Makassar (ANTARA News) - Provinsi Sulawesi Selatan melalui Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar saat ini menargetkan menjadi penyedia bibit kentang nasional.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bioktenoklogi Unhas, Prof Dr Agr Sc Ir Baharuddin di Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Unhas di Makassar, Selasa, mengatakan, kebutuhan bibit kentang nasional 120.000 ton per tahun dan baru dapat terpenuhi sekitar lima persen atau 6.000 ton.

Untuk memenuhi kebutuhan bibit tersebut diperlukan perlakuan khusus antara lain penyediaan tempat penyemaian kultur jaringan hingga generasi nol (G-0).

"Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dibutuhkan dana membangun minimal 10 rumah plastik dengan nilai Rp500 juta," kata Baharuddin.

Dari segi teknologi tidak ada masalah untuk menghasilkan bibit sebanyak itu, sekarang tinggal aspek bisnis dan pengadaan lahan serta fasilitas "green house" untuk menghasilkan benih sumber (G-0). Untuk menghasilkan satu juta bibit diperlukan minimal 2.500 meter persegi lahan.

Menurut Baharuddin, saat ini dalam kemitraan dengan pemerintah daerah, pihaknya memanfaatkan fasilitas yang ada lokasi setempat untuk membangun lokasi aeroponik sederhana dari bambu dengan dana total berkisar antara Rp20 juta sampai Rp30 juta.

"Jika kita menghasilkan tiga juta bibit G-0, kita akan mampu memenuhikebutuhan bibit nasional. Untuk menghasilkan bibit sebanyak itu dibutuhkan lahan tidak cukup satu hektar," ujarnya.

Total waktu untuk menghasilkan bibit dari status umbi hingga benih sebar sekitar 4-5 bulan. Khusus untuk G-0 saja diperlukan waktu tiga bulan. Baharuddin menargetkan dapat memproduksi satu juta knol (G-0) per tahun.

Setelah itu, diserahkan kepada petani yang mengembangkannya. Harga bibit G-0 ini Rp2.000/kg, meski standar nasional Rp2.500/kg. Balai Benih Induk (BBI) akan mengembangkan generasi pertama di kabupaten yang kemudian diambil oleh para penangkar.

"Jika kita mampu menghasilkan satu juta knol, nilai jualnya mencapai Rp2 miliar. Untuk 100.000 knol saja dapat mencapai Rp250 juta," ujarnya.

Pertengahan Maret lalu, pihak Kementerian Ristek mengunjungi lokasi pengembangan kentang di Malino sebagai bagian koordinasi dalam kaitan dengan ketahanan pangan. Lawatan beberapa staf Kementerian Ristek disertai beberapa orang dari pemerintah kabupaten di Jawa itu guna mengetahui potensi dan teknologi yang digunakan Unhas dalam pembenihan kentang.

"Banyak yang mereka lihat di Malino. Termasuk kemitraan antara Unhas dengan Pemkab Bantaeng dan Enrekang yang cukup baik," ujar Guru Besar Fakultas Pertanian Unhas tersebut.

Prof Baharuddin menjelaskan, dari pengusahaan kentang ini, seorang petani di Bulu Balea, H. Rafiuddin pada tahun 2007 memperoleh penghargaan sebagai petani kentang teladan nasional. Ia pada awalnya seorang buruh tani dengan modal Rp150.000. Kini dia mempekerjakan 100 orang tenaga kerja per hari pada lahan seluas 25 hektar. Dia mampu memproduksi bibit sekitar 30-40 ton/hektar. Dalam jangka tiga bulan, dia dapat meraup pendapatan kotor Rp1 miliar. 
(T.KR-HK/F003)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024