Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang sekitar Rp1,7 miliar terkait operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin (DRA) dan kawan-kawan.
KPK telah menetapkan Dodi bersama tiga orang lainnya dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2021.
"Dari kegiatan ini, tim KPK selain mengamankan uang sejumlah Rp270 juta, juga turut diamankan uang yang ada pada MRD (Mursyid/ajudan bupati) Rp1,5 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu.
Tiga tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU), dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
Dalam kegiatan tangkap tangan pada Jumat (15/10) sekitar pukul 11.30 WIB, Tim KPK telah menangkap enam orang di wilayah Musi Banyuasin dan sekitar pukul 20.00 WIB, Tim KPK juga mengamankan dua orang di wilayah Jakarta.
Enam orang tersebut, yakni Dodi Reza Alex Noerdin, Herman Mayori, Eddi Umari, Suhandy, Kabid Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Irfan (IF), Mursyid (MRD) selaku ajudan bupati, Badruzzaman (BRZ) selaku staf ahli bupati, dan Kabid Pembangunan Jalan dan Jembatan Ach Fadly (AF).
Dalam kronologi tangkap tangan, Alex menjelaskan pada Jumat (15/10), Tim KPK menerima informasi akan adanya dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang disiapkan oleh Suhandy yang nantinya akan diberikan pada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Selanjutnya, kata dia, dari data transaksi perbankan diperoleh informasi adanya transfer uang yang diduga berasal dari perusahaan milik Suhandy kepada rekening bank milik salah satu keluarga Eddi.
"Setelah uang tersebut masuk lalu dilakukan tarik tunai oleh keluarga EU dimaksud untuk kemudian diserahkan kepada EU," ungkap Alex.
Eddi lalu menyerahkan uang tersebut kepada Herman untuk diberikan kepada Dodi.
"Tim selanjutnya bergerak dan mengamankan HM disalah satu tempat ibadah di Kabupaten Musi Banyuasin dan ditemukan uang sejumlah Rp270 juta dengan dibungkus kantung plastik," tuturnya.
Tim KPK, kata Alex, juga mengamankan Eddi dan Suhandy serta pihak terkait lainnya dan dibawa ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk dilakukan permintaan keterangan.
"Di lokasi yang berbeda di wilayah Jakarta, Tim KPK kemudian juga mengamankan Dodi di salah satu lobi hotel di Jakarta yang selanjutnya DRA dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dimintai keterangan," ucap Alex.
Atas perbuatannya tersebut, Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima, Dodi dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK telah menetapkan Dodi bersama tiga orang lainnya dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2021.
"Dari kegiatan ini, tim KPK selain mengamankan uang sejumlah Rp270 juta, juga turut diamankan uang yang ada pada MRD (Mursyid/ajudan bupati) Rp1,5 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu.
Tiga tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU), dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
Dalam kegiatan tangkap tangan pada Jumat (15/10) sekitar pukul 11.30 WIB, Tim KPK telah menangkap enam orang di wilayah Musi Banyuasin dan sekitar pukul 20.00 WIB, Tim KPK juga mengamankan dua orang di wilayah Jakarta.
Enam orang tersebut, yakni Dodi Reza Alex Noerdin, Herman Mayori, Eddi Umari, Suhandy, Kabid Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Irfan (IF), Mursyid (MRD) selaku ajudan bupati, Badruzzaman (BRZ) selaku staf ahli bupati, dan Kabid Pembangunan Jalan dan Jembatan Ach Fadly (AF).
Dalam kronologi tangkap tangan, Alex menjelaskan pada Jumat (15/10), Tim KPK menerima informasi akan adanya dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang disiapkan oleh Suhandy yang nantinya akan diberikan pada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Selanjutnya, kata dia, dari data transaksi perbankan diperoleh informasi adanya transfer uang yang diduga berasal dari perusahaan milik Suhandy kepada rekening bank milik salah satu keluarga Eddi.
"Setelah uang tersebut masuk lalu dilakukan tarik tunai oleh keluarga EU dimaksud untuk kemudian diserahkan kepada EU," ungkap Alex.
Eddi lalu menyerahkan uang tersebut kepada Herman untuk diberikan kepada Dodi.
"Tim selanjutnya bergerak dan mengamankan HM disalah satu tempat ibadah di Kabupaten Musi Banyuasin dan ditemukan uang sejumlah Rp270 juta dengan dibungkus kantung plastik," tuturnya.
Tim KPK, kata Alex, juga mengamankan Eddi dan Suhandy serta pihak terkait lainnya dan dibawa ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk dilakukan permintaan keterangan.
"Di lokasi yang berbeda di wilayah Jakarta, Tim KPK kemudian juga mengamankan Dodi di salah satu lobi hotel di Jakarta yang selanjutnya DRA dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dimintai keterangan," ucap Alex.
Atas perbuatannya tersebut, Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima, Dodi dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.