Makassar (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan terus mengampanyekan penyelamatan hutan dari ancaman alih fungsi lahan hutan hingga pembalakan liar.
Selama 2021, Walhi Sulsel secara aktif dan gencar melakukan advokasi penyelamatan hutan dari ancaman kegiatan yang bersifat skala luas, misal dari ancaman tambang, seperti yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara.
"Kami terus berkampanye terkait penyelamatan hutan di sana dari berbagai ancaman terkhusus ancaman tambang," kata Direktur Eksekutif WALHI Daerah Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin yang dihubungi dari Makassar, Selasa.
Di wilayah Luwu Utara dan Luwu Timur, Amin menilai potret hutan tidak lagi sempurna sebab tutupan hutan atau area hutan saat ini tidak lagi tertutup rapat, tetapi ada rongga bekas penebangan hutan.
Baca juga: Walhi ajak pemerintah menjaga kelestarian hutan yang tersisa di Sulsel
Baca juga: Walhi : Tutupan hutan di Luwu Timur Sulsel hilang 41 ribu hektare
"Sejatinya, kalau kita periksa berdasarkan dari hasil pemantauan hutan, potret hutan Bagian Utara Sulsel memang saat ini mengalami penurunan drastis," ungkap Amin yang sedang berada di Luwu Utara, Sulsel, untuk melakukan peninjauan hutan.
Amin menjelaskan bahwa Walhi hadir sebagai organisasi advokasi Lingkungan yang selalu mendorong pada hal-hal bersifat pembelaan terhadap lingkungan hidup.
Maka dari itu, pada Desember 2021 lalu, Walhi merencanakan advokasi dan juga pelaporan hukum terhadap pejabat dan pengusaha yang mendirikan bangunan/vila di kawasan hutan lindung Toraja dan Toraja Utara.
Baca juga: Walhi sebut kondisi ekologi di Sulsel dalam situasi kirsis
"Itu dilarang oleh undang-undang, jadi pada Desember 2021, kami melaporkan seorang anggota dewan/pejabat di lingkup Pemerintah Sulawesi Selatan atas dugaan pembangunan vila di kawasan hutan lindung di Toraja Utara. Itu langkah kami melindungi hutan," urai Amin.
Sejak 2019, kata Amin, Walhi Sulsel telah mengkaji ruang Sulawesi dan mendapati tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah mengalami kerusakan yang cukup parah, yakni DAS Jeneberang, DAS Bilawalannae, dan Saddam di Toraja.
Menurut Amin, seluruh pihak harus bersama-sama menghentikan kegiatan bisnis skala besar di hutan dan segera memulihkan daerah aliran sungai yang sekarang sudah mengalami kerusakan yang luar biasa.
"Dalam beberapa kesempatan kita juga banyak melakukan kerja-kerja konservasi seperti penanaman pohon, edukasi masyarakat dan itu bagian dari advokasi kami," ujarnya.*
Kondisi hutan di Luwu Utara, Sulawesi Selatan yang mengalami pembalakan liar. ANTARA/HO-Direktur Walhi Sulsel
Selama 2021, Walhi Sulsel secara aktif dan gencar melakukan advokasi penyelamatan hutan dari ancaman kegiatan yang bersifat skala luas, misal dari ancaman tambang, seperti yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara.
"Kami terus berkampanye terkait penyelamatan hutan di sana dari berbagai ancaman terkhusus ancaman tambang," kata Direktur Eksekutif WALHI Daerah Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin yang dihubungi dari Makassar, Selasa.
Di wilayah Luwu Utara dan Luwu Timur, Amin menilai potret hutan tidak lagi sempurna sebab tutupan hutan atau area hutan saat ini tidak lagi tertutup rapat, tetapi ada rongga bekas penebangan hutan.
Baca juga: Walhi ajak pemerintah menjaga kelestarian hutan yang tersisa di Sulsel
Baca juga: Walhi : Tutupan hutan di Luwu Timur Sulsel hilang 41 ribu hektare
"Sejatinya, kalau kita periksa berdasarkan dari hasil pemantauan hutan, potret hutan Bagian Utara Sulsel memang saat ini mengalami penurunan drastis," ungkap Amin yang sedang berada di Luwu Utara, Sulsel, untuk melakukan peninjauan hutan.
Amin menjelaskan bahwa Walhi hadir sebagai organisasi advokasi Lingkungan yang selalu mendorong pada hal-hal bersifat pembelaan terhadap lingkungan hidup.
Maka dari itu, pada Desember 2021 lalu, Walhi merencanakan advokasi dan juga pelaporan hukum terhadap pejabat dan pengusaha yang mendirikan bangunan/vila di kawasan hutan lindung Toraja dan Toraja Utara.
Baca juga: Walhi sebut kondisi ekologi di Sulsel dalam situasi kirsis
"Itu dilarang oleh undang-undang, jadi pada Desember 2021, kami melaporkan seorang anggota dewan/pejabat di lingkup Pemerintah Sulawesi Selatan atas dugaan pembangunan vila di kawasan hutan lindung di Toraja Utara. Itu langkah kami melindungi hutan," urai Amin.
Sejak 2019, kata Amin, Walhi Sulsel telah mengkaji ruang Sulawesi dan mendapati tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah mengalami kerusakan yang cukup parah, yakni DAS Jeneberang, DAS Bilawalannae, dan Saddam di Toraja.
Menurut Amin, seluruh pihak harus bersama-sama menghentikan kegiatan bisnis skala besar di hutan dan segera memulihkan daerah aliran sungai yang sekarang sudah mengalami kerusakan yang luar biasa.
"Dalam beberapa kesempatan kita juga banyak melakukan kerja-kerja konservasi seperti penanaman pohon, edukasi masyarakat dan itu bagian dari advokasi kami," ujarnya.*