Makassar (ANTARA) - Pengelola UPTD Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kota Makassar, akhirnya diganti, menyusul gelombang demonstrasi penghuni atas dugaan Pungutan Liar (Pungli) yang terungkap dilakukan pengelola selama beberapa tahun terakhir.

"Kami sudah lakukan pergantian (pengelola UPTD)," tegas Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga Kesbangpol Kota Makassar,  Haeruddin Tamrin, usai bertemu warga Rusunawa di Kelurahan Lette, dan Panambungan, Kecamatan Mariso, Makassar, Selasa.

Hal itu mencuat, setelah pihaknya mendengarkan keterangan dan aduan warga Rusunawa setempat terkait dengan dugaan pungli pengelola seperti pembayaran air, listrik dan biaya sewa yang dinilai tidak wajar.

Tidak hanya itu, Haeruddin menyatakan sudah berkoordinasi dengan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Makassar untuk mengganti struktur pengelola rusunawa. Dan sementara ini pengelolaan diambil alih dinas perumahan.

"Intinya, semua pengelolan kita non aktifkan, kita ganti. Untuk investigasinya, pasti berjalan. Kita tunggu hasil dari inspektorat (penyelidikan) bagaimana nanti, hasilnya akan diputuskan, (pidana) atau pemecatan," papar dia menegaskan.

Salah seorang penghuni Rusunawa setempat, Maskur Mappiasse (40) mengungkapkan, ia beserta keluarganya sudah menetap hampir lima tahun. Dari hasil penelusuran warga bersama organisasi masyarakat dibantu mahasiswa, terungkap banyak permainan dari pengelola bahkan warga dijadikan lahan bisnis untuk keuntungan pribadi.

Sejak pergantian pengelolaan lalu, sejumlah temuan terkuak, seperti   pembayaran listrik priode Januari-Juli tahun 2020, data pengelola dengan PLN setelah direkap tidak sinkron dan banyak selisih. Bahkan ada 41 meteran yang sudah rusak, namun tetap ditagih, padahal dari mana hitungan pengelola membebankan pembayaran.

Tidak hanya itu, kejanggalan lain adalah pada meteran, penghuni dipasangkan meteran untuk industri. Padahal diketahui warga yang mendiami rusun itu menengah ke bawah. Daya yang diberikan 1300 kWh, itupun ada selisih harga resmi PLN. 

"Selama ini kami bayar tidak pernah di bawah Rp200 ribu per bulan, saya sendiri warga di sana. Kamar berukuran kecil, tapi membayar listrik sampai Rp320 ribu per bulan, dulunya sebelum mereka (pengelola) Rp150 ribuan" beber Maskur.

Ia menyebutkan, dari hasil penelusuran, untuk tarif PLN dibebankan sekitar Rp1.400-an per kWh sementara struk yang dibebankan pengelola diatas Rp1.500-an, tentunya ada  ada selisih, dan bila dikalikan 198 satu rusun, berapa keuntungan mereka dapatkan, belum lagi rusunawa yang lain.
  
Tidak hanya persoalan listrik, masalah air bersih PDAM juga disoal, sebab selama ini pembayaran air tidak melebihi Rp5 jutaan, tapi setelah dikelola oleh pengelola baru, diatas lima jutaan.

"Dulunya paling tinggi dibayar Rp30 ribuan lebih, tapi sejak dikelola mereka, itu diatas Rp60 ribuan bahkan ada bayar Rp100 ribuan. Kalau dihitung dari satu rusun dengan 198 kamar, tentu diatas lima jutaan atau bisa saja lebih banyak," ungkapnya

  Suasana aktivitas warga penghuni Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (4/8/2020). ANTARA/Darwin Fatir.

Penghuni lainnya, Rini menuturkan, sejak pembayaran biaya sewa rusunawa dikelola oleh Susan salah satu pimpinan pengelola, terjadi banyak kejanggalan, baik itu pembayaran air maupun listrik yang baik begitu drastis. Sementara Rusunawa tersebut dibangun untuk peruntukan bagi kehidupan layak warga miskin.  
"Kadang kita bayar Rp400 ribu lebih, kadang ada Rp300 ribu per bulan. Sementara tidak banyak pemakaian, itu artinya tidak sesuai. Sudah lama naik semenjak itu dikelola ibu Susan," ungkap Rini menambahkan.

Pihak pengelola yang dicoba dikonfirmasi terkait dengan persoalan beban pembayaran listrik dan air oleh penghuni Rusunawa, tidak memberikan respon. Karena jengkel penghuni Rusawa setempat bahkan mengembok jalan masuk ke kantor pengelola. Sebelumnya, ratusan warga penghuni Rusunawa melakukan aksi di kantor Balai Kota untuk memprotes pengelola dan meminta keadilan.

 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024