Makassar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan sejak tahun lalu telah mantap mendorong anggaran 2021 difokuskan dan diprioritaskan untuk program pemulihan ekonomi sekaligus penanganan COVID-19.
 
Komitmen dan strategi untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Sulsel memang sudah seharusnya dipercepat, apalagi status daerah yang kini dipimpin Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman itu sebagai lokomotif untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI)

Dan upaya itu mulai terlihat dijalankan Pemprov Sulsel dengan melakukan percepatan proses lelang proyek untuk  menggenjot realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagai bagian dari upaya menggerakkan ekonomi masyarakat.

Melalui pembangunan proyek infrastruktur ataupun kegiatan-kegiatan fisik lainnya, tentunya diharapkan mampu menggerakkan sektor riil sekaligus mampu menggerakkan ekonomi yang telah mengalami pelambatan hingga ketitik nadir akibat dampak pandemi COVID-19 tahun lalu.

Apalagi dengan adanya pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, bandara, irigasi, bendungan hingga gedung-gedung pemerintahan, maka pemerintah pastinya wajib melakukan belanja-belanja yang ikut menjadi daya ungkit ekonomi.

Setali tiga uang, kondisi ini sebagai angin segar bagi pihak swasta yang menjadi mitra pemerintah yang turut mengalami kelesuan ekonomi akibat efek penyebaran COVID-19 sejak Maret 2020.

Namun upaya dan strategi Pemprov Sulsel dalam percepatan PEN 2021 ternyata mengalami jalan terjal dan berubah menjadi misi yang super sulit untuk dinormalkan sesegera mungkin.

Bagaimana tidak, di tengah upaya memulai program mulia untuk mensejahterakan masyarakat di daerah itu, anggaran Pemprov Sulsel mau tidak mau harus menghadapi refocusing anggaran atau mengalokasikan kembali anggaran untuk tujuan tertentu.

Pemangkasan amunisi itu pada dasarnya masih cukup normal dan tidak hanya dirasakan Sulsel. Hanya saja yang membuatnya lebih berat mengingat Pemprov Sulsel saat ini juga tengah dipusingkan dengan kewajiban pelunasan utang kepada pihak ketiga yang jumlahnya mencapai Rp345 miliar.

Anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD Sulsel Ady Ansar mengatakan, sepanjang sejarah di Sulsel, baru kali ini pemerintah gagal membayar utang kepada pihak ketiga berkaitan sejumlah proyek pembangunan yang sudah selesai. 

Dengan jumlah utang yang tidak sedikit sehingga harus dilakukan recofusing (realokasi) anggaran pada setiap OPD.

”Jadi utangnya Rp345 miliar itu dari kegiatan pihak ketiga. Tetapi di luar itu, ada lagi temuan potensi utang lain sekitar Rp200 miliar lebih, diperkirakan total utang Pemprov sekitar Rp500 miliar lebih,” katanya pada rapat khusus membahas penyelesaian utang Pemprov Sulsel setelah diterbitnya Surat Perintah Membayar atau SPM.

Pada kesempatan itu pula, diketahui kebutuhan anggaran yang direalokasi untuk disetujui meliputi anggaran 8 persen senilai Rp187 miliar, kemudian pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp77 miliar, serta utang pihak ketiga dalam bentuk SPM sebesar Rp345 miliar, total sebesar Rp609 miliar.

Khusus untuk utang Rp345 miliar yang harus dibayarkan seperti bantuan hibah bagi rumah ibadah, masjid, gereja, dan lainnya sebesar Rp14 miliar. Selanjutnya, pengembalian dana Pemilihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp25 miliar serta Rp304 miliar utang kegiatan proyek pembangunan yang telah selesai.

Sehingga untuk menutupi kebutuhan anggaran Rp609 miliar tersebut, diambil dari anggaran belanja OPD sebesar Rp266 miliar, selanjutnya bantuan keuangan Rp150 miliar,  Biaya Tidak Terduga (BTT) Rp20 miliar, dan hibah Rp14 miliar, dengan jumlah Rp450 miliar.

”Itu belum mencukupi Rp609 miliar. Jadi angka ini yang mesti disiapkan kembali pada kebijakan parsial kedua. Sebab, masih ada Rp159 miliar sisanya dari Rp609 miliar itu. Inilah membuat kami puyeng. Dicari, di mana untuk menutupi itu,”ujar Ady Ansar.

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel Muhammad Rasyid mengatakan, jumlah utang yang dibayarkan melalui recofusing sebesar Rp174 miliar.

Sebagai langkah melunasi kewajibannya ke pihak ketiga yang telah menyelesaikan berbagai proyek infrastruktur pemerintah,  Pemprov Sulsel melakukan re-assesment atau penilaian kembali terhadap kegiatan di semua organisasi perangkat daerah (OPD).

Sumbernya dari belanja nonfisik dan ada pula dari pendanaan kegiatan fisik.

Rasyid juga menyampaikan jika kebijakan re-assesment itu tidak begitu mengganggu pengerjaan proyek fisik di lingkup Pemprov Sulsel. 

Pembangunan jalan, irigasi, dan jembatan tetap berjalan meski dikurangi volumenya. Misalnya jalan awalnya direncanakan sepanjang 10 kilometer, maka bisa dipangkas hingga menjadi 7 km saja. Begitupun yang panjangnya 5 km maka dikurangi menjadi 4 km.

Kepala Bidang Anggaran Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel Sakura mengatakan Pemprov  Sulawesi Selatan harus memangkas bantuan keuangan daerah untuk menyelesaikan utang kepada pihak ketiga yang mencapai Rp345 miliar.

Kebijakan pemotongan anggaran tidak hanya untuk proyek prioritas, namun juga bantuan kepada kabupaten/kota yang totalnya mencapai Rp500 miliar pada tahun ini.

Mengenai berapa besar pemotongan anggaran bantuan daerah, ia tidak bersedia menjelaskan dengan alasan etika dan masuk rana pimpinan.

Ia hanya memastikan jika proses pelunasan utang Pemprov Sulsel kepada pihak ketiga, tengah dalam penyelesaian.


Pangkas dana makan minum

Pelaksana Tugas (Plt) Bappelitbangda Pemprov Sulsel Darmawan Bintang mengatakan Pemprov Sulsel terpaksa harus menghentikan tender yang sedang berjalan yang jumlahnya kurang lebih 27 proyek.

Termasuk pula harus memangkas anggaran perjalanan dinas semua OPD Sulsel. Pembayaran utang dilakukan dengan optimalisasi anggaran pada sejumlah kegiatan organisasi perangkat daerah (OPD), mulai dari perjalanan dinas,biaya pertemuan atau rapat hingga biaya makan minum.

Optimalisasi dan efisiensi juga dilakukan pada semua program OPD melalui reassessment. Terutama pada program yang jika ditunda maka tidak berdampak langsung, itu sementara tidak dilajutkan.

Darmawan yang juga Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel ini menegaskan, pemotongan anggaran tidak dilakukan serampangan, penilaian didasarkan pada beban kerja, kegiatan prioritas, serta besar kecilnya anggaran yang dimiliki masing-masing OPD.

Diharapkan OPD saling mensubsidi, OPD dengan APBD yang tinggi maka potongannya  lebih tinggi dan OPD yang APBD terbilang kecil akan memberi subsidi ke OPD yang punya anggaran lebih kecil.

"Ini agar tidak berpengaruh keseluruhan. Jika kita samaratakan semua untuk pemotongannya, maka beruntunglah OPD yang punya anggaran besar," ujarnya.

Pewarta : Abdul Kadir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024