Makassar (ANTARA) - Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) bersama Polri serta instansi terkait menggelar penyuluhan penanggulangan terorisme dan pencegahan paham radikalisme, intoleransi dengan melibatkan mantan Narapidana Teroris (Napiter) Ustaz Zainal Anshory sebagai narasumber.

"Dengan keterlibatan semua pihak, akan meminimalisir tindakan radikalisme dan terorisme. Tujuan kegiatan penyuluhan ini untuk mencegah meluasnya faham radikalisme, terorisme, dan intoleran," ujar Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol H Andi Heru Santo, di aula kantor Polda setempat, Makassar, Rabu (29/9).

Melalui sinergitas aparat bersama tokoh agama sebagai mitra Polri, kata dia, diharapkan bisa menciptakan keamanan secara kondusif. "Pemerintah dan masyarakat mesti bekerja sama dalam mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme," katanya.

Apalagi, kinerja aparat TNI-Polri bersama masyarakat belum lama ini berhasil menangkap pelaku tindakan kriminal pembakaran mimbar Masjid Raya Makassar sehingga mampu meredam gejolak sosial di masyarakat.

Sementara itu, Ustas Zainal Anshory merupakan mantan pentolan organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD berafiliasi dengan kelompok ISIS, pada kesempatan itu menyampaikan, bahwa terorisme itu diawali dengan faham intoleran.

Setelah itu beranjak menjadi radikal, sampai menjadi pelaku teroris. Ia bahkan menceritakan bagaimana situasi yang dialaminya saat digembleng dalam sebuah kajian sebelum menjadi teroris, yang antara lain diajarkan untuk menganggap diri paling benar, dan yang lain salah.

"Saya sangat berharap agar masyarakat saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada di masyarakat," paparnya .

Sedangkan Kepala Bidang Penelitian FKPT Sulsel, M Ishaq Shamad menyampaikan apresiasi atas prakarsa kegiatan tersebut, sebab salah satu program FKPT Sulsel untuk senantiasa melakukan pencegahan terorisme kepada masyarakat.

Selain itu, kegiatan internalisasi nilai agama dan budaya di Sekolah untuk menumbuhkan moderasi beragama terus dilakukan. Demikian pula kegiatan perempuan sebagai agen perdamaian.

Data dari hasil penelitian BNPT dan FKPT tahun 2000 tentang Literasi Digital terhadap 500 responden di sejumlah kabupaten kota se-Sulsel, kata dia, menunjukkan sumber informasi keagamaan yang terbanyak diakses responden melalui internet.

Pencarian informasi keagamaan melalui internet, sebanyak 82 persen dengan media sosial (medsos) yang digunakan seperti Youtube 78,3 persen, Facebook atau Twitter 47,6 persen, narasi tulisan atau buku 38 persen, dan melalui sebanyak audio 7 persen.

"Data ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak memperoleh informasi keagamaan melalui medsos daripada langsung dari tokoh agama," paparnya.

Perwakilan Kantor Kementerian Agama Sulsel KH.Kaswad Sartono juga menyampaikan bahwa bangsa Indonesia memiliki penduduk lebih dari 275 juta orang dan memiliki akar budaya yang berbeda-beda, tetapi tetap NKRI, sistem politik multi partai, tetapi damai.

"Menteri Agama pun telah mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun toleransi umat beragama. Kita meyakini perbedaan dan keniscayaan, serta menghormati perbedaan," katanya.

Kegiatan tersebut diikuti 25 Polres melalui virtual dan penyuluh agama secara luring.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024