Jakarta (ANTARA) - Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan World Giving Index yang dikeluarkan oleh badan amal Charities Aid Foundation (CAF).
Laporan World Giving Index (WGI) yang dirilis oleh CAF pada Senin (14/6) menempatkan Indonesia di peringkat pertama dalam daftar negara dermawan dengan skor indeks keseluruhan 69 persen, naik dari 59 persen pada indeks tahunan terakhir yang dikeluarkan tahun 2018.
Menurut laporan WGI, Indonesia menempati peringkat teratas dalam partisipasi memberikan sumbangan uang dengan persentase orang yang menyumbangkan uang sampai 83 persen dan menempati posisi tertinggi dalam partisipasi pada kegiatan kesukarelawanan (60 persen).
Direktur Filantropi Indonesia Hamid Abidin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa pandemi dan krisis ekonomi tidak menghalangi masyarakat Indonesia untuk berbagi.
Pandemi dan krisis, menurut dia, justru meningkatkan semangat masyarakat untuk membantu sesama.
"Yang berubah hanya bentuk sumbangan dan jumlahnya saja. Masyarakat yang terkena dampak tetap berdonasi uang meski nilai sumbangan lebih kecil, atau berdonasi dalam bentuk lain, seperti barang dan tenaga," katanya.
"Di beberapa Lembaga sosial dan filantropi jumlah donasi tetap naik, meski peningkatannya tidak setinggi pada saat normal," ia menambahkan.
Hamid mengemukakan, keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan posisinya sebagai bangsa yang pemurah didukung oleh beberapa faktor, termasuk kuatnya pengaruh ajaran agama dan tradisi lokal yang berkaitan dengan kegiatan berderma dan menolong sesama di Indonesia.
"Hal ini terbukti dari temuan WIG yang menunjukkan bahwa donasi berbasis keagamaan (khususnya zakat, infak, dan sedekah) menjadi penggerak utama kegiatan filantropi di Indonesia di masa pandemi," katanya.
Faktor lain yang mempengaruhi, ia melanjutkan, adalah kondisi ekonomi Indonesia yang relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, kebijakan penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai lebih baik sehingga tidak berdampak terlalu buruk pada kondisi ekonomi.
Selain itu, menurut Hamid, pegiat filantropi di Indonesia relatif berhasil dalam mendorong transformasi kegiatan filantropi dari filantropi konvensional ke digital serta peran dan keterlibatan kalangan muda dan influencer dalam kegiatan filantropi meningkat.
"Keterlibatan mereka membuat filantropi bisa dikemas dan dikomunikasikan dengan popular ke semua kalangan, khususnya anak muda," katanya.
Laporan World Giving Index (WGI) yang dirilis oleh CAF pada Senin (14/6) menempatkan Indonesia di peringkat pertama dalam daftar negara dermawan dengan skor indeks keseluruhan 69 persen, naik dari 59 persen pada indeks tahunan terakhir yang dikeluarkan tahun 2018.
Menurut laporan WGI, Indonesia menempati peringkat teratas dalam partisipasi memberikan sumbangan uang dengan persentase orang yang menyumbangkan uang sampai 83 persen dan menempati posisi tertinggi dalam partisipasi pada kegiatan kesukarelawanan (60 persen).
Direktur Filantropi Indonesia Hamid Abidin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa pandemi dan krisis ekonomi tidak menghalangi masyarakat Indonesia untuk berbagi.
Pandemi dan krisis, menurut dia, justru meningkatkan semangat masyarakat untuk membantu sesama.
"Yang berubah hanya bentuk sumbangan dan jumlahnya saja. Masyarakat yang terkena dampak tetap berdonasi uang meski nilai sumbangan lebih kecil, atau berdonasi dalam bentuk lain, seperti barang dan tenaga," katanya.
"Di beberapa Lembaga sosial dan filantropi jumlah donasi tetap naik, meski peningkatannya tidak setinggi pada saat normal," ia menambahkan.
Hamid mengemukakan, keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan posisinya sebagai bangsa yang pemurah didukung oleh beberapa faktor, termasuk kuatnya pengaruh ajaran agama dan tradisi lokal yang berkaitan dengan kegiatan berderma dan menolong sesama di Indonesia.
"Hal ini terbukti dari temuan WIG yang menunjukkan bahwa donasi berbasis keagamaan (khususnya zakat, infak, dan sedekah) menjadi penggerak utama kegiatan filantropi di Indonesia di masa pandemi," katanya.
Faktor lain yang mempengaruhi, ia melanjutkan, adalah kondisi ekonomi Indonesia yang relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, kebijakan penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai lebih baik sehingga tidak berdampak terlalu buruk pada kondisi ekonomi.
Selain itu, menurut Hamid, pegiat filantropi di Indonesia relatif berhasil dalam mendorong transformasi kegiatan filantropi dari filantropi konvensional ke digital serta peran dan keterlibatan kalangan muda dan influencer dalam kegiatan filantropi meningkat.
"Keterlibatan mereka membuat filantropi bisa dikemas dan dikomunikasikan dengan popular ke semua kalangan, khususnya anak muda," katanya.