bergantian,” ucapnya.
Selain pedagang, konsumen pun merasakan dampak dari pandami COVID-19 yang telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.
Fitri (29), ketika ditemui di Pasar Antang mengaku berbelanja seadanya karena juga harus berhemat agar uangnya dapat memenuhi semua kebutuhan penting.
Ia merupakan bagian dari karyawan yang terkena pemotongan gaji sebesar 50 persen dari total gaji yang biasanya diterima.
“Kan biasa sebelum pandemi biasanya beli ki udang, ikan tapi sekarang sisa telur atau tempe karena kan sebelumnya full ki kerja, sekarang sisa 20-15 hari saja jadi otomatis gaji sisa 50 persen atau dihitung perharinya, jadi kebutuhan penting ji saja yang di beli kayak susunya anak,” ujarnya. (*/mhs Magang)
Mira, salah satu pedagang sayuran di Pasar Antang yang ditemui pada Selasa (7/7), mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19 Pasar Antang tetap beroperasi seperti biasa, namun penghasilan yang didapatkan berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
Bahkan, terkadang barang dagangan yang dijual membusuk atau kedaluwarsa yang berujung kerugian bagi para pedagang.
Walaupun sekarang masyarakat cukup leluasa bepergian ke pasar, namun minat beli masih relatif rendah, dan adanya pasar tradisional lainnya yang juga sudah beroperasi kembali. Seperti Pasar Tello.
“Selama sesudah lebaran ini masih agak sepi, adaji iya cuman tidak seberapa (masih minim), apa lagi kalau tinggalmi begini, pasti untungnya sediki mami di dapat, apalagi bukan cuman di sini pasar, ada juga di Tello,” ujarnya.
Mira mengakui keuntungan yang tidak seberapa dari hasil penjualan sayur, memaksanya untuk mengatur pola pembayaran sejumlah cicilan atas hutang-hutangnya.
Berbagai hutangnya harus dicicil secara bergantian, mengingat ia juga harus memenuhi kebutuhan sehari-hari sanak keluarganya.
“Untuk kebutuhan sehari-hari adaji, cuman ini kalau ada di dapat dibayar sedikit-sedikit bergantian,” ucapnya.
Selain pedagang, konsumen pun merasakan dampak dari pandami COVID-19 yang telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.
Fitri (29), ketika ditemui di Pasar Antang mengaku berbelanja seadanya karena juga harus berhemat agar uangnya dapat memenuhi semua kebutuhan penting.
Ia merupakan bagian dari karyawan yang terkena pemotongan gaji sebesar 50 persen dari total gaji yang biasanya diterima.
“Kan biasa sebelum pandemi biasanya beli ki udang, ikan tapi sekarang sisa telur atau tempe karena kan sebelumnya full ki kerja, sekarang sisa 20-15 hari saja jadi otomatis gaji sisa 50 persen atau dihitung perharinya, jadi kebutuhan penting ji saja yang di beli kayak susunya anak,” ujarnya. (*/mhs Magang)