Makassar (ANTARA) - Direktur Yayasan Konservasi Laut Indonesia (YKLI) Sulawesi Selatan, Nirwan Dessibali menyebut sampah plastik yang dibuang ke laut memberikan kontribusi besar terhadap kerusakan ekosistem karena menciptakan mikroplastik yang dimakan biota laut.
"Sampah plastik telah menjadi salah satu ancaman bagi ekosistem laut di seluruh dunia, tak terkecuali Kota Makassar. Beberapa riset menunjukkan paparan plastik dalam bentuk mikroplastik telah ditemukan di spesimen air laut, sedimen dan bahkan di tubuh ikan maupun kerang, "sebut Nirwan saat dikonfirmasi, Senin.
Hasil riset menunjukkan telah ditemukan 28 per size (ukuran kecil) mikroplastik pada saluran pencernaan individu ikan yang konsumsi di Kota Makassar dari sampel yang dikumpulkan di tempat pelelangan ikan. Terdapat empat ekor dari 10 ikan teri untuk keperluan konsumsi itu ditemukan mikroplastik berada di dalam tubuh ikan.
"Sebaran mikroplastik juga ditemukan di Padang Lamun berada di Pulau Kodingareng dan Bone Tambung Makassar, " ungkap pria kelahiran Bontobahari, Bulukumba 27 April 1992 itu.
Ia menjelaskan, untuk sampai ke tubuh manusia, mikroplastik masuk melalui rantai makanan, mulai dari manusia membuang sampah ke alam, lalu ke lautan, dan ketika terurai menjadi mikroplastik. Mikroplastik kemudian dikonsumsi ikan kecil, ikan kecil dimakan ikan besar, ikan besar kemudian dikonsumsi manusia.
"Jadi pada akhirnya kembali ke manusia. Kita sendiri yang membuang sampah namun pada akhirnya kembali ke kita. Dampak terburuk bisa menimbulkan banyak penyakit, termasuk penyakit kanker," kata menjelaskan.
Secara umum, Nirwan menjelaskan sejumlah dampak sampah plastik di laut, seperti mengganggu biota laut sehingga menyebabkan banyak kematian. Sampah plastik juga mengganggu jalur transportasi laut, di mana banyak ditemukan keberadaan sampah yang sangat padat di jalur kapal-kapal dan perahu nelayan.
"Dampak lainnya adalah matinya ekosistem terumbu karang dan lamun. Termasuk ikan yang mengkonsumsi terlalu berlebihan hingga kemudian dimakan manusia," papar dia.
Nelayan mencari ikan di dekat pantai CPI (Center Point of Indonesia) yang dipenuhi sampah plastik di Makassar, Sulawesi Selatan. ANTARA FOTO/Arnas Padda.
Plastik di laut Makassar
Data YKLI Sulsel yang dihimpun dari beberapa sumber resmi, tercatat presentase sampah plastik di laut pada tahun 2020, cukup tinggi. Jenis sampah plastik pada Maret 2020 di dua pantai di Kota Makassar, yakni Pantai Tanjung Bayang dan Angin Mamiri, ditemukan sebanyak 40 persen berada di pinggir laut.
Disusul sampah karet 20 persen, logam dan kaca masing-masing 14 persen, kayu 5 persen, kain 3 persen, B3 2 persen dan 1 persen sampah kertas dan karton.
Sedangkan data November 2020, timbulan sampah di Pantai Tanjung Bayang, tercatat sampah plastik memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran laut yakni sebanyak 47 persen atau mengalami peningkatan cukup signifikan dari data Maret 2020.
Sementara sampah kain, kayu, dan kaca memberikan kontribusi sebesar 10 persen, karet 9 persen, logam 6 persen dan B3 satu persen. Diperkirakan, Rata-rata 100 ton per hari sampah berakhir di laut dan pesisir Kota Makassar, berasal dari aktivitas darat lalu melalui aliran sungai dan kanal bermuara di laut.
"Sampah plastik telah menjadi salah satu ancaman bagi ekosistem laut di seluruh dunia, tak terkecuali Kota Makassar. Beberapa riset menunjukkan paparan plastik dalam bentuk mikroplastik telah ditemukan di spesimen air laut, sedimen dan bahkan di tubuh ikan maupun kerang, "sebut Nirwan saat dikonfirmasi, Senin.
Hasil riset menunjukkan telah ditemukan 28 per size (ukuran kecil) mikroplastik pada saluran pencernaan individu ikan yang konsumsi di Kota Makassar dari sampel yang dikumpulkan di tempat pelelangan ikan. Terdapat empat ekor dari 10 ikan teri untuk keperluan konsumsi itu ditemukan mikroplastik berada di dalam tubuh ikan.
"Sebaran mikroplastik juga ditemukan di Padang Lamun berada di Pulau Kodingareng dan Bone Tambung Makassar, " ungkap pria kelahiran Bontobahari, Bulukumba 27 April 1992 itu.
Ia menjelaskan, untuk sampai ke tubuh manusia, mikroplastik masuk melalui rantai makanan, mulai dari manusia membuang sampah ke alam, lalu ke lautan, dan ketika terurai menjadi mikroplastik. Mikroplastik kemudian dikonsumsi ikan kecil, ikan kecil dimakan ikan besar, ikan besar kemudian dikonsumsi manusia.
"Jadi pada akhirnya kembali ke manusia. Kita sendiri yang membuang sampah namun pada akhirnya kembali ke kita. Dampak terburuk bisa menimbulkan banyak penyakit, termasuk penyakit kanker," kata menjelaskan.
Secara umum, Nirwan menjelaskan sejumlah dampak sampah plastik di laut, seperti mengganggu biota laut sehingga menyebabkan banyak kematian. Sampah plastik juga mengganggu jalur transportasi laut, di mana banyak ditemukan keberadaan sampah yang sangat padat di jalur kapal-kapal dan perahu nelayan.
"Dampak lainnya adalah matinya ekosistem terumbu karang dan lamun. Termasuk ikan yang mengkonsumsi terlalu berlebihan hingga kemudian dimakan manusia," papar dia.
Plastik di laut Makassar
Data YKLI Sulsel yang dihimpun dari beberapa sumber resmi, tercatat presentase sampah plastik di laut pada tahun 2020, cukup tinggi. Jenis sampah plastik pada Maret 2020 di dua pantai di Kota Makassar, yakni Pantai Tanjung Bayang dan Angin Mamiri, ditemukan sebanyak 40 persen berada di pinggir laut.
Disusul sampah karet 20 persen, logam dan kaca masing-masing 14 persen, kayu 5 persen, kain 3 persen, B3 2 persen dan 1 persen sampah kertas dan karton.
Sedangkan data November 2020, timbulan sampah di Pantai Tanjung Bayang, tercatat sampah plastik memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran laut yakni sebanyak 47 persen atau mengalami peningkatan cukup signifikan dari data Maret 2020.
Sementara sampah kain, kayu, dan kaca memberikan kontribusi sebesar 10 persen, karet 9 persen, logam 6 persen dan B3 satu persen. Diperkirakan, Rata-rata 100 ton per hari sampah berakhir di laut dan pesisir Kota Makassar, berasal dari aktivitas darat lalu melalui aliran sungai dan kanal bermuara di laut.