Jakarta (ANTARA) - Peneliti Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto mengatakan Peraturan Presiden tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sudah dalam tahap finalisasi.

"Saat ini kami dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) memfinalisasi terkait arah Peraturan Presiden tentang EBT. Harapannya, dengan pengesahan regulasi Perpres EBT ini, target pencapaian bauran energi bisa dipercepat," kata Joko dalam sebuah webinar yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, ke depan pembangunan negara-negara di dunia akan mengarah pada pembangunan yang rendah emisi karbon atau ramah lingkungan. Apabila Indonesia tidak turut di dalamnya, produk asal Indonesia berpotensi kalah saing dengan produk dari negeri lain karena dinilai tidak ramah lingkungan.

" Kalau ke depan Indonesia masih kurang menerapkan ini, sementara negara global mengarahkan pembangunan ke rendah emisi, Indonesia akan susah bergerak. Karena begitu (produk) kita keluar akan dipungut pungutan berdasar emisi," terang Joko.

Karena itu pula pemerintah sebelumnya mempercepat pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang juga mengatur tentang pajak karbon. Selanjutnya, pemerintah melalui Peraturan Presiden juga akan mengatur terkait nilai ekonomi karbon.

"Pada intinya, pemerintah mempersiapkan agar level competitiveness Indonesia meningkat, karena dunia sekarang bergerak ke arah yang sama," ucapnya.

Ia menambahkan bahwa saat ini pemerintah Uni Eropa sedang membahas tentang menjadikan Uni Eropa sebagai benua pertama dengan nol emisi karbon pada 2050.

"Mereka sedang bahas usulan terkait ini, nanti ketika terjadi proses ekspor impor, Uni Eropa akan mengenakan pungutan perbatasan atas komoditi yang datang dari negara non Uni Eropa yang belum menerapkan praktik produksi yang sustainable atau berkelanjutan," ucapnya.

Pewarta : Sanya Dinda Susanti
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024