Jakarta (ANTARA) - Pengusaha sekaligus pemegang saham utama (ultimate shareholder) PT Allo Bank Indonesia Tbk meyakini bank dengan kode saham BBHI yang  merupakan bank digital itu memiliki prospek cerah ke depan didukung oleh teknologi dan ekosistem yang mumpuni.

"Tentu kita sangat optimistis tentang masa depan Allo Bank karena kunci sukses dari bank digital itu tentu pertama platform dan teknologinya. Kebetulan kami didukung oleh the biggest digital bank in the world dalam penerapan teknologi dan platformnya," ujar Chairul Tanjung di Jakarta, Selasa.

Untuk ekosistem sendiri, lanjut Chairul Tanjung, merupakan pengabungan fisik dan digital yang jika disatukan akan menjadi yang terkuat dan terluas.

Kendati demikian, pihaknya tetap membuka kesempatan kepada perusahaan dari ekosistem lain untuk dapat bergabung. Menurut dia, kolaborasi merupakan sebuah keniscayaan dalam era saat ini.

"Pasti kita tahu bahwa kunci seperti platform kami insyaAllah akan kami launch dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi dan setelah itu tentu satu demi satu koneksi antara ekosistem yang bergabung dengan kami musti di-connect sehingga jadi satu kesatuan. Makanya namanya Allo Bank, singkatan dari all in one, satu untuk semua, semua untuk satu," kata Chairul Tanjung.

Terkait dengan kemungkinan bank konvensional digeser oleh bank digital di masa depan, Chairul Tanjung mengatakan ia tidak pernah membedakan antara bank konvensional dengan bank digital.

Ia menilai bank tetaplah bank, namun bank digital memakai teknologi sebagai basis bisnis, sementara bank konvensional memakai fisik cabang sebagai basis bisnis.

"Tentu namanya bank digital itu tidak ada batasan karena itu bisa menjangkau siapapun, di manapun, dan kapanpun, 24 jam itu orang bisa bertransaksi perbankan. Harapan kami Allo Bank bisa jadi solusi finansial untuk seluruh rakyat Indonesia dan bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk ekonomi Indonesia," ujar Chairul Tanjung.

Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan, bank-bank digital memiliki potensi yang luar biasa ke depannya, terutama dalam hal menjangkau nasabah hingga di pelosok wilayah.

"Bisa kita lihat bank digital ini bisa menjangkau sampai ujung-ujung provinsi yang sebelumnya itu tidak terpikir dan sulit, harus ada branch-branch di seluruh provinsi sampai pelosok-pelosok. Dengan adanya bank sepeti Allo Bank, tidak perlu ini bisa sampai ujung provinsi dan ini tentunya disambut baik. Tren saat ini investor pun melihat ini sebagai potensi," ujar Inarno.

BEI pun mendorong perusahaan-perusahaan, tidak hanya dari sektor perbankan atau teknologi saja, namun juga seluruh sektor untuk bisa masuk ke pasar modal dan menjadi perusahaan publik.

"Semua sektor kita dorong untuk listing di bursa dan mungkin patut kita sadari bahwa growth kita itu tertinggi di ASEAN . Kita sampai tahun lalu tumbuh 40 persen, di bawah kita Thailand, Singapura malah negatif. Apa sektor ke depan yang menarik? Kalau kita lihat tren di luar itu yang berbasis teknologi dan yang berbasis ekonomi hijau, tapi dari kami, kami mendorong semua sektor untuk masuk go public," kata Inarno.

Berdasarkan pantauan Antara, pada penutupan sesi pertama perdagangan saham, saham PT Bank Allo Indonesia Tbk (BBHI) naik 1.050 poin atau 15,44 persen ke posisi Rp7.850 per saham.

PT Allo Bank Indonesia Tbk sebelumnya adalah PT Bank Harda Internasional Tbk, lalu diambilalih oleh CT Corp melalui perusahaan induk di bidang jasa keuangan yaitu PT Mega Corpora (MC) pada Maret 2021 yang mengakuisisi 73,71 persen dari total seluruh saham yang dikeluarkan oleh BBHI dari pemegang saham pengendalinya.

Transaksi tersebut kemudian diikuti dengan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) untuk memenuhi ketentuan Peraturan OJK No.9/POJK.04/2018 yang mengakibatkan kepemilikan MC di Bank Allo meningkat menjadi 90 persen dari seluruh saham yang dikeluarkan oleh Bank Allo pada 25 Mei 2021. Tujuan dari akuisisi adalah untuk menjadikan Bank Allo sebuah bank digital.

Berdasarkan Pernyataan Effektif dari OJK dengan suratnya No.S-104/D.04/2021 tertanggal 30 Juni 2021, Bank Allo melaksanakan Rights Issue II untuk memenuhi Peraturan OJK No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum demikian sehingga modal inti Bank Allo setelah Rights Issue II menjadi lebih dari Rp1 triliun.

Seperti yang diumumkan dalam prospektus ringkas pada 19 Oktober 2021, Bank Allo kemudian melaksanakan proses Rights Issue III dengan tujuan untuk memenuhi Pasal 21 Peraturan OJK No.9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka dimana MC harus mendilusi kepemilikan sahamnya menjadi kurang dari 80 persen dari total saham yang dikeluarkan oleh Bank Allo, dan untuk meningkatkan modal inti menjadi lebih dari Rp6 triliun guna memenuhi kriteria Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti II (KBMI II) sesuai dengan Peraturan OJK No.12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum.

Dalam Right Issue III, MC akan mengambil hanya 30 persen dari haknya dan mengalihkan sisanya kepada para investor strategis yang memiliki ekosistem yang akan berkontribusi dalam pengembangan usaha Bank Allo sebagai sebuah bank digital.

Pewarta : Citro Atmoko
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024