Makassar (ANTARA) - Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti menyerap aspirasi dari Bupati Pangkep, Sulawesi Selatan, HM Yusran Lalogau dan para guru honorer di daerah tersebut.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Rumah Jabatan Bupati Pangkep, Sabtu, HM Yusran Lalogau menyampaikan jika permasalahan honorer di Indonesia khususnya di daerahnya itu bisa dipertimbangkan untuk pengangkatan bagi mereka yang telah mengabadi cukup lama.
"Kami memohon arahan pak ketua dan para senator untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Karena saya khawatir kalau jadinya pengangkatan ini pengangkatan bodong," ujarnya.
Yusran Lalogau mengatakan, permasalahan mengenai seratusan lebih tenaga honorer kategori dua (K2), khususnya guru honorer, yang telah diangkat sebagai aparatur sipil negara (ASN) namun belum ada surat keputusan (SK) dari Bupati.
Persoalan tersebut merupakan masalah bawaan dari periode bupati sebelumnya.
Yusran merasa ragu untuk meneken SK, karena tidak mengetahui proses pengangkatan para pegawai K2 tersebut. Ia khawatir akan ada persoalan di kemudian hari, yang akan berdampak pada persoalan pidana.
La Nyalla Mattaliti yang didampingi Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin, Anggota Komite I DPD RI Muhammad Idris dan Jialyka Maharani, serta anggota DPD Dapil Sulsel Lily Amelia Salurapa berjanji akan membawa permasalahan itu hingga ke pusat.
Ia berencana mengundang Bupati Pangkep Yusran Lalogau untuk bertemu dengan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Tjahjo Kumolo hingga jajaran kementerian terkait.
"Persoalan tenaga honorer ini, khususnya guru honorer memang agak pelik. Makanya kami di DPD akan membuat Pansus soal guru honorer yang berusia di atas 35 tahun. Mereka tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), padahal sudah mengabdi sampai ada yang puluhan tahun," ungkap La Nyalla.
Usai bertemu Bupati, LaNyalla menyempatkan bertemu dengan sejumlah warga yang mayoritas merupakan guru honorer. Banyak dari mereka yang menantikan SK dari Bupati, setelah lama diumumkan telah diangkat sebagai ASN.
Para warga yang hadir itu mengadukan nasib mereka yang terkatung-katung tersebut. LaNyalla pun berjanji untuk menjembatani permasalahan ini.
"Barusan kita bertemu bupati, mudah-mudahan ada jalan keluar. Semoga kita cepat selesaikan masalah K2 ini. Pada prinsipnya berdoa, saya tidak mau banyak umbar janji atau banyak omong, yang penting saya bekerja untuk rakyat," jelas tokoh keturunan asal Sulsel yang besar di Surabaya itu.
Mantan Ketum PSSI ini menugaskan Sylviana Murni untuk mengawal kasus guru honorer di Pinrang. Komite III DPD RI mengurusi bidang pendidikan.
"Insyaallah saya dan Pak LaNyalla akan mempercepat proses itu. Beliau mengundang bupati ke Jakarta, dan kami akan mengundang menteri-menteri terkait untuk masalah ini. Kami akan mengundang Menteri PAN-RB. Bila perlu kami akan undang Mendikbud, dan Mendagri karena ini persoalan daerah juga," terang Sylviana.
"Kita ingin penyelesaian secara hukum tentang masalah ini. Tidak mau kan kalau datanya bodong? Jadi Bupatinya juga nggak khawatir, sehingga tidak ada yang berani macam-macam kalau masalah ini terkawal dengan baik. Apalagi NIK sudah keluar hanya tinggal SK Bupati saja," tambahnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Rumah Jabatan Bupati Pangkep, Sabtu, HM Yusran Lalogau menyampaikan jika permasalahan honorer di Indonesia khususnya di daerahnya itu bisa dipertimbangkan untuk pengangkatan bagi mereka yang telah mengabadi cukup lama.
"Kami memohon arahan pak ketua dan para senator untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Karena saya khawatir kalau jadinya pengangkatan ini pengangkatan bodong," ujarnya.
Yusran Lalogau mengatakan, permasalahan mengenai seratusan lebih tenaga honorer kategori dua (K2), khususnya guru honorer, yang telah diangkat sebagai aparatur sipil negara (ASN) namun belum ada surat keputusan (SK) dari Bupati.
Persoalan tersebut merupakan masalah bawaan dari periode bupati sebelumnya.
Yusran merasa ragu untuk meneken SK, karena tidak mengetahui proses pengangkatan para pegawai K2 tersebut. Ia khawatir akan ada persoalan di kemudian hari, yang akan berdampak pada persoalan pidana.
La Nyalla Mattaliti yang didampingi Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin, Anggota Komite I DPD RI Muhammad Idris dan Jialyka Maharani, serta anggota DPD Dapil Sulsel Lily Amelia Salurapa berjanji akan membawa permasalahan itu hingga ke pusat.
Ia berencana mengundang Bupati Pangkep Yusran Lalogau untuk bertemu dengan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Tjahjo Kumolo hingga jajaran kementerian terkait.
"Persoalan tenaga honorer ini, khususnya guru honorer memang agak pelik. Makanya kami di DPD akan membuat Pansus soal guru honorer yang berusia di atas 35 tahun. Mereka tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), padahal sudah mengabdi sampai ada yang puluhan tahun," ungkap La Nyalla.
Usai bertemu Bupati, LaNyalla menyempatkan bertemu dengan sejumlah warga yang mayoritas merupakan guru honorer. Banyak dari mereka yang menantikan SK dari Bupati, setelah lama diumumkan telah diangkat sebagai ASN.
Para warga yang hadir itu mengadukan nasib mereka yang terkatung-katung tersebut. LaNyalla pun berjanji untuk menjembatani permasalahan ini.
"Barusan kita bertemu bupati, mudah-mudahan ada jalan keluar. Semoga kita cepat selesaikan masalah K2 ini. Pada prinsipnya berdoa, saya tidak mau banyak umbar janji atau banyak omong, yang penting saya bekerja untuk rakyat," jelas tokoh keturunan asal Sulsel yang besar di Surabaya itu.
Mantan Ketum PSSI ini menugaskan Sylviana Murni untuk mengawal kasus guru honorer di Pinrang. Komite III DPD RI mengurusi bidang pendidikan.
"Insyaallah saya dan Pak LaNyalla akan mempercepat proses itu. Beliau mengundang bupati ke Jakarta, dan kami akan mengundang menteri-menteri terkait untuk masalah ini. Kami akan mengundang Menteri PAN-RB. Bila perlu kami akan undang Mendikbud, dan Mendagri karena ini persoalan daerah juga," terang Sylviana.
"Kita ingin penyelesaian secara hukum tentang masalah ini. Tidak mau kan kalau datanya bodong? Jadi Bupatinya juga nggak khawatir, sehingga tidak ada yang berani macam-macam kalau masalah ini terkawal dengan baik. Apalagi NIK sudah keluar hanya tinggal SK Bupati saja," tambahnya.