Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya 13.567 permasalahan senilai Rp8,97 triliun selama pelaksanaan pemeriksaan laporan pada semester I 2020.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020 kepada DPR di Jakarta, Senin, mengatakan temuan ini merupakan ringkasan dari 634 laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan, tujuh LHP kinerja, dan 39 LHP dengan tujuan tertentu.
Menurut dia, jumlah tersebut meliputi 6.713 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), 6.702 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp8,28 triliun, serta 152 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp692,05 miliar.
Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 4.051 permasalahan senilai Rp8,28 triliun merupakan permasalahan yang dapat mengakibatkan kerugian senilai Rp1,79 triliun, potensi kerugian senilai Rp3,30 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp3,19 triliun.
Dengan adanya permasalahan tersebut, entitas terkait telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan selama proses pemeriksaan sebesar Rp670,50 miliar atau hanya sekitar 8 persen dari total nilai temuan, dengan di antaranya Rp384,71 miliar merupakan penyetoran dari pemerintah pusat, BUMN, dan badan lainnya.
"Selain itu, sebanyak 2.651 permasalahan ketidakpatuhan mengakibatkan penyimpangan administrasi," kata Firman.
Sementara itu, dari hasil pemeriksaan kinerja, BPK menemukan adanya ketidakefektifan dan kekurangefektivan dalam pelaksanaan kinerja PT Perkebunan Nusantara Grup pada 2015 sampai semester I 2019 serta PT Rajawali Nusantara Indonesia Holding dalam melaksanakan fungsi pengendalian pengelolaan keuangan dan aset pada 2017 sampai semester I 2019.
Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK mengungkapkan pengelolaan BMN dari kontraktor kontrak kerja sama pada pusat pengelola BMN Kementerian ESDM telah sesuai kriteria dengan pengecualian serta pengelolaan subsidi/kewajiban pelayanan publik pada 13 objek pemeriksaan di 14 entitas telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.
Sedangkan untuk pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan, BPK menyatakan pendapatan iuran dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial 2017-2019 pada BPJS Kesehatan, juga telah dilakukan sesuai kriteria dengan pengecualian.
Dalam 15 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2005 sampai dengan 30 Juni 2020, BPK telah menyampaikan 571.466 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp259,38 triliun.
Secara kumulatif sampai 30 Juni 2020, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp111,01 triliun diantaranya berasal dari pemerintah pusat, BUMN, dan badan lainnya sebesar Rp89,93 triliun.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020 kepada DPR di Jakarta, Senin, mengatakan temuan ini merupakan ringkasan dari 634 laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan, tujuh LHP kinerja, dan 39 LHP dengan tujuan tertentu.
Menurut dia, jumlah tersebut meliputi 6.713 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), 6.702 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp8,28 triliun, serta 152 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp692,05 miliar.
Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 4.051 permasalahan senilai Rp8,28 triliun merupakan permasalahan yang dapat mengakibatkan kerugian senilai Rp1,79 triliun, potensi kerugian senilai Rp3,30 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp3,19 triliun.
Dengan adanya permasalahan tersebut, entitas terkait telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan selama proses pemeriksaan sebesar Rp670,50 miliar atau hanya sekitar 8 persen dari total nilai temuan, dengan di antaranya Rp384,71 miliar merupakan penyetoran dari pemerintah pusat, BUMN, dan badan lainnya.
"Selain itu, sebanyak 2.651 permasalahan ketidakpatuhan mengakibatkan penyimpangan administrasi," kata Firman.
Sementara itu, dari hasil pemeriksaan kinerja, BPK menemukan adanya ketidakefektifan dan kekurangefektivan dalam pelaksanaan kinerja PT Perkebunan Nusantara Grup pada 2015 sampai semester I 2019 serta PT Rajawali Nusantara Indonesia Holding dalam melaksanakan fungsi pengendalian pengelolaan keuangan dan aset pada 2017 sampai semester I 2019.
Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK mengungkapkan pengelolaan BMN dari kontraktor kontrak kerja sama pada pusat pengelola BMN Kementerian ESDM telah sesuai kriteria dengan pengecualian serta pengelolaan subsidi/kewajiban pelayanan publik pada 13 objek pemeriksaan di 14 entitas telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.
Sedangkan untuk pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan, BPK menyatakan pendapatan iuran dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial 2017-2019 pada BPJS Kesehatan, juga telah dilakukan sesuai kriteria dengan pengecualian.
Dalam 15 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2005 sampai dengan 30 Juni 2020, BPK telah menyampaikan 571.466 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp259,38 triliun.
Secara kumulatif sampai 30 Juni 2020, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp111,01 triliun diantaranya berasal dari pemerintah pusat, BUMN, dan badan lainnya sebesar Rp89,93 triliun.