Makassar (ANTARA News) - Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pembebasan lahan pembangunan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Sulawesi Selatan sebesar Rp1,6 miliar dituntut empat tahun enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Makassar.

"Para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp1,6 miliar," ujar JPU Kejari Makassar, Andarias dan Ahmad Jaya di Makassar, Kamis.

Ketiga terdakwa yang dituntut empat tahun enam bulan penjara yakni, ketua panitia pengadaan lahan BKSDA Sulsel; LB, salah satu mantan pejabat di kantor BKSDA; MA, dan pemilik lahan Taw.

Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Siswandriyono langsung menjerat terdakwa sesuai dengan perbuatannya.

Ketiganya dijerat sesuai yang diatur dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah kedalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Pasal inilah yang kami sangkakan kepada terdakwa, lantaran terbukti secara bersama-sama melakukan perbuatan yang dapat merugikan negara," terang Andarias.

Selain jaksa menjatuhkan hukuman badan, Taw dan AT juga diperintahkan untuk membayar ganti rugi senilai Rp1 milair lebih. Bukan hanya itu, keduanya juga diminta untuk membayar denda sebesar Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan penjara jika denda tersebut tidak dapat dibayarkan.

Jaksa menjelaskan, keduanya dijerat hukuman tersebut karena para tersangka terbukti melakukan kesepakatan bersama antara MA, Taw dan LB salah seorang pejabat di BKSDA untuk memperjual belikan lahan milik negara sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian negara senilai Rp1,6 miliar.

Kuasa hukum ketiga terdakwa yaitu, Resdianto Willem dan Kasmiyati langsung mengajukan nota keberatan atau plaidoi atas hukuman yang membelit kliennya.

"Kami akan ajukan nota keberatan atas tuntutan jaksa terhadap klien kami," ujar Resdianto usai persidangan itu.

Sebelumnya, kasus ini bermula ketika Kementerian Kehutanan membeli lahan seharga Rp1,6 miliar pada 2007. Lahan itu dibeli dari Taw warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan.

Ganti rugi lahan kemudian dibayarkan melalui AT yang menjadi kurir dari Taw. Belakangan lahan ini diketahui milik Dinas Bina Marga dan Dinas PU Sulawesi Selatan dan bukan milik Taw. (T.KR-MH/D009)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024