Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengatakan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) harus berperan maksimal dalam memberikan vaksinasi ideologi kepada keluarga, jamaah, dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
“Vaksinasi ideologi melalui menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan wawasan kebangsaan dengan pendekatan agama, yaitu aspek spiritualitas (ihsan) yang tercermin dalam perilaku dan budi pekerti luhur serta akhlakul karimah,” ujar Nurwakhid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Nurwakhid menyampaikan pernyataan tersebut saat menjadi narasumber Peluncuran Buku “Majelis Taklim Cegah Radikalisme” dan Penandatangan MoU antara PP Muslimat NU dengan BNPT RI", serta sebagai Narasumber dalam kegiatan Webinar “Majelis Taklim Cegah Radikalisme" dengan tema : “Peta Gerakan Radikalisme di Indonesia dan Urgensi kalangan Agamawan untuk kontra ideologi Radikalisme” secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting.
Menurut Nurwakhid, peran Muslimat NU tidak bisa diremehkan. Ia meyakini peranan Muslimat NU tentunya akan membuat pencegahan radikalisme dan terorisme akan semakin masif untuk menciptakan Indonesia menjadi negara yang damai, aman, religius, dan menjunjung tinggi toleransi.
Selain itu, ia berpandangan bahwa kaum wanita adalah pilar utama dalam sebuah keluarga. Dengan begitu, Muslimat NU harus mengawali kiprah dalam memberikan vaksinasi ideologi dari keluarganya sendiri sebelum ke lingkungan dan masyarakat luas.
Ia yakin, bila itu terjadi, keluarga dan lingkungan masyarakat akan kebal dari radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, berbagai ancaman ideologi takfiri transnasional tidak akan mampu menggoyahkan Indonesia dan Pancasila.
Ia mengungkapkan ideologi radikalisme dan terorisme itu adalah sebuah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengganti ideologi negara dengan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila.
“Terorisme adalah gerakan politik kekuasaan dengan memanipulasi agama yang bertujuan mengganti ideologi negara dengan ideologi takfiri dan transnasional. Wataknya adalah intoleran terhadap perbedaan dan eksklusif terhadap perubahan,” ucap Nurwakhid.
Selain itu, lanjut Nurwakhid, terorisme adalah paham yang dibangun di atas manipulasi dan distorsi agama. Ia menegaskan tidak ada kaitannya aksi radikal terorisme dengan agama apa pun, namun terkait dengan pemahaman agama menyimpang dan didominasi oleh mayoritas agama di wilayah tersebut.
Sejatinya, kata mantan Kabag Ops Densus 88 ini, radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama adalah fitnah dalam agama, sehingga menjadi musuh agama dan musuh negara.
“Musuh agama, karena semua tindakan dan perbuatannya bertentangan dengan visi agama yang rahmatan lil alamin, akhlaqul karimah, menimbulkan perpecahan di dalam agama dan antar agama, serta menimbulkan Islamofobia. Musuh negara, karena tindakan, visi, misinya serta ideologi yang diusungnya bertentangan dengan kesepakatan yang menjadi Konsensus Nasional,” kata Nurwakhid.
“Vaksinasi ideologi melalui menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan wawasan kebangsaan dengan pendekatan agama, yaitu aspek spiritualitas (ihsan) yang tercermin dalam perilaku dan budi pekerti luhur serta akhlakul karimah,” ujar Nurwakhid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Nurwakhid menyampaikan pernyataan tersebut saat menjadi narasumber Peluncuran Buku “Majelis Taklim Cegah Radikalisme” dan Penandatangan MoU antara PP Muslimat NU dengan BNPT RI", serta sebagai Narasumber dalam kegiatan Webinar “Majelis Taklim Cegah Radikalisme" dengan tema : “Peta Gerakan Radikalisme di Indonesia dan Urgensi kalangan Agamawan untuk kontra ideologi Radikalisme” secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting.
Menurut Nurwakhid, peran Muslimat NU tidak bisa diremehkan. Ia meyakini peranan Muslimat NU tentunya akan membuat pencegahan radikalisme dan terorisme akan semakin masif untuk menciptakan Indonesia menjadi negara yang damai, aman, religius, dan menjunjung tinggi toleransi.
Selain itu, ia berpandangan bahwa kaum wanita adalah pilar utama dalam sebuah keluarga. Dengan begitu, Muslimat NU harus mengawali kiprah dalam memberikan vaksinasi ideologi dari keluarganya sendiri sebelum ke lingkungan dan masyarakat luas.
Ia yakin, bila itu terjadi, keluarga dan lingkungan masyarakat akan kebal dari radikalisme dan terorisme. Oleh karena itu, berbagai ancaman ideologi takfiri transnasional tidak akan mampu menggoyahkan Indonesia dan Pancasila.
Ia mengungkapkan ideologi radikalisme dan terorisme itu adalah sebuah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengganti ideologi negara dengan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila.
“Terorisme adalah gerakan politik kekuasaan dengan memanipulasi agama yang bertujuan mengganti ideologi negara dengan ideologi takfiri dan transnasional. Wataknya adalah intoleran terhadap perbedaan dan eksklusif terhadap perubahan,” ucap Nurwakhid.
Selain itu, lanjut Nurwakhid, terorisme adalah paham yang dibangun di atas manipulasi dan distorsi agama. Ia menegaskan tidak ada kaitannya aksi radikal terorisme dengan agama apa pun, namun terkait dengan pemahaman agama menyimpang dan didominasi oleh mayoritas agama di wilayah tersebut.
Sejatinya, kata mantan Kabag Ops Densus 88 ini, radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama adalah fitnah dalam agama, sehingga menjadi musuh agama dan musuh negara.
“Musuh agama, karena semua tindakan dan perbuatannya bertentangan dengan visi agama yang rahmatan lil alamin, akhlaqul karimah, menimbulkan perpecahan di dalam agama dan antar agama, serta menimbulkan Islamofobia. Musuh negara, karena tindakan, visi, misinya serta ideologi yang diusungnya bertentangan dengan kesepakatan yang menjadi Konsensus Nasional,” kata Nurwakhid.